Tumbuh subur dan berkembangnya isu khilafah di tengah masyarakat Indonesia, meski tidak sesuai dengan falsafah dasar negara Republik Indonesia, menjadi tantangan bagi ideologi negara kesatuan republik Indonesia. Pancasila yang menjadi ideologi negara kesatuan republik Indonesia sesuai dengan prinsip dasar syariat Islam, dalam Pancasila tidak terdapat satu kalimat pun yang bertentangan dengan syariat Islam dan ajaran agama lainnya yang sudah diakui secara konstitusional dalam UUD 1945.
Negara kesatuan Republik Indonesia bukan negara agama dan juga bukan negara sekuler, bahkan bukan negara yang bukan-bukan. Indonesia merupakan negara hukum yang mengakui eksistensi masyarakat yang meyakini agama dan keyakinanya masing masing. Sungguh merupakan aplikasi dari contoh yang telah dibentuk oleh Rasulullah di negara Madinah dengan mengakomodir semua agama, bahkan suku yang tidak beragama pun disatukan dalam wadah negara yang dipimpin Rasulullah yaitu negara Madinah.
Sistem yang dibangun Rasulullah dan kaum mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah, jika dilihat dari segi praksis dan diukur dengan variabel-variabel politik di era modern saat ini, dapat dikatakan bahwa sistem tersebut merupakan sistem politik par excellence. Sehingga jika dilihat dari tujuan-tujuan, motif-motifnya, dan fundamental maknawi dimana sistem itu berpijak, tidak salah untuk dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem relijius.
Dengan demikian, suatu sistem dapat menyandang dua karakter sekaligus, karena hakikat Islam yang sempurna telah merangkum urusan-urusan materi dan ruhani. Termasuk mengurus perbuatan-perbuatan manusia dalam kehidupannya di dunia dan akhirat.
Dalam politik Islam dikenal konsep kepemimpinan, untuk memahami konsep kepemimpinan maupun jenis negara yang ada dalam khasanah Islam tersebut, perlu untuk terlebih dahulu memahami definisi makna dari konsep kepemimpinan baik dari sisi etimologi maupun terminologi.
Diantara konsep kepemimpinan negara, terdapat berbagai sebutan untuk kepala negara, seperti; khalifah, amirul mu’minin, imam, sulthon, Perdana Menteri dan Presiden. Semua gelaran itu tidak ada yang bertentangan dengan hakekat syariat Islam diciptakan oleh Allah SWT untuk kemaslahatan umat manusia dan makhluk Tuhan lainnya.
Cita-cita dan harapan dari segelintir komunitas yang mewacanakan mengganti model negara bangsa menjadi negara agama mungkin juga hanya ilusi dan hayalan belaka. Sebab model negara yang ada saat ini sudah final dan jelas dari sisi arah, tujuan, sistem dan mekanisme ketatanegaraannya. Sementara model negara yang diwacanakan belum jelas arah, tujuan, sistem dan mekanisme ketatanegaraanya.
Seluruh generasi muda, terutama para bapak bangsa, harus belajar mengisi kemerdekaan ini dan memahami dinamika politik yang sangat tinggi sebagai salah satu ciri bangsa yang sedang berkembang. Agar para generasi muda tidak mudah kena penyakit ‘galau’ yang berakibat pada hilangnya jati diri sebagai generasi harapan bangsa yang wajib mempersiapkan diri untuk mengisi sistem bernegara yang sudah dipersiapkan oleh para founding fathers melalui tetesan keringat, air mata dan darah.
Pada satu sisi, fenomena ‘prilaku galau’ dari sebagian anak bangsa yang mewacanakan dan bahkan memobilisasi massa untuk mendukung konsep khilafah menjadi tanggung jawab bersama, tidak terkecuali orang tua, guru, tokoh pendidik dan tokoh masyarakat lainnya. Pada sisi lain, tentu sangat mendesak bagi seluruh lapisan masyarakat dan semua komponen bangsa untuk ikut serta mengambil peran strategis dalam menyiapkan serta meningkatkan wawasan kebangsaan dan memperkuat semangat nasionalisme keindonesiaan yang berlandaskan pada empat konsensus dasar bernegara (Pancasila, UUD 195, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI).
Sebagai manusia Indonesia yang berwatak republik, tentu sikap diam bukanlah cara cerdas dan tuntas dalam menghadapi fenomena bergelindingnya ‘bola hantu’ bernama negara agama yang bermimpi bisa menjebol pertahanan kekuatan negara bangsa yang sejak dilahirkan oleh para tokoh-tokoh bangsa telah menjadikan nilai-nilai agama sebagai dasar dan falsafah yang tidak terkalahkan dengan faham-faham yang berkembang dan diterapkan pada banyak Negara.
Jati diri bangsa para generasi muda harus dikokohkan dalam mempertahankan Pancasila sebagai falsafah dasar bernegara, dan bukan falsafah dasar beragama. Bila langkah pasti tersebut dapat diwujudkan dalam segala gerak-gerik berbangsa, wacana negara apapun pada akhirnya tidak akan dapat menggoyahkan semangat nasionalisme kebangsaan dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.