Warisan Tri Kerukunan Kiai Ali Yafie

Warisan Tri Kerukunan Kiai Ali Yafie

- in Tokoh
1191
0
Warisan Tri Kerukunan Kiai Ali Yafie

Lumrahnya orang meninggal dunia adalah meninggalkan warisan. Sebagai ulama besar, Kiai Ali Yafie mewariskan gagasan-gagasan intelektual yang selalu akan dimanfaatkan. Dalam bidang kerukunan Kiai Ali Yafie memiliki peran besar terhadap gagasan tri kerukunan yang dicetuskan oleh Menteri Agama 1983 – 1988, Alamsjah Ratoe Perwiranegara.

Pada saat pertama Alamsjah menjabat sebagai Menteri Agama, Kiai Ali Yafie membersamai keliling seluruh Jawa dan Madura. Keduanya juga banyak berdiskusi hingga melahirkan gagasan tri kerukunan. Kerukunan yang dimaksud adalah kerukunan internal umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.

Konsep tri kerukunan sangat tepat diterapkan di negara Indonesia yang majemuk. Dengan menjalankan tri kerukunan maka tidak akan lagi ada ketidakharmonisan hubungan antara sesama pemeluk agama, antar agama, dan agama dengan pemerintah. Perbedaan-perbedaan yang ada antara satu dengan yang lain tidak menjadi sebab terjadinya perpecahan.

Sampai saat ini, tri kerukunan semakin relevan dijadikan salah satu kunci pengurai permasalahan-permasalahan pergaulan sesama. Untuk itulah, setiap kita perlu mengkaji sehingga paham dan bisa mengamalkan warisan Kiai Ali Yafie ini. Pertama; Kerukunan internal umat beragama. Dalam satu agama sering terjadi perbedaan pandangan lantaran adanya perbedaan pemahaman furu’iyah (cabang). Di dalam Islam ada Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan lain sebagainya. Di Kristen ada Protestan, Katolik, dan lain sebagainya. Bahkan di Hindu ada 9 (Sembilan) sekte meliputi Siwa Sidhanta, Pasupata, Bhairawa, Waisnawa, Bodha (Sogatha), Brahmana, Resi, Sora Surya dan Ganapatya.

Persoalan-persoalan cabang yang terjadi antara satu golongan dengan golongan lain dalam satu agama dapat menjadikan prahara besar manakala antara satu golongan dengan yang lainnya tidak saling rukun. Untuk itu, butuh pemahaman bersama bahwa dalam satu ikatan agama ada simpul yang dapat dijadikan pedoman bersama. Bahkan satu keyakinan tentang tuhan dalam satu agama bisa dijadikan wahana penyambung tali persaudaraan. Dalam Islam dikenal dengan ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama pemeluk agama Islam). Artinya, seluruh pemeluk agama Islam adalah saudara yang mesti rukun. Perbedaan-perbedaan pandangan harus disikapi dengan hati yang lapang karena latar belakang seseorang mampu membentuk pemahaman yang berbeda-beda.

Kedua; Kerukunan antar umat beragama. Indonesia memiliki enam agama resmi. Antara satu agama dengan agama lain dipastikan memiliki keyakinan dan pandangan-pandangan tersendiri. Bahkan, setiap pemeluk agama mesti yakin bahwa agama yang ia peluk adalah agama yang paling baik. Sementara dalam hati pemeluk satu agama juga yakin bahwa agama lain tidak benar. Namun demikian, dalam interaksi antarumat beragama mesti ada sekat-sekat yang tidak boleh dilanggar. Ketika dalam hati meyakini bahwa ajaran agama lain sesat, amalan tidak sampai kepada Tuhan, maka tidak harus diucapkan apalagi sampai tindakan yang menyinggung perasaan orang lain.

Upaya rukun kepada pemeluk agama lain ini sebenarnya mudah untuk dilakukan. Namun demikian, bagi mereka yang hatinya diliputi oleh rasa permusuhan, kerukunan sulit dilakukan. Bagi sesama warga negara Indonesia, sejatinya mereka memiliki simpul persaudaraan, yakni sesama warga negara. Dalam ajaran agama Islam ada juga istilah ukhuwah wathaniyah (persaudaraan berlandaskan pada persamaan kenegaraan). Maka persamaan inilah yang perlu ditekankan dalam berinteraksi, bukan perbedaan. Perbedaan keyakinan harus disikapi dengan saling menghormati.

Ketiga; Kerukunan antar umat beragama dan pemerintah Pemerintah. Agama dan bangsa bukanlah dua entitas yang harus diperselisihkan. Antara satu dengan yang lainnya bisa saling menguatkan. Saat ini kita banyak disuguhkan peristiwa betapa negara (baca: pemerintah) memiliki perhatian besar bagi agama. Negara hadir bukan saja dalam acara-acara keagamaan namun juga beragam program dihadirkan dalam rangka memupuk kesuburan agama. Sebaliknya, para tokoh agama juga banyak yang dengan semangat membara menjaga keutuhan bangsa. Mereka menjadi garda terdepan dalam membentengi bangsa dari segala bentuk ancaman. Bahkan, dalam Islam ada istilah yang sangat popular, hubbul wathan minal iman (cinta tanah air menjadi bagian dari tanda iman).

UUD 1945 juga tak ketinggalan mengamanatkan agar pemeluk agama merdeka dalam memeluk agamanya. Dalam pasal 29 ayat 2 j tertulis “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Jika pemerintah sudah hadir bagi kenyamanan setiap pemeluk agama dan agama hadir dalam membentengi bangsa, maka kerukunan keduanya akan dengan mudah terwujud.

Bermula dari sinilah, karena saat ini sering muncul gesekan baik dalam satu agama, antar agama, atau agama serta pemerintah, maka warisan tri kerukunan ini perlu untuk dikumandangkan lagi. Orang-orang yang sukar berkoar-koar dalam rangka mencederai kerukunan perlu untuk mendapatkan pelajaran ini secara terus-menerus. Semoga dengan cara ini, dan atas hidayah Tuhan, mereka akan bisa berhati damai.Wallahu a’lam.

Facebook Comments