Darud Dakwah Wal Irysad (DDI) secara resmi berdiri pada tahun 1947 atas kesepakatan para ulama di Sulawesi Selatan dan menunjuk Anregurutta KH. Abdul Rahman Ambo Dalle (Almarhum) sebagai pemimpin lembaga pendidikan dan kemasyarakatan ini. Sebelumnya para ulama Sulawesi Selatan telah mendirikan lembaga pendidikan Madrasah Arabiyah Islamiya (MAI) di Sengkang yang dipimpin oleh Anregurutta KH. As’ad yang merupakan perguruan Islam tertua di Sulawesi Selatan.
Anregurutta KH. Abdul Rahman Ambo Dalle sejak ditunjuk menjadi pimpinan organisasi baru ini, ia secara aktif mendirikan sekolah-sekolah di hampir semua pelosok di Sulawesi Selatan mulai dari taman kanak-kanak sampai madrasah Aliyah, bahkan ia menjelajahi provinsi-provinsi di kawasan Indonesia Timur khususnya di Kalimantan Timur, Utara, Selatan dan Barat, Sulteng dan Sulawesi Tenggara bahwa hingga ke Irian dan Jawa Timur untuk mengekspansi lembaga pendidikannya. Pada tahun 70an, DDI mulai mendirikan perguruan tinggi di hampir setiap Kabupaten di Sulawesi Selatan bahkan hingga ke Sulawesi Tengah dan Tenggara. Upaya ini tidak lain sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap agama Islam secara benar yang sesuai dengan esensi-esensi Islam itu sendiri dan ikut serta mendukung pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa ini.
Selain madrasah yang dibangun di setiap daerah, DDI juga memiliki 3 (tiga) pesantren besar di Sulawesi Selatan yang didirikan sejak awal berdirinya DDI yaitu Pesantren DDI Mangkoso, Pesantren DDI Ujung Lare, Pare-Pare dan Pesantren DDI Kaballangang. Tiga Pesantren besar ini berada dibawah asuhan langsung oleh Anregurutta KH Abdul Rahman Ambo Dalle dengan total perkiraan siswa-siswi mencapai 3000 orang. Jika jumlah siswa-siswi serta mahasiswa dan mahasiswi yang belajar di DDI saat ini mungkin merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling banyak memiliki santri-santri dan mahasiswa khususnya di kawasan Indonesia Timur, apalagi sejak tahun 2000an telah berdiri sejumlah pesantren lainnya yang didirikan dan diasuh oleh murid-muridnya sejak sang kiyai sudah tidak mampu lagi bergerak sebagaimana ketika masa mudanya.
Dalam mengembangkan lembaga pendidikan ini, Anregurutta KH. Abdul Rahman Ambo Dalle semata-mata mengharapkan dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat bahkan tidak jarang ia harus mengeluarkan uang sendiri dalam membiayai proses pembangunan madrasah-madrasah yang berada di bawah naungan organisasinya dengan berbagai usaha yang didirikan sendiri oleh sang kiyai seperti percetakan, rumah sakit bersalin, sawah, perikanan dan perkebunan. Areal-areal pembangunan pesantren yang dimiliki oleh DDI, umumnya pemberian dari pemerintah daerah dan pusat termasuk areal Pesantren DDI Ujung Lare Pare-Pare yang diberikan langsung oleh Menteri Agama RI saat itu, Syaifuddin Zuhri, Bapak dari Menteri Agama RI saat ini.
Sejak berdirinya, sudah tidak dapat dihitung berapa alumni yang telah berhasil menyelesaikan pendidikan di lembaga ini, karena selain mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat tinggi di berbagai Universitas di dalam negeri, juga tidak sedikit yang melanjutkan pendidikan ke luar negeri khususnya di Timur Tengah. Umumnya mereka mengabdi di pemerintahan khususnya di Kementerian Agama. Oleh karena itu, hampir semua pejabat-pejabat Kementerian Agama di Sulawesi Selatan dan di provinsi-provinsi lainnya seperti di Kaltim, Kalsel dan Sulawesi Tengah dan Tenggara adalah alumni DDI bahkan beberapa diantaranya menjadi Guru Besar di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei dan Singapore. Yang menarik karena tidak sedikit dari alumni pesantren ini menjadi pengusaha sukses di berbagai sektor ekonomi bahkan ada yang menjadi pesulap nasional.
