Runtuhnya Peradaban Irak-Syria

Runtuhnya Peradaban Irak-Syria

- in Budaya, Peradaban
4972
0

Nama Irak dan Syiria belakangan tahun terakhir menjadi bulan-bulanan internasional. Konflik bersenjata masih belum mau hengkang dari dua negeri yang dulu pernah dikenal sebagai kawasan Mesopotamia.

Diambil dari ambil dari bahasa Yunani, Mosopotamia itu sendiri berarti sebuah kawasan yang berada “di antara sungai-sungai”. Dalam catatan sejarah, peradaban kawasan ini telah dimulai sejak tahun 5000 SM. Sebelum bangsa Arab mendominasi, Bumi Mesopotamia pernah menjadi hunian favorit bangsa-bangsa besar ternama seperti Sumeria, Akkadia, Babilonia, dan Asyur.

Pada masa Kuno, Kejayaan peradaban kawasan ini tergambar di masa Raja Hammurabi. Dia adalah raja besar paling berpengaruh dalam sejarah Babilonia dan berkuasa pada 1792-1750 SM. Di masanya, Hammurabi menciptakan aturan perundangan yang memuat segala aspek terkait hak dan kewajiban negara secara tertulis yang dikenal dengan Codex Hammurabi. Aturan ini juga memuat hak-hak dasar manusia yang wajib mendapat perlindungan negara.

Di masa Arab Islam kawasan Irak dan Syiria diambil alih pada masa al Khulafa’ al Rasyidun (para pemimpin tercerahkan). Kekuasaan politik Arab Islam di dua wilayah itu terjadi bersamaan dengan memudarnya dominasi politik Bizantium dan Persia. Khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib, pernah menggeser ibukota dari Madinah ke satu kawasan yang kini menjadi salah satu propinsi di Irak, Kufah.

Di masa monarki Arab Islam pertama, Dinasti Umayyah, Damaskus di wilayah Syiria menjadi ibukota kerajaan selama hampir satu abad. Sementara dinasti monarki Arab Islam kedua, Abbasyiah, memindahkan ibukota dari Damaskus Syiria ke Baghdad Irak. Baghdad menjadi ibukota selama 5 Abad hingga jatuh ditangan Hulagu Khan dari kerajaan Mongol.

Berbagai peradaban besar di atas mewariskan jutaan peninggalan berharga bagi generasi berikutnya. Keilmuan yang lahir dari penjuru Mesopotamia, terlebih di wilayah yang kini dikenal sebagai Irak dan Syiria tetap menjadi fondasi dasar untuk keilmuan modern di masa sekarang. Tak mengherankan jika julukan cradle of civilization ‘Buaian Peradaban’ melekat untuk wilayah ini.

Ironisnya, jejak kejayaan peradaban wilayah ini kini mengalami proses pemusnahan akibat teror mencekam dari sekelompok orang yang mengatasnamakan agama dan masyarakat Irak dan Syiria. Dengan sangat tega sejumlah situs dan manuskrip kuno, museum, artefak, masjid, dan makam bersejarah para tokoh besar dibombardir dan dimusnahkan. Padahal, peninggalan peradaban itu tak hanya merepresentasikan peradaban satu bangsa saja melainkan milik banyak bangsa dan peradaban kemanusiaan.

Tak pelak tak ada pilihan lain bagi seluruh manusia untuk menghentikan pemusnahan massal peradaban yang dilakukan dengan cara kekerasan tersebut. Seluruh ajakan dan buaian surga atas nama apapun yang diserukan mereka harus tak bisa dipercaya. Bagaimana mungkin kita menyerahkan peradaban besar umat manusia kepada segelintir orang yang menjadikan kekerasan sebagai basis keyakinannya?!

About the author

Adalah seorang akademisi dan aktifis untuk isu perdamaian dan dialog antara iman. ia mulai aktif melakukan kampanye perdamaian sejak tahun 2003, ketika ia masih menjadi mahasiswa di Center for Religious and Sross-cultural Studies, UGM. Ia juga pernah menjadi koordinator untuk south east Asia Youth Coordination di Thailand pada 2006 untuk isu new media and youth. ia sempat pula menjadi manajer untuk program perdamaian dan tekhnologi di Wahid Institute, Jakarta. saat ini ia adalah direktur untuk center for religious studies and nationalism di Surya University. ia melakukan penelitian dan kerjasama untuk menangkal terorisme bersama dengan BNPT.

Related Posts

Facebook Comments