Mengutuk Aksi Pembakaran Al-Quran dan Membuang Benalu Dialog Islam-Barat

Mengutuk Aksi Pembakaran Al-Quran dan Membuang Benalu Dialog Islam-Barat

- in Faktual
387
0
Mengutuk Aksi Pembakaran Al-Quran dan Membuang Benalu Dialog Islam-Barat

Tak hentinya, dunia Barat membuat heboh dengan pelecehan terhadap identitas dan simbol yang sakral dalam Islam. Setelah sebelumnya peredaran kartun dan karikatur Nabi Muhammad, kali ini aksi pembakaran al-Quran kembali terjadi di Eropa. Tak ayal, aksi ini pun telah membakar dan menyulut emosi umat muslim di seluruh dunia.

Pembakaran kali ini memang dilandaskan pada islamofobia akut. Pelakunya adalah seorang ekstremis Denmark-Swedia Rasmus Paludan, yang memimpin gerakan Stram Kurs, atau Garis Keras. Ternyata, aksi pembakaran al-Quran ini bukan kali pertama dilakukan oleh Rasmus Paludan, tapi sudah berkali-kali sebagai bentuk kebenciannya terhadap Islam dan muslim.

Paludan merupakan seorang aktivis Swedia-Denmark yang telah dihukum karena masalah rasisme, memprovokasi kerusuhan di Swedia. Ketika itu Paludan tengah melakukan tur keliling negara dan membakar salinan al-Quran di depan umum yang pada akhirnya membuat banyak orang geram dan marah kepadanya.

Pada tahun 2020, kelompok Hard Line yang di ketuai oleh Paludan, telah membakar sejumlah al-Quran. Kelompok Hard Line melakukan aksi pembakaran al-Quran di wilayah Rosengard, Malmo yang merupakan tempat banyak kaum muslim tinggali. Akibat pembakaran ini, jelas saja membuat kerusuhan terjadi di beberapa negara yang menyebabkan beberapa orang terluka.

Paludan dengan tegas dan jelas mengatakan bahwa pembakaran al-Quran yang ia lakukan merupakan sebuah upaya untuk membantu Swedia melawan Islamisasi yang tengah terjadi dari tahun 1960an. Paludan mengakui bahwa dirinya memusuhi Islam dan umat pemeluknya.

Sebagai pembenci Islam, tentu saja ia tak tinggal diam, Paludan menyerukan untuk semua umat Islam yang tinggal di Denmark supaya dideportasi. “Musuh kami adalah Islam dan Muslim. Hal terbaik adalah jika tidak ada seorang Muslim pun yang tersisa di bumi ini. Maka kita akan mencapai tujuan akhir kita,” ujar Paludan.

Swedia dan Barat pada umumnya memang menghormati kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun, Barat tidak pernah belajar tentang penghormatan dan apresiasi terhadap nilai. Apa yang dilakukan Paludan sebagao tindakan dalam menyalurkan ekspresi merupakan bentuk kebebasan yang tidak bertanggungjawab. Kebebasan yang bisa merusak hubungan sosial, budaya dan peradaban.

Aksi karikatur Nabi dan pembakaran al-Quran jelas telah menodai hal yang diyakini umat Islam dan bentuk perusakan toleransi dan kerjasama antar umat beragama di seluruh dunia. Jika kejadian serupa terus dilakukan dan Barat terus tidak bisa memutus islamofobia dan pelecehan terhadap nilai-nilai agama dan adat ketimuran, dialog peradaban tidak akan tercipta.

Buntut dari pembakaran al-Quran oleh Paludan memicu ketegangan antara Swedia dengan Turki di tengah pembahasan tawaran keanggotaan NATO. Padahal Stockholm saat itu masih berusaha mencoba meyakinkan anggota NATO Turki untuk menyetujui Swedia dan Finlandia bergabung dengan aliansi militer. Bukan hanya Negara Indonesia saja yang marah dengan apa yang telah dilakukan oleh Paludan, namun, banyak negara Muslim lainnya yang mengungkapkan kemarahan mereka dengan pembakaran al-Quran.

Contohnya saja Negara Maroko yang mengatakan heran dengan pihak berwenang yang mengizinkan pembakaran tersebut terjadi di depan pasukan ketertiban Swedia. Negara Indonesia sendiri menyebut tindakan pembakaran ini sebagai tindakan penistaan terhadap kitab suci.

Jelas saja aksi balasan pun terjadi di mana lusinan pengunjuk rasa berkumpul di depan konsulat Swedia di Istanbul. Para pengunjuk rasa tempat membakar bendera Swedia dan meminta Turki memutuskan hubungan diplomatik dengan Stockholm. Tidak hanya itu, Pemerintah Indonesia juga akan memanggil Kedubes Swedia terkait kejadian tersebut.

Barat belum pernah belajar tentang arti hal yang suci dan sakral bagi umat beragama. Memprovokasi dengan melakukan pelecehan terhadap yang suci hanya akan memperuncing hubungan antar negara. Tentu saja, hal ini adalah bagian dari ekspresi islamofobia yang sudah akut di dunia Barat. Sejatinya, Barat lebih rasis dari pada negara Timur dalam penghargaan terhadap perbedaan.

Prediksi benturan peradaban yang pernah dikatakan Huntinton akan terjadi jika Barat hanya muncul dengan arogan dengan melihat sinis keragaman terkhusus Islam. Bagi Barat Islam dan muslim dianggap ancaman yang membahayakan negara mereka. Ketidakdewasaan Barat dalam menerima kenyataan keragaman menjadi bukti sesungguhnya islamofobia itu nyata di dunia Barat.

Masa depan dialog Islam dan Barat atau Timur dan Negara Barat harus dimulai dengan menghilangkan pra sangka dan islamofobia akut. Benar, negara-negara Eropa, Amerika dan PBB telah mengesahkan pedoman penting tentang perang melawan Islamofobia. Namun, jika negara-negara Barat membiarkan warga negaranya memiliki pandangan islamofobia sama halnya Barat membidani lahirnya benturan peradaban ke depan.

Komitmen Barat dalam memerangi Islamofobia dan terorisme harus sejalan dengan ketegasan negara-negara Barat dalam menindak dan melarang perilaku yang dapat memecah belah dialog peradaban. Benalu terbesar dalam dialog itu adalah terorisme dan islamofobia. Barat tidak pernah melihat secara adil tentang Islam dan dunia Timur sehingga prejudice, pra sangka dan paling parah kebencian selalu muncul.

Masa depan perdamaian dunia sesungguhnya ditentukan oleh dialog antar bangsa. Dialog antar bangsa tidak akan tercipta tanpa adanya dialog agama, kultura dan peradaban. Dialog itu akan muncul jika ada kerjasama, saling memahami dan menghormati terhadap nilai-nilai dan keyakinan yang ada di Barat dan Timur.

Dunia harus mengutuk terhadap aksi brutal pembakaran Al-Quran tersebut. Dunia tidak boleh permisif terhadap aksi dan Tindakan yang merusak dialog peradaban dan menjadi benalu perdamaian antar bangsa.

Facebook Comments