Melindungi Minoritas dan Umat yang Berbeda

Melindungi Minoritas dan Umat yang Berbeda

- in Narasi
388
0
Melindungi Minoritas dan Umat yang Berbeda

Hanya Islam agama di sisi Tuhan. Islam satu-satunya agama yang sah dalam pandangan-Nya (QS. Ali Imran: 19). Semua umat Islam meyakini dan mengklaim: hanya agama Islam yang benar. Lainnya salah. Inilah tauhid yang harus diimani tanpa keraguan. Penganut agama yang lain memiliki prinsip yang sama: hanya agamanya yang benar. Lainnya salah.

Pada tataran keimanan klaim seperti itu sah-sah saja, bahkan suatu keharusan. Ingkar berarti mungkar dan murtad. Setelah itu berkewajiban menyampaikan kepada orang lain tentang kebenaran tersebut. Khusus bagi umat Islam, kewajiban yang diembankan hanya sebatas penyampai kebenaran, tidak lebih tidak kurang. Penentu apakah seseorang beriman atau tidak, hidayah yang menentukan dan hidayah itu hak prerogatif Tuhan.

Hal ini karena Islam mengakui pluralisme dan multikulturalisme sebagai keniscayaan (QS. al Hujurat: 13). Adalah kehendak Allah manusia diciptakan dari laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling kenal mengenal.

Dari sini bisa dipahami, bahwa keyakinan dan pemaksaan adalah dua entitas yang berbeda. Ayat di atas menyiratkan perbedaan itu sunnatullah, termasuk perbedaan agama. Artinya, meyakini kebenaran agama yang dianut adalah mutlak, tetapi memaksakan keyakinan tersebut apalagi sampai melakukan kekerasan dan pemaksaan adalah pelanggaran.

Sayyid Thanthawi, mantan Mufti Dar al Ifta dan Imam Besar Al Azhar, dalam sebuah catatan kecilnya, La Ikraha fi al Din, mengatakan, keyakinan dan pemaksaan adalah dua hal yang bertentangan dan keduanya tidak bisa berkumpul.

Titah Allah “Tidak ada paksaan dalam (urusan) agama” kompatibel dengan ayat “Apabila Tuhanmu berkehendak maka seluruh manusia di atas bumi akan beriman semuanya”.

Pluralisme dan multikulturalisme sudah menjadi takdir dan siapa saja harus menerima hal itu. Mengingkarinya sama saja berusaha melampaui kehendak Tuhan itu sendiri, dan justeru akan menyebabkan terjadinya kekerasan yang tidak dikehendaki oleh ajaran Islam.

Sebagai konsekuensi dari keragaman yang merupakan sunnatullah itu menciptakan pembelahan umat ke dalam mayoritas dan minoritas; di internal umat Islam dan Islam dengan non Islam. Dan, ayat-ayat di atas menjadi pintu masuk memahami bagaimana prinsip agama Islam dalam melindungi minoritas dan umat yang berbeda.

Relasi Kuasa Mayoritas-Minoritas dalam Kehidupan Beragama dan Bernegara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mayoritas adalah jumlah orang terbanyak yang memperlihatkan ciri tertentu menurut suatu patokan dibandingkan dengan jumlah yang lain yang tidak memperlihatkan ciri itu. Sedangkan minoritas adalah golongan sosial yang jumlah warganya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan golongan lain dalam suatu masyarakat dan karena itu didiskriminasikan oleh golongan lain itu.

Konsekuensi dari pengkotakan mayoritas-minoritas adalah kelompok mayoritas akan selalu leluasa dalam bertindak dan bersuara. Golongan mayoritas leluasa melakukan hal-hal yang diskriminatif terhadap minoritas. Sebaliknya, kelompok minoritas pada biasanya memilih untuk sabar, diam dan slow karena tindakan apapun yang dilakukan akan percuma saja.

Hal itu terjadi tidak hanya dalam ruang kehidupan beragama saja, tetapi juga terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seolah-olah kelompok mayoritas memiliki hak khusus dan kelompok minoritas dituntut untuk “tunduk”. Stigma seperti ini melembaga dan begitu kuat tertanam seolah menjadi norma kehidupan yang harus dipatuhi.

