Kaidah Fikih Bermedia Sosial

Kaidah Fikih Bermedia Sosial

- in Keagamaan
464
0
Kaidah Fikih Bermedia Sosial

Ujaran kebencian, fitnah, hasutan dan provokasi yang dibungkus dalam bentuk disinformasi dan misinformasi telah menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat kita. Sangat susah membedakan fakta dan rekayasa, kebenaran dan kebohongan serta informasi dan provokasi. Setiap hari baik sengaja ataupun tidak sengaja kita selalu berhadapan dengan berbagai informasi yang kadang kala membuat kita mengernyitkan dahi. Ini benar atau tidak?

Sayangnya, ukuran kita dalam menilai informasi kebanyakan bukan pada kadar kebenaran, tetapi lebih pada kesukaan dan selera berdasarkan nilai dan kepentingan yang kita anut dan yakini atau kita kenal dengan post truth. Suatu berita dianggap benar dan dibaca jika mendukung asumsi dan keyakinan kita. Informasi yang dianggap membenarkan keyakinan dan pandangan menjadi seolah benar dan layak dibaca. Sementara terkadang kita menampik informasi yang tidak sesuai selera walaupun itu berasal dari sumber yang valid.

Parahnya, algoritma media sosial dan mesin pencarian justru secara otomatis mempersonalisasi konten yang diberikan kepada pengguna berdasarkan sejarah pencarian, klik, dan perilaku online mereka atau yang dikenal dengan filter buble. Filter bubble menciptakan lingkungan online di mana pengguna lebih cenderung melihat konten yang sesuai dengan pandangan, preferensi, dan kepercayaan yang mereka miliki, sementara konten yang bertentangan atau berbeda sering kali disembunyikan atau kurang ditampilkan.

Kondisi tersebut menyebabkan pengguna media sosial dan alat pencarian online lainnya terjebak dalam lingkungan online yang membatasi pandangan mereka untuk menjadi terbuka. Mereka menjadi terkungkung dan hanya melihat informasi sesuai dengan keyakinan dan opini mereka sendiri. Di sinilah, potensi penggunan media sosial terpapar dengan apa yang hanya mereka yakini dan gandrungi. Pandangan netizen tidak menjadi lebih terbuka dan kurang obyektif, tetapi justru menjadi ekslusif dan kerdil.

Nah, dari sekarang kita harus berhati-hati dalam memilih informasi bukan asal telan dan sebarkan. Kita harus mulai mempertimbangkan agar kecenderungan kita, histori pencarian kita, dan aktivitas online kita menjadi lebih terbuka dan obyektif.

Kita akan belajar bagaimana sebenarnya kita punya prinsip dalam bermedia sosial melalui aktivitas membuat, menerima dan menyebarkan informasi dengan beberapa kaidah fikih. Kaidah fikih merupakan ketentuan umum (dominan) yang dapat diterapkan terhadap kasus-kasus yang menjadi cakupannya agar kasus tersebut dapat diketahui status hukumnya. Kaidah fikih merupakan metode deduktif dalam membedah kasus hukum keagamaan, tetapi menjadi sangat bermanfaat sebagai pedoman etis dalam kehidupan sehari-hari.

5 Kaidah Fikih dalam Bermedia Sosial

Kaidah fikih berikut akan menjadi pedoman etis kita dalam bermedia sosial dan prinsip moral dalam menangkal hoax dan ujaran kebencian di dunia maya.

Pertama, bahwa tulisan itu memiliki hukum yang sama dengan ucapan. Kaidah itu berbunyi:

اَلْكِتَابُ كَالْخِطَابِ

Artinya: “Tulisan sebanding dengan ucapan.”

Saya kira ini prinsip penting pertama yang harus disadari oleh para pengguna medsos. Karena kadang kita merasa bahwa kawah dunia maya yang bebas, lintas batas dan anonymous seolah tanpa ada aturan dan tanggungjawab. Muncullah orang-orang yang terjerat hukum dan menyesal serta menjadi sial karena bermedia sosial.

