Manipulator Agama Itu Bernama Teroris!

Manipulator Agama Itu Bernama Teroris!

- in Narasi
1747
0
Manipulator Agama Itu Bernama Teroris!

Peristiwa bom bunuh diri kembali terjadi di hadapan kita; menodai agama, melukai kemanusiaan dan turut merusak pilinan-pilinan kedamaian dan kebangsaan yang selama ini kita rawat. Peristiwa itu terjadi, di depan Gereja Katedral, Makassar pada Minggu (28/3/2021). Berbagai pihak sangat menyayangkan atas terjadinya aksi kekerasan atas nama agama yang kesekian kali ini. Sebab, aksi-aksi kekerasan semacam ini dengan jelas sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama. Agama tak pernah mengajarkan kekerasan.

Sebab, Islam khususnya, sebagai agama yang kerap dibawa-bawa oleh para teroris, secara tegas menyatakan dirinya sebagai rahmatan lil’alamin, sebagaimana di sebut dalam Al-Quran surah Al-Anbiya; 107. ”Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” rahmat yang berarti belas kasih menuntut kepada setiap ummat sebagai pengikut Rasulullah Saw, berbelas kasih, melimpahkan nikmat bagi semesta alam.

Karena itu, sesungguhnya tuntutan bagi umat Islam adalah membuat atau bisa mendatangkan sifat kasih sayang yang akan mampu mewujudkan kesejahteraan, persatuan, dan perdamaian bagi umat manusia dan alam semesta. Sedangkan secara hakikat, Islam berarti adalah sebuah kenisacyaan agama yang ingin membentuk masyarakat yang baik, toleran dan menghargai perbedaan yang ada.

Bahkan, secara bahasa Islam itu sendiri berarti “damai” (salam) dan “penyerahan diri” (submission) yaitu penyerahan diri kepada allah swt. dalam kaitan ini, islam juga dapat menjadi unjung tombak untuk mempromosikan perdamaian dan persatuan. di dalam islam misalkan juga terdapat istilah ishlah yang di yang berarti ‘perdamaian’ atau rekonsiliasi antra dua atau lebih pihak yang bertikai dan bahkan kita mengenal dalam Islam juga ada lembaga filantropi (kasih sayang) yang bernama jamiyyatul ishlah.

Memang, dalam perjalanannya, umat muslim pernah beberapa kali melakukan perang dengan umat non-muslim. Di antaranya adalah Perang Tabuk, Perang Badar, misalnya. Akan tetapi, meskipun Islam sempat melakukan peperangan, bukan berarti Islam telah kehilangan ahklaq dan visi perdamaiannya di tengan gejolak pertentangan. Hal tersebut dilakukan semata mata hanya untuk mempertahankan eksistensi agama Islam dan masyarakat Islam yang mendapatkan gangguan secra fisisk dari orang orang kafir Qursisy (sebab musababnya).

Seandainya umat non-muslim pada saat itu, mau hidup berdampingan, berdamai, dan membayar jizyah “pajak” (bagi yang hidup di bawah kepemimpinan Islam) yang namanya perang tidak akan pernah di lakukan. Sebab, Islam adalah agama yang toleran. Sebagaimana yang di nyatakan oleh Syafiiyah bahwa: “Diwajibkannya jihad itu karena ada sebab, bukan suatu tujuan akhir, karena yang menjadi tujuan akhir adalah membrikan hidayah bagi orang kafir.maka membunuh orang kafir itu bukanlah tujuan,karena apabila mereka sudah mendapatkan hidayah,jihad bukanlah cara yang terbaik”.

Karena itu, dengan merujuk pada keterangan di atas, apa yang dikatakan dan dimaksud dengan narasi-narasi yang digembar-gemborkan para teroris, yang katanya memperjuangkan agama Islam, mereka sebenarnya tak lebih dari sekadar manipulator agama, mendistorsi dan merusak nilai-nilai keagamaan yang selama ini kita pegang. Oleh karena itu, sikap dan komitmen kita untuk terus memerangi terorisme dan radikalisme, saya kira penting untuk terus kita perjuangkan, di mana pun dan kapan pun!

Facebook Comments