Jangan Pecah, Kita Satu Wadah!

Jangan Pecah, Kita Satu Wadah!

- in Narasi
1995
0

Bulan Agustus adalah bulan yang penuh berkah. Disebut demikian karena banyak hal, Indonesia merdeka adalah salah satu alasannya. Sangat mudah dan harus dibayangkan betapa bahagianya para pejuang kemerdekaan kala itu ketika pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaannya kepada seluruh dunia, menjadi sebuah negara baru (Republik Indonesia-red).

Kini, usia Republik Indonesia tak lagi muda. 72 tahun sudah negeri ini bebas dari penjajahan bangsa asing. Di awal kemerdekaan, tantangan terberat sekaligus terbesar adalah mempertahankan kemerdekaan dari pihak asing yang kala itu tidak ingin move on menjajah dan menjarah kekayaan Indonesia. Kekuatan fisik dan non-fisik sudah pasti menjadi modal utama. Bagi angkatan 45 ini, semboyan mereka hanya satu: Merdeka atau Mati!, bukan “Merdeka lalu Mati.”

Pada masa selanjutnya, tantangan Indonesia saat itu adalah bagaimana membangun sistem negara Indonesia. Berbagai dinamika pun sudah mulai bergerilya. Pergeseran perjuangan pun sudah mulai bergeser, yakni tidak lagi bertempur secara fisik, melainkan sudah adu gagasan dan konsep-konsep.

Sampai kemudian secara sadar dan terencana para ormas, gerakan pemuda dan LSM bersatu padu merebut demokrasi yang kala itu dipercaya telah dibajak dan dinikmati oleh kelompok tertentu saja, sementara selain mereka dijadikan tumbal. Puncak kekecewaan, keprihatinan sekaligus kekritisan masyakat kala itu adalah lahirnya reformasi. Pasca reformasi, banyak prestasi yang ditorehkan oleh segenap bangsa Indonesia, baik di kancah nasional maupun internasional.

Namun, di tengah prestasi itu, Indonesia lepas dan bebas dari berbagai ancaman akan menjadi negara gagal. Justru bersamaan dengan prestasi itulah, Indonesia sedang dalam menghadapi persoalan yang krusial, baik di bidang politik, agama, ekonomi, budaya, keamanan dan pertahanan.

Secara akurasi, saat ini Indonesia masih dalam kondisi aman. Artinya, gesekan-gesekan yang terjadi belum sampai tarah menyedihkan sebagaimana yang terjadi di daerah konflik seperti Timur Tengah. Namun, semua itu tidak bisa dianggap aman dan meninabobokkan. Ingat! Indonesia adalah bangsa besar dan beragam.

Kondisi itulah yang sejatinya rawan dan sangat mudah sekali menghancurkan bangsa yang bertipe seperti Indonesia. Sebab, kondisi masyarakat dan berbagai aspek kehidupan yang beragam ini mudah di adu domba dan lain sebagainya. Apalagi dalam geopolitik dunia terbaca sangat kentara ada semacam agenda proxy war; sebuah cara menghancurkan suatu negara melalui pihak ketiga.

Untuk itu, tantangan kemerdekaan saat ini adalah bagaimana merawat keragaman sebagai kekuatan besar. Komposisi Indonesia yang besar dan beragam ini jangan bak buih yang mudah hancur, melainkan harus menjadi ombak.

Bersama-sama Membangun Indonesia Damai

Sangat populer di masyarakat kita sebuah pepatah: “Bersatu kita teguh, berkotak-kotak kita runtuh”. Banyak ungkapan yang senada, misalnya: “pelangi itu Indah karena banyak warna.” Jadi, satu hal yang harus disadari oleh segenap masyarakat Indonesia tanpa terkecuali adalah Indonesia sudah mengantongi satu modal utama menjadi negara maju dan sejahtera, yakni keaneka ragaman.

Sebab, orang bijak pernah berujar: “Canggihnya perlengkapan senjata bukanlah ukuran untuk mendapatkan sebuah kemenangan. Tekad kuat dan persatuan adalah modal utama meraih kemenangan hakiki.

Jadi, dalam konteks meraih dan memenuhi janji kemerdekaan, tidak ada cara lain selain mengencangkan sabuk kebersamaan. Padadigma toleransi menjadi kunci utama hidup harmoni dan meraih kemuliaan.

Untuk itu, mari tinggalkan agenda yang tidak memberikan manfaat sedikitpun bagi bangsa dan negara ini, seperti; pertama, menyalahkan Pancasila. Moqsith Ghazali (2015) melalui metode Maslahah-mursalah, para ulama Indonesia memutuskan dan menerima dengan sepenuh hati Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang final. Alasan mendasar dan mendalamnya adalah, Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan Alquran maupun hadis, serta Pancasila menyatukan; menjadi payung bagi semua golongan dan etnis yang berbeda sehingga bisa menghindarkan bangsa ini dri bahaya disintegrasi.

Kedua, menebar permusuhan. Dalam Islam, bahkan hampir seluruh agama, yang disebut musuh bersama (Common enemy) bukanlah golongan, kelompok, etnis, suku dan agama. Musuh bersama kita adalah ketidakadilan dan kelompok yang selalu bikin onar sehingga menyebabkan ketidakamanan dan sejenisnya.

Ketiga, hilangkan rasa saling curiga. Dalam konteks berekerjasama dalam kebaikan, rasa curiga harus dihilangkan. Lagu kita masih sama, Indonesia raya. Wadah kita masih sama, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Mengakhiri uraian ini, penulis sungguh mewanti-wanti seluruh masyarakat Indonesia bahwa kita satu wadah, sehingga jangan sampai pecah! Hidup damai dan indah adalah sesuatu yang mudah diwujudkan asalkan basiskebersamaan dan persatuan benar-benar dikokohkan.

Facebook Comments