Kritik, Nyinyir, dan Politik Biner

Kritik, Nyinyir, dan Politik Biner

- in Narasi
1441
0
Kritik, Nyinyir, dan Politik Biner

Kritik merupakan bagian yang sangat penting dalam demokrasi. Dengan kritik, kebijakan dan arah pembangunan bisa diluruskan agar sesuai dengan koridornya.

Selain sebagai sarana untuk menguji seberapa jauh kebijakan sesuai dengan falsafah bangsa, kritik juga bisa dijadikan sebagai wahana untuk meyakinkan publik bahwa menjalankan negara ini harus dilakukan secara bersama-sama.

Ketepatan argumen, ketangkasan, ketelitian, keakuratan data, konsistensi dalil, dan rasionalitas jawaban, semua diperlukan ketika melakukan kritik, sebab jika sebaliknya, itu hanya omong kosong atau bisa justru terjerumus kepada –yang dalam istilah sekarang disebut dengan “nyinyir.”

Kritik adalah sesuatu mulia dalam alam demokrasi. Sudah seharusnya tidak dikotori oleh tindakan yang tidak mencerminkan nilai-nilai luhur yang dianut oleh bangsa ini. Dalam konteks ini, etika dalam mengkritik perlunya menjadi pegangan bersama oleh siapa pun itu.

Dengan adanya etika, akan melahirkan kritik yang berkualitas yang bisa diterima oleh semua pihak. Mengapa etika itu penting? Alasan utamanya adalah karena dalam logika demokrasi penguasa itu bukanlah musuh, melainkan pemimpin kita.

Beda halnya dengan logika bahwa penguasa itu adalah musuh. Menempatkan objek yang dikritik sebagai musuh akan berakibat bahwa apapun caranya akan dilakukan demi menumbangkan musuh.

Penguasa Bukan Musuh

Konsekuensi dari etika ini, maka dalam kritik tidak ada lagi kalah-menang, apalagi jika kalah-menang itu ditafsirkan sebagai benar-salah. Jika lawan itu dianggap sebagai musuh, maka akan menimbulkan tindakan destruktif, baik itu sikap, lebih-lebih perkataan.

Dengan demikian, semua yang berasal dari pihak lawan akan ditolak dengan mentah-mentah, dan berusaha sekuat tenaga dengan segala cara untuk menjatuhkan lawan. Ini tentu menyelahi logika demokrasi.

Dalam sila kedua Pancasila disebutkan, Kemanusian yang Adil dan Beradab. Artinya dalam segala aspek dan lini kehidupan anak bangsa sila ini harus jadi pedoman, tak terkecuali dalam kritik, terkhusus dalam kritik pemimpin.

Sila ini menggariskan, jika ada kebenaran, program dan solusi yang pas untuk negeri ini harus diambil, sekalipun untuk datang dari pihak yang berseberangan dengan kita dalam hal pilihan politik.

Kita harus adil dan beradab sejak dini, bahkan sejak dalam pikiran –meminjam Bahasa Paramudya Ananta Tour.

Proposisi Adil dan Beradab, juga logika demokrasi itu, harus dijadikan sebagai pegangan bersama. Ini bukan hanya ditujukan kepada pendukung penguasa, melainkan juga kepada para mengkritik penguasa.

Tak jarang, justru kedua belah pihak –terutama di media sosial –justru tidak memperhatikan kedua poin ini. Akibatnya, hinaan, caci-maki, percekcokan, dan ujaran kebencian menjadi santapan sehari-sehari di media sosial.

Berita akhir-kahir ini, gara-gara beda pilihan menjadi bermusuhan, adalah jauh dari Kemanusia Adil dan Beradab. Jangan sampai, politik praktis justru membunuh kemanusian kita. Matinya kemanusia sama dengan matinya masa dengan negeri ini.

Kita terjebal pada logika biner, bahwa apa yang diucapkan oleh lawan (pengkritik) itu dianggap sebagai sesuatu yang jelek, dan tidak ada kebenaran di dalamnya. Sebaliknya, apa yang diucapkan oleh pendukung, itu semuanya adalah kebenaran yang harus dipertahankan. Logika ini tentu sangat berbahaya.

Dengan dua poin penting ini, dengan sendirinya akan melahirkan kritik yang beretika, kritik santun. Kritik yang beretika jangan dimaknai tidak bisa mengkritisi lawan, bukan seperti itu.

Kritik yang beretika adalah kritik yang memanusiakan manusia, sekaligus bermatabat. Etika melahirkan penghargaan dan kesantunan. Kritik yang santun lagi konstruktif muncul dari ruang publik yang sehat. Maka etika dalam mengritik tidak cukup jika tidak diiringi oleh ruang publik yang sehat.

Ketiga komponen ini, berkait-kelindan. Jika ketiganya terwujud, maka akan melahirkan demokrasi yang berkualitas, sebagaimana yang kita dambakan selama ini.

Facebook Comments