KARENA KITA BERPUASA

KARENA KITA BERPUASA

- in Narasi
3265
0

Selain bermakna ibadah, Puasa juga momentum yang dapat mendorong untuk kembali pada jati diri manusia sesungguhnya, sebagai manusia biasa yang punya banyak kurangnya. Karena puasa adalah rem untuk laju ke-diri-an kita yang tidak jarang berjalan zigzag dan cenderung membahayakan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Dalam berpuasa kita diajarkan menge-rem sejenak keinginan untuk terus-terusan memanjakan mulut dan perut dengan makanan dan minuman. Semua dilakukan bukan karena tidak mampu membelinya, tetapi karena kita memang sengaja sedang melakukan fungsi pengereman.

Implikasi dari fungsi rem pada ibadah puasa harusnya melahirkan muslim pada bentuk asalnya –yang biasa saja dan banyak kurangnya—manakala bulan puasa tiba. Mereka yang urakan dalam bersorban akan langsung kembali menjadi sopan, karena ibadah puasa sedang mereka lakukan. Sementara mereka yang lain, yang terlihat sangat rajin menghasut dan memfitnah, akan langsung kembali sujud dan pasrah, karena ibadah puasa sedang menebar berkah. Idealnya, ibadah puasa dapat membuat kita menjadi lebih tenang karena, jangankan amarah dan bertindak urakan, makan dan minum saja -yang notabenenya sangat kita butuhkan- bisa kita tahan, apalagi cuma marah-marah… ah, enteng itu mah!

Namun fakta yang terjadi di depan mata terlalu sering tidak sesuai dengan bayangan di kepala. Sikap berlebihan dalam beragama masih kerap terjadi, kecenderungan untuk memaki dan manghakimi masih juga belum dikurangi. Akibatnya, tidak makan dan minum, iya, tapi tidak menjaga perdamaian juga iya. Lah!

Beberapa kalangan misalnya, masih sempat mencak-mencak saat menteri agama Lukman hakim mengijinkan warung tetap buka di siang hari selama bulan puasa. Bagi mereka yang mencak-mencak itu, warung yang tetap buka di siang hari adalah sebuah masalah besar, terutama bagi mereka yang sedang dilanda lapar. Mereka pun menuntut agar warung tutup, alasannya demi menghormati muslim yang sedang berpuasa. Tunggu dulu, kita sedang membahas tentang ibadah puasa kan? Bukan tiang bendera saat upacara, jadi mengapa minta dihormati?

Sikap menghormati idealnya dilakukan oleh kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas, bukan sebaliknya. Sehingga, muslim yang merupakan kelompok mayoritas di negeri ini tidak perlu memaksa kelompok lain yang tidak menjalankan puasa untuk repot-repot menghormati ibadah kita. Kan kita yang melakukan ibadah, kenapa malah mereka yang harus repot?

Berbeda dengan ibadah yang lain, puasa adalah ibadah yang sifatnya rahasia. Hanya tuhan dan pelakunya saja yang tahu apa yang terjadi sebenarnya. Ibadah ini tidak dapat dipertontonkan, apalagi dipaksakan. Kita hanya bisa menyaksikan seseorang melakukan sahur dan berbuka, tapi kita tidak pernah tahu apakah orang tersebut benar-benar berpuasa, dan itu juga bukan urusan kita. Karena puasa sepenuhnya hanya untuk Allah saja, bukan kita.

Dalam sebuah hadis shohih Muslim disebutkan bahwa Rasul SAW bersabda, “Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan dari 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), ‘kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makannya demi Aku.” (HR. Muslim, No. 1151).

Allah sendiri yang menegaskan bahwa ibadah puasa itu hanya ditujukan untuk Allah, bukan ke yang lain, seperti penjual warung misalnya. Dan hanya Allah sendiri pula yang tahu ganjaran pahala yang akan diterima seorang hamba yang berpuasa, karena Allah menyatakan bahwa ‘Aku sendiri yang akan membalasnya’.

Hal ini mengajarkan bahwa ibadah puasa sama sekali bukan tentang arogansi minta dihormati, apalagi sampai main hakim sendiri. Karena inti dari puasa adalah menahan diri; bukan saja dari minum dan makan, tetapi juga dari kemarahan dan kesombongan.

Selamat berpuasa!

Facebook Comments