“Bacalah dengan nama Tuhan,” itulah perintah pertama yang diberikan Tuhan melalui Jibril kepada Nabi Muhammad. Kejadian tersebut terjadi beribu tahun silam di belahan bumi nun jauh di sana. Sehingga ketika hal ini ditarik dalam konteks Indonesia, maka jelas lokus dan tempus ayat itu memiliki perbedaan. Walau demikian, perbedaan itu sama sekali tidak boleh dipahami kurang pentingnya ayat tersebut bagi umat Islam di Indonesia. Membaca dengan menyebut nama Tuhan adalah kalimat sakti, karena perintah ‘membaca’ disifati dengan ‘nama Tuhan’.
Membaca merupakan aktifitas padat. Membaca tidak hanya melibatkan indera, melainkan juga rasa, nalar, dan sikap yang selaras dengan apa yang dibaca. Aktifitas membaca yang sempurna membutuhkan keterlibatan aktif dari seluruh piranti kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Begitu pentingnya membaca hingga nyaris tidak ada satupun aktifitas yang bisa dilakukan dengan baik tanpa didahului dengan membaca, baik membaca tulisan maupun membaca konteks kekinian (kehidupan sehari-hari).
Dalam konteks ayat Alquran di atas, aktifitas membaca harus ‘atas nama Tuhan’. Apa artinya? Motivasi yang perlu ada di dalam kesadaran pembaca adalah semangat ketuhanan. Membaca atas nama Tuhan adalah aktifitas yang bertanggung jawab, karena sejak sebelum membaca setiap orang harus memiliki tujuan semata karena Tuhan. Jika manusia dapat membaca karena alasan dan tujuan ketuhanan (semata karena Allah), maka tidak ada lagi bahan bacaan yang terlarang untuk dibaca.
Penegasan mengenai membaca dengan nama Tuhan ini penting disampaikan mengingat munculnya ketakutan akan model atau cara membaca suatu bacaan. Hampir setiap tahun Indonesia diramaikan dengan pelarangan diskusi atau bedah buku dengan alasan yang tidak masuk akal. Pelarangan-pelarangan tersebut merujuk pada ketakutan bahwa buku akan membuat seseorang menjadi ingkar pada kebenaran (kufur). Padahal yang hakikatnya berbahaya bukanlah bahan bacaannya, melainkan cara manusia membaca dan menyikapi sebuah bacaan.
Ar Razi dalam tafsir mafatih al-ghaib memberikan ulasan yang dapat membantu kita memahami konteks ayat ini. Setidaknya ada tiga hal penting yang ia jelaskan.
وَقَوْلُهُ : { بِاسْمِ رَبّكَ } يَحْتَمِلُ وُجُوهاً أَحَدُهَا : أَنْ يَكُونَ مَحَلُّ بِاسْمِ رَبِّكِ النَّصْبَ عَلَى الْحَالِ فَيَكُونُ التَّقْدِيرُ : اِقْرَاِ الْقُرْآنَ مَفْتَتَحاً بِاسْمِ رَبِّكَ أَيْ قُلْ : بِاسْمِ اللهِ ثُمَّ اقْرَأْ ، وَفِي هَذَا دِلَالةٌ عَلَى أَنَّهُ يَجِبُ قِرَاءَةُ التَّسْمِيَةِ فيِ ابْتِدَاءِ كُلِّ سُورَةٍ كَمَا أَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى وَأَمَرَ بِهِ ، وَفِي هَذِهِ الْآيَةِ رَدٌّ عَلَى مَنْ لَا يَرَى ذَلِكَ وَاجِباً وَلَا يَبْتَدِىءُ بِهَا
“Firman Allah (bismi rabbika) mengandung beberapa aspek. Pertama, bahwa kalimat bismi rabbika (dalam kaidah ilmu Nahwu {gramatika}) menempati posisi ‘nashab’ karena berkedudukan sebagai ‘hal’ (kata keterangan). Maka, kira-kira kalimat Firman itu berbunyi, ‘bacalah Alquran (seraya dimulai) dengan nama Tuhanmu!’ bermakna ‘katakan dengan nama Tuhanmu, baru kemudian bacalah!’ Ayat ini menunjukkan wajibnya membaca ‘bismillah’ (menyebut nama tuhan) pada setiap permulaan surat sebagaimana yang Allah perintahkan. Disamping itu ayat ini merupakan sanggahan kepada orang yang memandang bahwa membaca bismillah tidak wajib, dan tidak wajib memulainya dengan bismilllah.”
وَثَانِيهَا : أَنْ يَكُونَ الْمَعْنَى اِقْرَاِ الْقُرْآنَ مَسْتَعِيناً بِاسْمِ رَبِّكَ كَأَنَّهُ يَجْعَلُ الْاِسْمَ آلَةً فِيمَا يَحَاوِلُهُ مِنْ أَمْرِ الدِّينِ وَالدُّنْيَا ، نَظِيرُهُ كَتَبْتَ بِالْقَلَمِ ، وَتَحْقِيقُهُ أَنَّهُ لَمَا قَالَ لَهُ : { ِاقْرَأْ } فَقَالَ لَهُ : لَسْتُ بِقَارِىءٍ ، فَقَالَ : { اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبّكَ } أَيْ اِسْتَعِنْ بِاسْمِ رَبِّكَ وَاتَخِذْهُ آلَةً فِي تَحْصِيلِ هَذَا الَّذِي عَسُرَ عَلَيْكَ وَثَالِثُهَا : أَنَّ قَوْلَهُ : { اْقْرَأْ بِاسْمِ رَبّكَ } أَيْ اِجْعَلْ هَذَا الْفِعْلَ لِلَّهِ وَافْعَلْهُ لِأَجْلِهِ
“Berikutnya, pengertiannya adalah ‘Bacalah al-Quran seraya memohon pertolongan melalui nama Tuhanmu!’ Artinya, ia menjadikan nama Tuhan sebagai sarana dalam meraih pelbagai hal, baik urusan agama maupun urusan dunia. Hal ini (memiliki makna yang sama) seperti ucapan, ‘kamu menulis dengan pena.’ Dan penjelasannya adalah ketika malaikat Jibril berkata kepada Muhammad, ‘iqra` (bacalah!)’, maka beliau menjawab, ‘saya bukanlah orang yang bisa membaca’. Lantas malaikat Jibril mengatakan, iqra` bismi rabbika’ artinya ‘mintalah perlindungan melalui nama Tuhanmu dan jadikan itu sebagai sarana untuk meraih hal sulit ini (membaca)! Ketiga, bahwa firman Allah, iqra` bismi rabbika, maksudnya adalah jadikanlah aktifitas ini karena Allah dan bertindaklah hanya karena-Nya.