Idul Fitri dan Hijrah Diri Ke Asal-Muasal Manusia yang Bersaudara

Idul Fitri dan Hijrah Diri Ke Asal-Muasal Manusia yang Bersaudara

- in Narasi
1249
0
Idul Fitri dan Hijrah Diri Ke Asal-Muasal Manusia yang Bersaudara

Inti dari Idul Fitri, pada hakikatnya menghijrahkan diri untuk kembali ke asal (fitrah). Dalam arti pemahaman, kita dituntut untuk kembali mengokohkan (silaturahmi) satu sama lain. Sebagaimana asal-muasal manusia pada hakikatnya saling bersaudara satu sama lain. Maka, di momentum Idul Fitri inilah kita akan mengikat kembali kebersamaan yang telah rapuh. Persaudaraan yang mulai runtuh. Lalu kita satukan menjadi satu-kesatuan yang utuh.

Bahkan menariknya lagi, di hari raya Idul Fitri 1442 Hijriah yang akan dirayakan oleh umat Islam saat ini, juga bersamaan dengan peringatan kenaikan Isa Almasih yang juga dirayakan sebagai hari raya umat Kristen dan Katolik. Dua perayaan ini sejatinya menjadi momentum perayaan keagamaan yang meniscayakan paradigma persaudaraan. Sebagaimana Idul Fitri dengan kenaikan Isa Almasih tersebut dijadikan spirit penting untuk mengokohkan toleransi dan kebersamaan di antara keduanya.

Sebagaimana di dalam Islam sendiri, hari raya Idul Fitri menjadi ajang silaturahmi atau salam-salam-man satu sama lain. Dengan sebuah tujuan untuk mengembalikan persaudaraan dan mengokohkan kebersamaan antar umat beragama di Indonesia saat ini. Kita perlu mengembalikan hakikat persaudaraan kita dalam kemanusiaan. Kita juga perlu mengokohkan prinsip hidup bersama satu sama lain.

Perayaan Idul Fitri di tahun ini, memang masih dirayakan dengan menjalankan prokes di tengah pandemi. Bahkan berbagai kebijakan-pun masih terus diberlakukan layaknya larangan mudik. Momentum ini sebetulnya tidak akan mengurangi substansi dan tujuan dari Idul Fitri sendiri. Dia tetap lekat dengan makna penting untuk menguatkan kebersamaan dan persaudaraan satu sama lainnya.

Sebagaimana inti sari perayaan Idul Fitri sebagai paradigma menghijrahkan diri untuk kembali menyatukan atau mengembalikan sifat dasar persaudaraan kita yang mutlak. Hal ini dapat kita lakukan meskipun kondisi dan situasi yang kita hadapi saat ini memang harus mengikuti semua aturan protokol kesehatan. Seperti larangan mudik tersebut.

Kita bisa menggunakan alternatif lain seperti dunia maya. Hal ini di satu sisi bisa menyelamatkan kita bersama dari cluster penyebaran. Di sisi lain ini akan menjadi media darurat kita untuk tetap eksis bersama di dalam merayakan hari raya Idul Fitri via virtual atau daring. Upaya ini hanya dipisahkan oleh jarak. Tetapi jarak bukan penghalang untuk kita mengembalikan diri kita ke dalam spirit fitrah kebersamaan. Bahkan perbedaan bukan sebagai penghalang untuk kita membangun persaudaraan.

Maka, antara perayaan Idul Fitri dengan perayaan kenaikan Isa Almasih yang sama-sama dirayakan oleh umat Islam dan Kristen ini menjadi paradigma penting. Bahwa hari raya ini sebagai alternatif penting bagi kita bersama untuk kita rayakan dalam bingkai untuk mengikat kembali dengan menghijrahkan diri untuk bisa terhubung kembali dengan semangat kebersamaan dan persaudaraan.

Karena hakikat dari manusia adalah bersaudara satu sama lain. Sebagaimana prinsip perayaan Idul Fitri adalah momentum merayakan sebuah kemenangan diri setelah berpuasa selama tiga puluh hari. Maka, di sinilah kita perlu merayakan sebuah kemenangan berbasis (ftrah diri) atau semangat diri kembali ke fitrah asal bahwasanya semua manusia pasti terikat, membangun kebersamaan dan bersaudara.

Facebook Comments