Masjid Cheng Ho : Jejak Islamisasi Nusantara Melalui Arus China yang Terlupakan

Masjid Cheng Ho : Jejak Islamisasi Nusantara Melalui Arus China yang Terlupakan

- in Tokoh
1141
0
Masjid Cheng Ho : Jejak Islamisasi Nusantara Melalui Arus China yang Terlupakan

Di Indonesia, sentimentasi anti China merupakan salah satu konstruksi sejarah paling kejam di bumi nusantara. Pembagian kelas berdasarkan etnis merupakan konstruks kolonial yang terus dipertahankan. Letupan besar dari sentimen anti China itu adalah peristiwa 1998 di mana etnis Thionghoa mengalami kekerasan fisik, verbal dan teror yang sangat luar biasa.

Sentimen itu terus berlanjut di alam bawah sadar masyarakat. Kembali memuncak ketika dipolitisasi dalam kepentingan politik. Negara China yang komunis menjadi beban bagi keturunan Thionghoa di Indonesia yang kerap dijadikan musuh dekat dalam kesadaran masyarakat.

Jadi apapun tentang China selalu diasosiakan dalam kerangka berpikir yang negatif. Pra sangka, prejudice dan sentimen kebencian kerap melingkupi alam berpikir kita dalam mendefinisikan keturunan Tionghoa.

Masyarakat Indonesia nampaknya perlu belajar dari sejarah. China menjadi salah satu penyumbang dari proses islamisasi di Nusantara. Bahkan tidak banyak orang tahu, di Indonesia ada perkumpulan besar Muslim Thionghoa atau disebut Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) yang didiirikan di Jakarta, 14 April 1961.

Kedekatan Islam, Indonesia dan China merupakan bagian tak terpisahkan yang seolah terlupakan dalam sejarah bangsa ini. Saya ingin membahas salah satu tokoh penting yang dikenal dalam sejarah Indonesia. Hal ini penting agar masyarakat mempunyai pengetahuan yang memadai dan tidak mudah diadu domba dengan konstruksi sentimen politik.

Jejak Cheng Ho di Nusantara

Mungkin sebagian besar dari rakyat Indonesia sudah tidak asing dengan nama Laksamana Cheng Ho, seorang penjelajah terkenal dari Yunan, China yang mengembara antara tahun 1405-1433. Indonesia bukan negara pertama yang beliau datangi, terdapat beberapa negara di Asia dan termasuk Afrika yang masuk dalam daftar pengembaraannya.

Selama kurang lebih 28 tahun, laksamana Cheng Ho menghabiskan sisa hidupnya untuk melakukan riset dan ekspedisi dengan menggunakan 307 kapal dengan 27.000 pelaut sebagai awak kapalnya. Namanya tidak asing di telinga masyarakat Indonesia, karena Laksamana Cheng Ho ikut berperan dalam menyebarkan agama Islam di bumi Indonesia.

Sedikit kilas balik dari laksamana Cheng Ho, beliau lahir di Yunan pada tahun 1371 dengan nama Ma He. Ma He merupakan keturunan dari suku Hui yang dalam suku tersebut banyak memeluk agama Islam. Di negara asalnya (China) suku Hui merupakan suku minoritas.

Ketika Ma He berusia 12 tahun, Yunnan direbut oleh Dinasti Ming dan banyak para pemuda yang ditawan yang kemudian mereka di kebiri lalu dijadikan abdi Pangeran Zhu Di. Dari situlah Ma He mengawali karirnya dengan menjadi seorang kasim, yang kemudian pangkatnya naik menjadi penasehat Pangeran Zhu Di dan iapun dihadiahi marga Cheng. Sejak itulah namanya dikenal dengan nama Cheng Ho.

Di tengah perjalanannya, Pangeran Zhu Di berhasil merebut takhta dan berganti nama menjadi Kaisar Yong Le. ChengHo pun bertekad untuk mengembalikan kejayaan China setelah runtuhnya Dinasti Mongol pada tahun 1368.

Jelas saja mengembalikan kejayaan China bukanlah hal yang mudah. Itulah alasan Cheng Ho menawarkan diri untuk melakukan ekspedisi ke berbagai negeri. Misi utama ekspedisi Cheng Ho adalah untuk menjalin persahabatan dengan negara-negara lain serta menunjukkan supremasi politik negerinya. Atas ide brilian Cheng Ho tentu saja Kaisar mengijinkan petualangannya.

Di bawah komando Laksamana Cheng Ho, armada China memulai pelayaran pada tahun 1405. Pelayaran pertamanya mampu mencapai wilayah Asia Tenggara, yaitu Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Jawa. Banyak hal yang ia lakukan ketika menginjakkan kaki di bumi Nusantara, salah satunya dengan menyebarkan agama Islam di Indonesia.

