Banyak kalangan menganggap sinis mimpi Indonesia Emas 2045. Salah satu wujudnya adalah dengan memplesetkan jargon itu menjadi “Indonesia Cemas 2045”. Memplesetkan jargon yang secara resmi diusung pemerintah tentu tidak bijak. Namun, jika kita melihat realitas dan tantangan di lapangan, plesetan jargon Indonesia Cemas itu sebenarnya cukup masuk akal.
Bagaimana tidak? Tempo hari, sebuah survei menunjukkan bahwa ada sekitar 10 juta generasi Z yang tidak bersekolah dan tidak bekerja alias menjadi pengangguran massal. Data ini tentu menjadi semacam alarm warning bagi kira semua.
Agenda Indonesia Emas 2045 sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia, terutama generasi Z dan Alpha yang di tahun 2045 akan menjadi kelompok masyarakat berusia produktif. Pertanyaannya, bagaimana gen Z akan menjadi akselerator kemajuan bangsa jika mereka saat ini tidak bersekolah dan tidak bekerja?
Belum lagi ancaman lain yang sifatnya ideologis. Yakni kian banyaknya generasi Z yang menunjukkan sikap anti pada Pancasila dan lebih adaptif pada ideologi keagamaan transnasional. Banyak survei menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan infiltrasi paham radikal di kalangan remaja dan anak muda. Masifnya propaganda rasikalisme di dunia maya menjadi salah satu faktor mengapa kian banyak generasi Z yang terpapar paham ekstrem.
Mimpi Indonesia Emas 2045 tidak akan terwujud tanpa kualitas sumber daya manusia yang mumpuni. Dan, jika kita melihat realitas generasi Z hari ini yang jauh dari akses pendidikan dan lemah secara finansial, serta rentan terpapar ideologi rasikal, maka plesetan Indonesia Cemas 2045 itu kiranya cukup beralasan.
Radikalisme adalah fenomena yang kompleks, alias tidak hanya dilatari oleh faktor tunggal. Rendahnya tingkat pendidikan, dan lemahnya ekonomi, juga ikut andil menyumbang maraknya penyebaran paham radikal di tengah masyarakat. Artinya, radikalisme sebenarnya tidak murni problem kesagaman. Maka, upaya mencegah penyebaran radikalisme terutama di kalangan milenial dan gen Z idealnya juga melibatkan multi-pendekatan.
Tugas, peran, dan fungsi BNPT sebagai lembaga yang menjadi leading sector pemberantasan terorisme adalah mensinergikan seluruh instansi pemerintah dan elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama mencegah penyebaran radikalisme di kalangan milenial dan gen Z serta Alpha. BNPT tentu tidak bisa mengatasi persoalan terkait terbatasnya akses anak muda ke dunia pendidikan atau pekerjaan.
Maka, strategi pentahelix yang diadaptasi oleh BNPT sejak beberapa tahun terakhir ini kiranya menjadi solusi atas problem tersebut. Esensi dari strategi pentahelix adalah melibatkan multi-pihak dalam mencegah radikalisme, dengan fungsinya masing-masing.
Lembaga pemerintah berperan dalam menyusun kebijakan dan memastikan kaum muda steril dari paparan radikalisme. Akademisi atau tokoh agama berperan sebagai edukator yang memberikan pencerahan akan pentingnya beragama secara rasional dan kritis. Para pelaku media massa dan media sosial diharapkan menyumbang andil dalam mengampanyekan narasi anti-kekerasan.
Sedangkan para pelaku usaha kiranya bisa berkontribusi dengan membuka akses pekerjaan pada anak muda. Bagaimana pun, ketahanan ekonomi adalah faktor penting dalam mencegah seseorang terjebak paham radikal keagamaan.
Strategi Pentahelix ini ibarat pertunjukan orchestra yang melibatkan banyak musisi dengan alat musik yang berbeda. Harmoni sebuah orkestra itu bergantung pada konduktor alias dirijen yang menjadi penata musik. BNPT ibaratnya seperti konduktor atau dirijen dalam sebuah pertunjukan orkestra. Perannya adalah memastikan terwujudnya sinergi setiap lembaga pemerintah dan elemen masyarakat dalam mencegah radikalisme.
Terwujudhnya generasi muda yang steril dari paham radikal tidak diragukan merupakan modal utama mewujudkan agenda Indonesia Emas 2045. Modal mewujudkan peradaban yang maju jelas bukan sekadar cadangan sumber daya alam dan pertumbuhan ekonomi saja. Kita patut belajar dari negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Mereka nisbi memiliki kekayaan alam yang melimpah, serta pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan. Namun, kegagalan membendung bangkitnya ideologi agama radikal membuat banyak negara di kawasan Timur Tengah dilanda konflik horisontal. Apa yang terjadi di sejumlah negara di kawasan Timur Tengah menggambarkan betapa bahayanya ideologi radikal.
Maka, jika saat ini kita ada dalam kondisi zero attack terrorism, jangan mudah lengah dan menurunkan tingkat kewaspadaan. Terorisme tidak mati. Mereka hanya mengubah strategi. Prioritas mereka saat ini bukanlah melacarkan aksi, apalagi merebut kekuasaan. Namun, berinvestasi jangka panjang dengan menanam saham radikalisme di kalangan anak muda, remaja, bahkan anak-anak.
Kita patut cemas akan kondisi ini. Namun, kecemasan itu idealnya tidak membuat kita pesimis untuk mewujudkan agenda Indonesia emas 2045. Mimpi Indonesia Emas itu harus tetap kita kawal. Ulang Tahun BNPT ke-14 adalah momentum untuk membangkitkan kesadaran untuk mengubah persepsi dari Indonesia cemas ke Indonesia emas.