Pandemi semacam Covid-19 atau Corona adalah salah satu hal yang mendapat perhatian Islam, terkait dalam menghadapinya. Dalam berbagai kesempatan, Nabi Muhammad mendorong umatnya untuk melakukan ikhtiyar secara lahir dan bathin dalam menghadapi penyakit semacam Corona. Salah satunya adalah tetap tenang, tidak tenggelam dalam ketakutan, namun tidak juga mengabaikan ikhtiyar lahir berupa mentaati anjuran tenaga medis.
Tidak dapat dipungkiri, umat muslim adalah salah satu pihak yang tidak hanya mengalami kerugian berupa terancamnya kesehatan sebab Virus Corona. Tapi, juga terkendala beribadah kepada Allah ta’ala. Kegiatan seperti solat Jum’at dan segala yang bersifat mengumpulkan masa, menjadi terhalang. Umat menjadi tertekan tidak hanya terancamnya kesehatannya, tapi terkengkang kebebasannya dalam menyembah Allah ta’ala.
Namun, alih-alih seperti sebagian orang yang mempunyai anggapan Corona adalah tipudaya setan untuk menjauhkan umat Islam dari masjid, ajaran Islam tidaklah seperti itu. Islam senantiasa memadukan ikhtiyar lahir dan bathin.
Baca Juga : Corona: Senasib Sepenanggungan
Tidak sembrono dalam meyakini bahwa segala sesuatu atas taqdir Allah, sehingga mengabaikan usaha untuk menghindari pandemi tersebut. Juga tidak tenggelam dalam ketakutan sehingga menafikan kemungkinan Allah berkehendak tidak tertular Virus Corona, meski berulang kali bersinggungan dengan orang yang positif terjangkit Virus Corona.
Ajaran Islam di saat pandemi
Di dalam menghadapi wabah, ada hal-hal tentang ajaran Islam yang selalu disampaikan berulang-ulang oleh para ulama’, yang hendaknya dilakukan umat muslim. Salah satunya oleh Imam Ibn Hajar Al-Asqalani dalam kitab beliau berjudul Badzlul Ma’un Fi Fadlil Thaun; sebuah kitab yang mengulas tentang tha’un, salah satu jenis pandemi yang pernah disinggung Nabi Muhammad. Ibn Hajar adalah seorang ahli hadis terkemuka dan menjadi rujukan dalam persoalan syarah hadis. Beliau adalah penyusun Kitab Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari yang terdiri dari belasan jilid. Ajaran Islam yang hendaknya dipegangi saat pandemi antara lain:
Pertama, saat ada pandemi lakukan Lock Down atau karantina kewilayahan. Hal ini disampaikan salah satunya dalam riwayat Imam Bukhari:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُوْنِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوْهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوْا مِنْهَا
Ketika kalian mendengar adanya Thaun (pandemi) di suatu daerah, maka jangan memasukinya. Dan apabila Thaun terjadi di suatu daerah sementara engkau di dalamnya, maka jangan keluar darinya
Kedua, lakukan Social Distanching atau menjaga jarak salah satunya dengan tetap di rumah. Hampir sama dengan poin pertama, menjaga jarak ini berguna untuk membatasi penularan penyakit tanpa tersisih dari keluarga sendiri. Imam Ahmad meriwayatkan hadis:
انه كان عذابا يبعثه الله على من يشاء فجعله رحمة للمؤمنين فليس من رجل يقع الطاعون فيمكث في بيته صابرا محتسبا يعلم انه لا يصيبه الا ما كتب الله له الا كان له مثل أجر الشهيد
Tha’un adalah adzab yang diutus Allah pada orang yang ia kehendaki, lalu ia menjadikannya rahmat bagi orang-orang mukmin. Maka tidak seorang pun yang mengalami wabah Tha’un lalu berdiam diri di rumah dengan sabar serta memasrahkan diri kepada Allah; tahu bahwa Tha’un tidak akan mengenainya kecuali dengan ketetapan Allah, kecuali ia memperoleh pahala layaknya pahala orang yang mati syahid.
Ketiga, tidak perlu berlebihan dalam menghadapi penularan wabah. Yakinilah bahwa selalu ada campur tangan taqdir Allah dalam penularan penyakit. Dalam artian, kontak fisik dengan penderita, tidak selalu berdampak tertular penyakit. Sehingga tidak perlu mengalami ketakutan berlebihan, meski jangan sampai juga abai pada mengisolasi diri atau menjaga jarak dengan penderita. Ketakutan berlebihan pada penyakit menular sama saja tidak mempercayai pada taqdir Allah. Imam Bukhari meriwayatkan:
لاَ عَدْوَى وَلاَ صَفَرَ وَلاَ هَامَةَ
Tidak ada penyakit menular, bulan na’as sofar serta pertanda buruk dari burung Hamah.
Keempat, wabah adalah rahmat dari Allah bagi kaum mukmin. Ia bukan semacam adzab atau hal menggerikan yang seharusnya. Hadis yang menyatakan hal ini ada pada poin kedua.
Kesimpulan
Dengan adanya dorongan bahwa segala penularan tidak dapat lepas dari taqdir Allah, manusia sedang diajarkan untuk tidak terlalu khawatir dengan asumsi-asumsi atau berkembangan penularan suatu wabah. Apalagi secara bodoh mempercayai hoax dengan alasan berhati-hati. Islam mendorong pemeluknya untuk senantiasa berikhtiyar secara lahir dan bathin menghindari penyakit menular, serta mengembalikan segala sesuatu kepada kehendak Allah ta’ala.
Islam senantiasa mengakomodir pendapat ahli medis tentang suatu penyakit. Sama seperti halnya pemerintah yang senantiasa memiliki pertimbangan-pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang bersinggungan dengan ajaran agama serta medis. Kebijakan berupa anjuran mengisolasi diri, menjaga jarak, karantina bagi yang kemungkinan terpapar dalam menghadapi virus Covid-19 bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam. sehingga tidak sepatutnya dibentur-benturkan dengan hal lain dan dinyatakan sebagai bentuk pelemahan agama. Wallahu a’lam bishshowab.