Kepopuleran Laksamana Cheng Ho di Indonesia dapat kita lihat dari banyaknya masjid yang berdiri untuk mengenang jasanya di Indonesia. Beberapa masjid Cheng Ho dibangun dengan arsitektur khas Negeri Tirai Bambu, menjadi akulturasi yang sangat apik dengan arsitektur khas Islam.

Masjid Cheng Ho di Indonesia

Jejak islamisasi Nusantara dengan arus China merupakan salah satu bukti sejarah yang terlupakan. Berdirinya masjid-masjid yang diasosiakan dengan nama kebesaran Cheng Ho sejatinya pengakuan historis tetapi sedikit banyak dilupakan. Sebaran masjid itu Cheng Ho di berbagai daerah menjadi bukti pengakuan masyarakat terhadap peran masyarakat Tionghoa dalam sejarah Islam di Indonesia.

Pertama, Masjid Cheng Ho Pasuruan, Jawa Timur. Masjid ini diresmikan pada 27 Januari 2008 oleh Bupati Pasuruan. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 30 Mei 2004. Arsitektur masjid ini memiliki perpaduan antara Jawa, Arab, dan Tionghoa. Masjid ini terdiri dari 2 lantai dengan atap menyerupai bangunan pagoda. Letaknya di Jl Raya Kasri No 18, Petung Sari, Kecamatan Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur.

Kedua, Masjid Cheng Ho Palembang. Masjid Cheng Ho di Palembang ini merupakan salah satu masjid Cheng Ho terluas di Indonesia, dengan bangunan dua lantai yang didominasi warna merah. Masjid ini mampu menampung sekitar 600 jamaah.

Gaya arsitektur masjid ini dibangun dengan perpaduan unsur China, Melayu, dan Nusantara. Selain tempat ibadah, Masjid Cheng Ho di Palembang juga menjadi tempat perhelatan kegiatan agama dan kemasyarakatan bagi warga sekitar. Masjid ini beralamat di 15 Ulu, seberang Ulu 1, Kota Palembang, Sumatera Selatan 30267.

Ketiga, Masjid Cheng Ho Surabaya. Masjid ini merupakan salah satu masjid Cheng Ho paling terkenal di Indonesia. Dibangun pada tahun 2001 dan selesai pada Oktober 2002. Gaya arsitekturnya terinspirasi dari Masjid Nii Xie yang ada di Beijing dengan dominasi warna merah, kuning, dan hijau.

Ciri khas gaya arsitektur dari masjid ini mengandalkan perpaduan gaya Tiongkok dan Arab. Masjid Cheng Ho Surabaya berada di area komplek gedung serba guna PITI (Pembina Imam Tauhid Islam). Masjid Cheng Ho Surabaya beralamat di, Jl Gading No 2, Ketabang, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur 60272

Keempat, Masjid Cheng Ho Kutai Kartanegara. Masjid Cheng Ho yang satu ini memiliki atap berundak khas arsitektur Jawa, lengkap dengan kubah di bagian atasnya. Namun, pilar-pilar dan gapura masjid sangat identik dengan gaya arsitektur Tionghoa.

Masjid ini pertama dibangun pada 2006 dan rampung pada 2007. Di sekeliling masjid, ada taman yang asri dan penuh bunga sehingga mempercantik suasana. Alamat masjid Cheng Ho ini berada di, Jl Soekarno-Hatta Km 20, Kampung Tani Maju, Kelurahan Batuah, RT 07 No 11, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.

Kelima, Masjid Cheng Ho Purbalingga. Di kota Purbalingga, masjid Cheng Ho terkenal dengan kecantikannya. Masjid ini dibangun pada tahun 2010, dan didominasi warna merah, putih dilengkapi dengan tulisan Mandarin dan atap pagoda.

Di dalam masjid ini juga terdapat bedug, mimbar yang didominasi keramik berwarna merah, serta langit-langit yang sangat bergaya Tionghoa. Alamatnya berada di Dusun 3, Selaganggeng, Mrebet, Purbalingga, Jawa Tengah 53352.

China atau Thionghoa dengan Muslim Indonesia mempunyai prasasti yang mengikat ingatan masa lalu. Persepsi musuh dekat China adalah persepsi politik yang dibangun sejak lama dalam sejarah politik Orde Baru. Karena itulah, mendudukkan secara obyektif keturunan Thionghoa sebagai bagian dari warga negara yang juga mempunyai peran sejarah menjadi penting.

Facebook Comments