Alhasil, acapkali corak kehidupan beragama sering menampilkan kesewenangan mayoritas terhadap minoritas. Seperti persekusi terhadap kelompok minoritas Ahmadiyah yang terjadi berulang.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara arogansi mayoritas sering terjadi juga, bahkan sampai pada taraf semisal tuduhan menistakan agama kelompok mayoritas. Banyak kasus-kasus seperti itu terjadi, terutama ketika beririsan dengan atmosfer politik.

Islam Mengurai Dilema Mayoritas-minoritas

Saat ini umat Islam, tak terkecuali di Indonesia, tengah menghadapi situasi dilematis. Fenomena oknum yang mengatasnamakan umat Islam seringkali membuat kegaduhan melakukan aktifitas-aktifitas kekerasan atas nama agama Islam. Kelompok radikal yang bercokol di Indonesia tersebut seringkali melakukan tindakan intoleransi dan tindakan terorisme seperti bom bunuh diri atas nama jihad. Sehingga memunculkan stigma negatif Islam agama yang mengajarkan kekerasan dan intoleran.

Padahal, sejarah mencatat, Islam disaat menjadi kelompok mayoritas justeru menjadi pengayom dan hidup berdampingan secara damai dengan komunitas minoritas. Sebagai pemimpin Negara Madinah Rasulullah merumuskan “Mitsaq al Madinah” dengan melibatkan perwakilan kelompok-kelompok minoritas. Bahkan, beliau rela menghapus redaksi “Muhammad Rasulullah” dirubah “Muhammad bin Abdillah” karena ada komplain dari perwakilan minoritas.

Uswah Nabi ini mengajarkan kepada umatnya tentang prinsip agama Islam terhadap komunitas minoritas. Sekalipun umat Islam merupakan kelompok mayoritas tetap memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kelompok minoritas yang berbeda agama. Paling sedikit ada tiga prinsip dalam melindungi minoritas.

Pertama, prinsip Islam dalam melindungi minoritas tercermin dari pengakuannya terhadap pluralisme dan kemajemukan; agama, ras, suku dan budaya. Secara otomatis Islam tidak membedakan dan tidak mengakui pembelahan manusia kepada kelompok mayoritas dan minoritas. Benar begitu, tapi bukan berarti Islam mengakui kebenaran semua agama atau semua agama sama. Tidak begitu, toleransi dan pengakuan terhadap pluralisme dan kemajemukan semata hanya pengakuan terhadap sunnatullah yang harus dihormati.

Kedua, prinsip Islam dalam melindungi minoritas berikutnya adalah penegasan tidak boleh memaksakan agama Islam kepada penganut agama lain (QS. Yunus: 99; al Kahfi: 29; al Kafirun).

Ketiga, Islam melarang tindakan kekerasan terhadap komunitas minoritas sekalipun beda agama. Al Qur’an (QS. al Mumtahanah: 8-9) mengatur hubungan yang harmonis antar umat beragama. Selama mereka tidak memerangi karena urusan agama dan tidak mengusir umat Islam dari kampung halaman, Islam melarang memerangi non muslim.

Tegasnya, dalam pandangan Islam mayoritas dan minoritas memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi relasi mayoritas-minoritas di internal umat Islam karena perbedaan madhab dan tafsir. Selama syahadatnya sama tidak diperkenankan mencaci, menyalahkan, apalagi membunuh.

Karenanya, muslim yang memegang teguh ajaran Islam akan memaknai mayoritas dan minoritas sebagai dua hal yang saling mewarnai dan melengkapi, bukan sebagai dua entitas yang salah satunya harus tunduk pada yang lain. Dengan demikian akan terbangun silaturahmi umat yang sifatnya mutualisme. Kelompok mayoritas tidak merasa sebagai penguasa, dan komunitas minoritas tidak merasa sebagai kelompok tertindas. Inilah prinsip luhur agama Islam dalam melindungi minoritas dan umat yang berbeda.

Facebook Comments