Kultur Kekerasan yang Meresahkan

Kultur Kekerasan yang Meresahkan

- in Editorial
472
0
Kultur Kekerasan yang Meresahkan

Tidak satu pun yang menghendaki kekerasan. Namun, pada akhirnya tidak sedikit mengambil jalan kekerasan ketimbang jalan damai. Kekerasan memang dibenci, tetapi masih dianggap sebagai solusi.

Kekerasan menjadi semakin meresahkan ketika ia menjadi sebuah kultur masyarakat. Anggapan Hobbes mungkin ada benarnya ketika mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang dikuasai dorongan irrasional, anarkistis, dan mekanistis yang dipenuhi dengan nuansa rasa iri dan benci sehingga bersumbu pendek dan bertindak menjadi kasar, jahat, buas bahkan bertindak sadis melebihi binatang. Kekerasan seolah menjadi bagian inheren dari sifat alamiah manusia.

Potret masyarakat hari ini menjadi cukup menggambarkan bagaimana kekerasan seolah menjadi jalan keluar yang kerap dipilih. Ruang sosial dengan kepenatan yang ada membentuk manusia yang mudah terprovokasi dan memiliki sifat menyerang yang destruktif. Adanya justifikasi keyakinan semakin memberanikan seseorang untuk melakukan tindakan yang membabi buta. Seolah kekerasan adalah tindakan mulia untuk mencapai tujuan.

Merebaknya kekerasan sebagai kewajaran tentu sudah sangat meresahkan. Budaya kekerasan menunjukkan fenomena masyarakat yang sedang mengalami krisis sosial, krisis moral, krisis kemanusiaan dan krisis spiritual. Kekerasan seolah telah diciptakan, direproduksi, diprovokasi, dikapitalisasi dan bahkan dibudidayakan.

Kekerasan sejatinya tidak pernah mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Sebagai kekuatan pemaksa, kekerasan bukan bagian dari kultur dominan. Namun, ada kalanya kekerasan dijustifikasi sebagai pembenaran. Orang dengan mudah tersulut emosi dan berpikir pendek karena adanya justifikasi yang membenarkan tindakan kekerasan.

Sebagai anomali dan krisis di tengah masyarakat, kekerasan mutlak disembuhkan. Kekerasan tidak boleh menular dan membentuk siklus kekerasan dalam lingkaran setan yang menakutkan. Kekerasan tidak akan pernah berhenti jika dibalas dengan kekerasan yang sama. Harus ada jalan keluar dari jalan kekerasan menuju jalan damai.

Krisis sosial, krisis moral, krisis kemanusiaan dan krisis spiritual sebagai gejala saat ini harus segera disembuhkan. Praktek kekerasan tidak boleh diberikan ruang dan menjadi legitimate di tengah masyarakat. Perlu kesadaran bersama untuk mengkahiri fenomena kekerasan yang sudah membudaya.

Masyarakat Indonesia sejatinya masyarakat yang beradab, santun dan relijius yang mengedepankan jalan damai atas segala persoalan. Kekerasan memang tidak bisa dinafikan, tetapi ia harus dilihat sebagai penyimpangan bukan kewajaran yang harus terus dibenarkan. Penguatan nilai luhur kebangsaan, kebudayaan dan keagamaan mutlak dilakukan sebagai upaya membentengi masyarakat dari virus yang membenarkan praktek kekerasan. Pastikan tidak ada ruang pembenaran untuk segala praktek kekerasan. Dan yakinlah kekerasan sebagai sarana tidak akan pernah menghasilkan tujuan karena bertentangan dengan nilai kebangsaan, keagamaan dan kemanusiaan.

Facebook Comments