Khilafahisme dan Negara Hukum

Khilafahisme dan Negara Hukum

- in Kebangsaan
5232
0

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechstaat), bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat), demikian sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Negara hukum selalu dikaitkan dengan Sistem konstitusional, artinya pemerintahan berjalan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Kebijakan-kebijakan pemerintah harus dilakukan berdasarkan aturan atau ketetapan yang telah disepakati bersama, bukan berdasarkan hasrat atau keinginan dari penguasa atau kelompok tertentu.

Menurut Aristoteles, ide negara hukum secara teori ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. la menyatakan: “Aturan yang konstitusional dalam negara berkaitan secara erat juga dengan pertanyaan kembali apakah lebih baik diatur oleh manusia atau hukum terbaik, selama suatu pemerintahan menurut hukum”. Oleh sebab itu supremasi hukum diterima oleh Aristoteles sebagai tanda negara yang baik, dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tak layak.

Ide negara hukum, bagi Aristoteles, adalah adanya sebuah negara dimana yang memerintah dalam negara itu bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil serta kesusilaan yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Manusia perlu dididik menjadi warga yang baik, yang bersusila, yang akhirnya akan menjelmakan manusia menjadi makhluk yang bersikap adil.

Kedaulatan Indonesia sebagai negara hukum tertuang dalam pembukaan UUD 1945 paragraf terakhir, yakni:

“ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlahkemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila ”

Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk mewujudkan hal itu diperlukan sebuah aturan dasar berupa konstitusi, yakni UUD 1945. Dus, UUD 1945 adalah landasan konstitusional bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, Pancasila berfungsi sebagai jiwa semangat konstitusi UUD 1945, sehingga Pancasila dapat dikatakan sebagai sumber hukum. Artinya, dalam menjalankan roda pemerintahan atau negara, pemerintah mendasarkan kebijakannya pada Pancasila. Terutama dengan menengok pada fakta dan yuridis bangsa Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu pulau, 1.128 suku bangsa, 546 bahasa, bermacam adat istiadat dan agama, singkatnya, NKRI dibentuk untuk melindungi keanekaragaman tersebut, bukan malah menghancurkan keberagamana dan menggantinya dengan keseragaman.

Maraknya isu-isu seputar pendirian khilafah saat ini, dengan menggemborkan bahwa khilafah adalah solusi untuk semua persoalan kebangsaan, sudah seharusnya mendapat porsi perhatian tersendiri. Polemik seputar wacana bentuk kenegaraan Indonesia sudah tuntas sejak bangsa ini berhasil merebut kemerdekaannya. Rakyat Indonesia sepakat memilih sistem Pemerintahan demokrasi pancasila dengan bentuk Negara Kesatuan (union), karenanya setiap rongrongan yang berupaya menghancurkan kesatuan ini harus segera dibasmi.

Wacana maupun ide-ide khilfah-isme semestinya sudah tidak lagi didengungkan, dalam munas Alim ulama NU pada tahun 2014 lalu, terutama pada poin 5 dan 6 ditegaskan:

Poin 5. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil perjanjian luhur kebangsaan di antara anak bangsa pendiri negara ini. NKRI dibentuk guna mewadahi segenap elemen bangsa yang sangat mejemuk dalam hal suku, bahasa, budaya dan agama. Sudah menjadi kewajiban semua elemen bangsa untuk mempertahankan dan memperkuat keutuhan NKRI. Oleh karena itu, setiap jalan dan upaya munculnya gerakan-gerakan yang mengancam keutuhan NKRI wajib ditangkal. Sebab akan menimbulkan mafsadah yang besar dan perpecahan umat.

Poin 6. Umat Islam tidak boleh terjebak dalam simbol-simbol dan formalitas nama yang tampaknya islami, tetapi wajib berkomitmen pada substansi segala sesuatu. Dalam adagium yang populer di kalangan para ulama dikatakan “Yang menjadi pegangan pokok adalah substansi, bukan simbol atau penampakan lahiriah Yang menjadi pegangan pokok adalah sesuatu yang diberi nama, bukan nama itu sendiri”Dengan demikian, memperjuangkan tagaknya nilai-nilai substantif ajaran Islam dalam sebuah negara—apapun nama negara itu, Islam atau bukan—jauh lebih penting daripada memperjuangkan tegaknya simbol-simbol negara Islam.

Dengan ini dapat diketahui bahwa ide dan wacana khilafah-isme bertentangan dengan hukum dan konstitusi dasar (UUD 1945). Isu ini bisa jadi akan mengarah kepada bentuk makar, yakni merusak atau mengganti susunan pemerintahan yang dibentuk berdasarkan undang-undang dasar dari negara republik Indonesia (pasal 88 BIS) dengan cara yang tidak sah.

Sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila, ide dan wacana Khilafah-isme bukanlah solusi terhadap permasalahan bangsa Indonesia hari ini. Seharusnya wacana yang dikembangkan adalah untuk memperkuat eksistensi negara Indonesia dalam pergaulan antar bangsa-bangsa, bukan malah menggerus tatanan dan nilai yang sudah terbentuk, dan ini bertentangan dengan konsep Indonesia sebagai negara hukum.

Facebook Comments