Islam dan Perlindungan terhadap Buruh

Islam dan Perlindungan terhadap Buruh

- in Narasi
390
0
Islam dan Perlindungan terhadap Buruh

Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah resmi disahkan di rapat paripurna DPR kemarin (5/10/2020). Di luar parlemen ada banyak sekali aksi untuk menolak pengesahan RUU ini yang dipandang akan merugikan para pekerja dan buruh. Masih banyak pasal yang menjadi sorotan.

Tulisan ini tidak ingin masuk dalam perdebatan UU Cipta Kerja itu, namun ingin memotret Islam melihat buruh atau pekerja ini. Sejauhmana Islam memiliki konsen besar dalam melindungi para pekerja?

Bekerja adalah suatu kewajiban bagi semua manusia untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Islam sendiri mengharuskan manusia untuk bekerja (QS. At-Taubah [9]). Dalam pekerjaan ada kalanya ia berdikari dengan membangun bisnis sendiri, ada pula yang bekerja terhadap orang lain. Pada poin kedua ini dikenal dengan relasi buruh-majikan.

Islam ternyata mempunyai konsen besar terhadap relasi kelompok pekerja dan orang yang memanfaatkan jasa pekerja. Kenapa demikian? Islam lahir di tengah iklim perbudakan yang sangat menindas. Kelompok pekerja pada zaman pra Islam sangat ditindas dan pola relasinya tidak seimbang.

Islam kemudian membangun relasi buruh atau pekerja dengan majikan dalam komitmen persaudaraan. Misalnya, Rasulullah SAW bersabda: “Para perkerja adalah saudaramu yang dikuasakan Allah kepadamu. Maka barang siapa mempunyai pekerja hendaklah diberi makanan sebagaimana yang ia makan, diberi pakaian sebagaimana yang ia pakai, dan jangan dipaksa melakukan sesuatu yang ia tidak mampu. Jika terpaksa, ia harus dibantu” (HR. Ahmad).

Penegasan sangat penting dan bagaimana sebenarnya Islam memandang buruh. Pekerja adalah bagian saudara dari yang mempekerjakan. Mereka itu adalah amanat dari Allah untuk diberikan hak yang memadai dan tidak boleh diperlakukan semaena-mena. Prinsip persaudaraan ini menjadi prinsip agar majikan tidak memperlakukan buruh sebagai orang yang berbeda.

Selanjutnya, pemenuhan dan menyegerakan hak menjadi konsen utama bagi Rasullah. Hadis yang cukup terkenal adalah Rasulullah SAW bahwa “berikanlah upah sebelum keringat si pekerja kering”. Dalam hadist lain di hadis qudsi dari Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad SAW meriwayatkan: “Ada tiga orang, yang akan menjadi musuh-Ku pada hari kiamat: … orang yang mempekerjakan seorang buruh, si buruh memenuhi tugasnya, namun dia tidak memberikan upahnya (yang sesuai).” (HR. Bukhari dan Ibn Majah).

Perlakuan semena-mena terhadap pekerja bukan hanya perilaku yang sangat dibenci tetapi juga termasuk musuh-musuh Allah. Pekerja adalah titipan yang juga membantu pekerjaan orang yang memberikan pekerjaan. Karena itulah relasinya harus seimbang. Itulah prinsip Islam.

Namun, buruh juga mempunyai tanggungjawab. Dan Rasulullah tidak main-main untuk memperingatkan para buruh. Misalnya, Rasulullah bersabda: “Tidak masuk Surga orang pelit, penipu, pengkhianat, dan orang yang jelek pelayananannya terhadap majikan. Sedangkan orang yang pertama kali mengetuk pintu Surga adalah para buruh yang baik terhadap sesamanya, taat kepada Allah, dan kepada majikannya.” (HR. Ahmad).

Pekerja harus jujur, tanggungjawab dan memberikan pekerjaan secara professional. Jika pekerjaan itu sudah dilakukan maka buruh berhak mendapatkan hak yang semestinya. Sebaliknya jika perilaku pekerja juga jelek apalagi pengkhianat akan mendapatkan resiko yang juga tidak baik.

Terpenting di sini perlu ditegaskan bahwa Islam menempatkan relasi pekerja atau buruh dengan majikan itu secara sama. Buruh-majikan adalah relasi persaudaraan. Karena itulah, perlindungan dan pemenuhan hak dan tanggungjawab adalah proporsional. Hubungan kerja dalam Islam adalah kemitraan yang saling membutuhkan layaknya saudara yang saling membantu. Itulah Islam memandang buruh.

Facebook Comments