Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

- in Narasi
20
0
Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

Ancaman terorisme yang terus berkembang bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan pendekatan konvensional atau sekadar reaktif. Untuk itu, diperlukan suatu upaya yang lebih holistik dan terkoordinasi, yang melibatkan semua sektor dalam masyarakat. Pendekatan Pentahelix, yang menggabungkan peran pemerintah, akademisi, bisnis, masyarakat sipil, dan media, menjadi salah satu model yang dapat mengoptimalkan pencegahan dan penanggulangan terorisme secara menyeluruh. Di Indonesia, Pancasila hadir sebagai landasan yang tidak hanya memperkokoh kebijakan, tetapi juga memastikan bahwa setiap langkah yang diambil selaras dengan nilai-nilai luhur yang menjadi dasar negara.

Pancasila, sebagai ideologi negara Indonesia, mengandung nilai-nilai yang mendalam tentang keadilan, persatuan, kemanusiaan, dan ketuhanan. Nilai-nilai tersebut, jika dipahami dan diterapkan dengan baik, dapat menjadi dasar yang sangat kuat dalam merancang strategi penanggulangan terorisme. Dalam pandangan Pancasila, terorisme bukan hanya sebagai ancaman terhadap satu negara atau satu kelompok, tetapi sebagai ancaman terhadap martabat kemanusiaan, keadilan sosial, dan perdamaian dunia secara keseluruhan.

Indonesia, dengan Pancasila sebagai pedomannya, memiliki posisi yang sangat strategis dalam dunia internasional untuk berperan aktif dalam menjaga ketertiban dunia. Oleh karena itu, Pancasila cocok untuk di terapkan dalam penanggulangan terorisme yang sering kali melibatkan ideologi ekstrem, meskipun telah melampaui batas-batas negara.

Dalam menghadapi terorisme, pencegahan lebih penting daripada penindakan. Dengan pencegahan, serangan terorisme yang sering kali memiliki dampak yang luas dan jangka panjang, baik terhadap kehidupan manusia maupun terhadap stabilitas sosial dan politik akan dapat di tanggulangi sebelum terjadi. Oleh karena itu, merawat kesiapsiagaan dan daya tangkal terhadap ancaman terorisme sangat penting, bahkan ketika ancaman tersebut belum terwujud dalam bentuk serangan nyata.

Konsep kesiapsiagaan yang dimaksud bukan hanya kesiapan aparat keamanan dalam merespons serangan teror, tetapi juga kesiapan masyarakat dalam mengenali tanda-tanda awal radikalisasi dan potensi terorisme. Masyarakat yang teredukasi dengan baik mengenai cara mengenali dan merespons radikalisasi dapat menjadi garda terdepan dalam pencegahan terorisme. Sejalan dengan prinsip Saddu al-Dari’ah yakni mencegah potensi kerusakan sebelum terjadi.

Pendekatan Pentahelix menawarkan cara yang holistik untuk merawat kesiapsiagaan. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan memiliki peran penting dalam menciptakan regulasi yang tegas, namun adil, yang tidak hanya menanggapi terorisme setelah terjadi, tetapi juga mencegahnya dari akar penyebabnya.

Akademisi berperan dalam memberikan penelitian yang mendalam mengenai radikalisasi, serta mengembangkan model-model pencegahan yang efektif. Bisnis dapat berperan dalam menciptakan lapangan kerja yang dapat mengurangi potensi kerentanan sosial, sementara media dan masyarakat sipil berperan dalam memperkuat kesadaran akan pentingnya kebersamaan dan toleransi dalam kehidupan berbangsa.

Seringkali kita melihat bahwa banyak negara, termasuk Indonesia, merasa lebih aman ketika tidak ada serangan teror yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Namun, harus dipahami bahwa realitas zero terrorist attack atau nihilnya serangan teror bukan berarti ancaman telah hilang, tetapi justru merupakan indikator bahwa pencegahan yang telah dilakukan mungkin berjalan dengan efektif. Namun, hal ini juga bukan alasan untuk berhenti berupaya, karena seperti yang sering dikatakan, “terorisme adalah ancaman laten” yang selalu ada di balik bayang-bayang, menunggu momen yang tepat untuk muncul.

Konsep zero terrorist attack harus dibaca secara konstruktif. Alih-alih menjadi alasan untuk merasa puas dan berhenti berusaha, pencapaian nihilnya serangan teror justru harus dilihat sebagai bukti bahwa berbagai upaya pencegahan yang telah dilakukan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global, mulai membuahkan hasil. Dengan zero terrorist attack, momen untuk terus menjaga dan memperkuat kerja sama antara berbagai elemen masyarakat, karena kesiapsiagaan dan daya tangkal terhadap terorisme harus terus ditingkatkan.

Penting untuk membangun konstruksi positif di sekitar pencapaian ini. Realitas zero terrorist attack seharusnya tidak membuat kita terlena, melainkan semakin menguatkan komitmen kita untuk menjaga kesigapan. Di tengah kondisi nihilnya teror, kita justru harus menjaga momentum dengan memperkuat program-program yang telah ada, memperbaiki kelemahan yang masih ada, dan terus berinovasi dalam menciptakan kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Pendekatan Pentahelix menyatukan lima elemen kunci dalam masyarakat untuk bekerja sama dalam upaya penanggulangan terorisme. Di negara Indonesia dengan melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dunia usaha, dan media dalam suatu kolaborasi yang terorganisir dengan baik. Setiap elemen memiliki peran yang sangat penting untuk memastikan bahwa semua aspek yang dapat menjadi potensi ancaman terorisme dapat diantisipasi dengan baik.

Pemerintah berperan dalam merancang kebijakan yang tegas dan efisien, sementara akademisi membantu mengembangkan teori dan praktik yang dapat dipakai dalam pencegahan terorisme. Dunia usaha dapat membantu menciptakan lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi kerentanan sosial, dan media memiliki peran dalam membentuk opini publik yang sadar akan pentingnya menjaga perdamaian dan toleransi. Masyarakat sipil berperan penting dalam menciptakan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pencegahan radikalisasi. Dengan pencegahan terorisme akan lebih efektif, karena tidak hanya melibatkan aspek penindakan tetapi juga pencegahan yang komprehensif di segala lini kehidupan.

Pendekatan Pentahelix dalam penanggulangan terorisme merupakan suatu model yang berpotensi besar untuk menciptakan keamanan yang berkelanjutan. Dengan menggunakan Pancasila sebagai pedoman dalam kerangka kebijakan nasional, Indonesia dapat memperkuat ketahanan terhadap terorisme baik di tingkat domestik maupun global. Dalam zero terrorist attack, kita harus tetap menjaga kesiapsiagaan dan daya tangkal, karena terorisme adalah ancaman yang selalu ada. Pencegahan harus menjadi fokus utama, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam upaya menjaga perdamaian dan ketertiban.

Facebook Comments