Para netizen harus menyadari bahwa sejatinya memposting status sebenarnya memiliki kadar yang sama dengan mengucapkan. Jika berbicara bohong itu dosa dan salah, begitu menulis kebohongan juga dosa dan dapat terjerat hukum. Jika memfitnah, mencaci maki, dan menghasut menggunakan lisan itu dosa dan salah, sesungguhnya postingan dengan cacian, makian dan hasutan juga sama. Itulah prinsip pertama yang harus dipegang.

Kedua, ambil informasi yang meyakinkan dan buang yang meragukan, apalagi tidak jelas sumbernya. Prinsip ini sejalan dengan kaidah fikih berikut :

اَلْيَقِيْنُ لاَ يُزَالُ بِالشَّكِّ

Artinya : “Keyakinan tidak bisa dikalahkan dengan keraguan”

Keyakinan merujuk pada sesuatu yang sudah jelas kredibilitas dan validitas informasinya. Jika anda menemukan informasi yang menurut anda ragu segera bandingkan dengan informasi yang kredibel dari sumber mainstream dan terpercaya. Sumber yang diyakini kebenarannya tidak bisa dikalahkan dengan informasi broadcast yang tidak jelas sumbernya.

Banyak kita jumpai akun media sosial yang hanya mengcapture berita tertentu, atau memberikan link informasi berdasarkan web tertentu yang tidak jelas sumbernya. Jika menjumpai hal seperti itu, bandingkan dengan sumber yang meyakinkan. Cari website informasi yang kredibel untuk mendapatkan informasi yang lebih valid dan kredibel.

Ketiga, jangan pernah mengambil informasi dari sumber yang meragukan. Prinsip ini masih turunan dari kaidah sebelumnya tentang keyakinan yang tidak bisa dikalagkan dengan kraguan. Kaidahnya sebagai berikut :

لاَعِبْرَةَ للِتَّوَهُّمِ

Artinya : Praduga/prasangka yang lemah (wahm) tak dapat dijadikan acuan hukum”.

Apapun informasi yang beredar dari sumber tidak terpercaya atau dari sekedar akun media sosial tidak layak dijadikan sumber pengetahuan kita apalagi dijadikan sandaran hukum. Keputusan apapun yang anda pilih tidak boleh disandarkan atas pra sangka dan praduga yang didapatkan dari informasi yang meragukan, apalagi akun media sosial dan website abal-abal.

Keempat, jika mengambil postingan itu haram, maka haram pula menyebarkannya.

مَاحَرُمَ أَخْذُهُ حَرُمَ اِعْطَاءُه

Artinya: “Sesuatu yang haram diambil haram pula diberikan.”

Pengertian kaidah ini adalah bahwa barang yang haram diambil sama juga statusnya ketika disebarkan. Jika postingan bohong itu tidak baik untuk dikonsumsi, sejatinya tidak baik pula untuk disebarkan. Jika menurutmu postingan informasi itu buruk dan berdosa, maka menyebarkannya juga berdosa.

Jangan menjadi biang keladi keburukan yang menimpakan keburukan terhadap orang lain. Apa yang dipandang buruk untuk dibaca dan disimpan, sejatinya juga tindakan buruk untuk menyebarkannya.

Kelima, Jika informasi tidak berguna dan bermanfaat, abaikan saja. Berikut kaidahnya :

اِذَاتَعَذَّرَاِعْمَالُ اْلكَلاَمِ يُهْمَلُ.

Artinya: “Jika sulit memfungsikan sebuah ungkapan, maka diabaikan.”

Jika menurutmu informasi, pernyataan dan berita itu tidak masuk akal atau sulit dicerna secara logika maka abaikan. Jika suatu pagi anda mendapatkan informasi ditemukan putri duyung atau ada UFO mendarat di sawah, abaikan karena itu tidak masuk akal sehat kita.

Berita-berita di tahun politik akan banyak bertebaran dan pertimbangkan akal sehat dan nalar kritis kita. Meninggalkan sesuatu yang tidak masuk akal adalah cara terbaik sebelum anda akan tersesat dan lebih-lebih berdampak menyesatkan orang lain.

Tentu saja masih banyak kaidah-kaidah fikih lain yang menarik dijadikan pedoman etis dan teknis dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam mengkonsumsi informasi. Intinya, berhati-hatilah dalam menerima, mencerna dan menyebarkan informasi atau anda akan mendekam di balik jeruhi besi.

Facebook Comments