Suatu hal yang perlu dicatat kenapa lembaga pendidikan seperti yang dikembangkan oleh Anregurutta Kiyai Abdul Rahman Ambo Dalle menjadi menarik bagi warga di Indonesia Timur sampai saat ini, bukankah di sana sini terdapat lembaga pendidikan yang lebih moderen dan menjanjikan pekerjaan yang lebih tepat bagi generasi muda?
Sistim pendidikan yang diterapkan di pesantren dan madrasah-madrasah DDI tidak jauh beda dengan sistim pendidikan yang digunakan lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Nahdatul Ulama (NU) yaitu kewajiban mengikuti sekolah-sekolah berjenjang seperti Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliya yang menerapkan kurikulum pendidikan Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Nasional dan kurikulum tambahan dari pesantren dan pengajian kitab-kitab kuning yang harus diikuti oleh setiap santri yang diselenggarakan setelah sholat Magrib sampai Isya dan setelah sholat Subuh sampai jam 6 pagi. Selain itu, terdapat pengajian tambahan seperti penguatan dasar dasar bahasa Arab dan dan latihan berdakwah yang diselenggarakan setiap setelah sholat Isya.
Pesantren-pesantren DDI juga menyediakan sarana-sarana olahraga yang dapat dimanfaatkan oleh santri setiap hari hari libur. Yang menarik karena, di hampir semua pesantren DDI dan madrasah-madrasahnya yang tersebar di seluruh Indonesia tidak memiliki doktrin yang spesifik sehingga setiap anak-anak yang belajar di Pesantren merasa bebas dan leluasa dan dengan mudah beradaptasi dengan siapapun dan dimanapun ketika ia keluar dari Pesantren. Mereka diajarkan sikap toleransi kepada siapapun, kemandirian, bertanggung jawab atas diri sendiri dan sopan santun kepada siapapun
Pemahaman keagamaan yang ditonjolkan adalah Islam moderat yang berdasarkan ajaran Ahlussunnah waljamaah sebagaimana yang diterapkan oleh Nahdatul Ulama. Studi keislaman yang meliputi pemikiran Islam, filsafat Islam, Tasauf dan Empat Mazhah menjadi ciri khas dalam lembaga ini khususnya di tingkat Universitas. NU memposisikan DDI sebagai mitra utama dalam menjaga, memelihara dan mempertahankan pemahaman Ahlussunah wal jamaah di Nusantara ini (Red. Lukman Hakim Saifuddin, Menag RI). Oleh karena itu, paham-paham esktrim yang suka mengkafirkan atau membid’a bid’akan tradisi dan budaya-budaya lokal yang tidak bertentang dengan ajaran Islam tidak di terima dalam organisasi ini bahkan pakaian-pakaian cingkrang-pun yang banyak digandrungi anak-anak muda sekarang yang baru belajar agama tidak ditemukan dalam lembaga-lembaga pendidikan yang ada di bawah naungan organisasi ini bahkan-bahkan tokoh organisasi ini tidak memberikan peluang bagi mereka yang ingin memanfaatkan organisasi untuk memasukkan doktrin-doktrin mereka.
Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle sendiri selama ia berdakwah senantiasa menekankan perlunya menjaga kultur dan budaya masyarakat karena ia merupakan ciri khas selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama bahkan berusaha memadukan ajaran-ajaran Islam dengan budaya lokal selama itu tidak menyangkut pokok-pokok agama seperti keimanan, kenabian dan ketuhanan.