Belum lagi berlalu deklarasi kampanye damai yang diikuti oleh peringatan hari kesaktian Pancasila 2018, publik kembali dikejutkan dengan persebaran berita hoax perihal penganiayaan aktivis Ratna Sarumpaet. Sontak saja, isu sensasional ini membuat para warganet kecewa. Apalagi pada akhirnya terbukti bahwa berita tersebut benar adanya sebagai berita bohong yang memang penuh rekayasa. Dengan kata lain, persebaran hoax ditengah komitmen kampanye damai, telah merusak komitmen bersama kita untuk menciptakan kampanye damai sebagai upaya membumikan gaya hidup Pancasila dalam politik. Melihat gambaran ini, tampak jelas bahwa penerapan gaya hidup Pancasila dalam politik belum sepenuhnya diterapkan. Padahal dalam masa kampanye Pemilu 2019, publik tentu sangat menantikan komitmen bersama para peserta Pemilu 2019 untuk mengelar kampanye damai.
Mafhum diketahui model kampanye dalam jaringan terutama di media sosial tentu lebih sulit untuk menciptakan kampanye damai yang jauh dari banalitas dan arena caci-maki. Pasalnya, dalam kampanye politik digital yang lebih dominan memegang kendali dan menguasai percakapan adalah para tim cyber army yang terlatih, mulai dari buzzer, influencer hingga para akun robot. Meskipun banyak pula influencer yang merupakan akun-akun tokoh politisi yang disegani, namun tetap saja yang bermain adalah para admin yang memang banyak berasal dari mantan buzzer profesional. Apalagi dalam konteks ranah digital sepak terjang para buzzer akan sangat sulit dicegah mengingat banyaknya yang menggunakan akun-akun anomin.
Hal itu bisa dilacak jelang dimulainya masa kampanye secara nasional saja, peta pertarungan antar buzzer politik sudah dimulai. Bahkan, ironisnya hingga saat ini perang antar buzzer masih tetap menggunakan berbagai konten hoaks, berita bohong hingga ujaran kebencian. Entah telah menjadi seleksi alam ataukah memang amunisi perang antar buzzer selalu identik dengan konten-konten hoaks. Bahkan, tercatat sebelum deklarasi damai hingga masa kampanye berlangsung, perang tagar yang mengunakan akun-akun bot (robot) telah memenuhi trending topik dunia maya. Identifikasi tersebut menjelaskan bahwa kampanye politik digital masih sangat jauh dari penerapan gaya hidup Pancasila.
Oleh sebab itu, banalitas kampanye politik digital yang masih saja diwarnai oleh hoax harus segera diantisipasi oleh semua komponen dengan kembali membumikan gaya hidup Pancasila dalam berkampanye. Gaya hidup Pancasila dalam kampanye politik bisa dilacak dari bagaimana kita berkampanye untuk tujuan edukasi dan pendidikan politik kewargaan. Bukan berkampanye dengan menampilkan atraksi fanatisme yang berlebihan tanpa mengedepankan rasionalitas sama sekali. Artinya gaya hidup Pancasila dalam berkampanye bukan hanya sekedar aksi dukung mendukung, tapi harus juga diterjemahkan sebagai upaya memperbanyak asupan informasi perihal politik dan pemerintahan dihadapan publik.
Untuk itu, langkah yang ditempuh bisa dengan mengedepankan cara-cara kreatif, santun, bijak dan terbebas dari hoax dalam mengkampanyekan kandidat politik pilihan kita masing-masing. Dengan begitu, ketika publik melihat cara kita berkampanye, secara otomatis publik akan tercerahkan dengan berbagai informasi yang mendidik. Jika hal ini berjalan secara simultan, maka gaya hidup Pancasila dalam politik ini akan banyak memberikan manfaat diantaranya;
Pertama, sebagai sarana transformasi pengetahuan politik. Pengetahuan ini mengacu pada bentuk konsep, informasi dan pertimbangan faktual, mengenai sistem pemerintahan dan politik Pancasila. Kedua, merupakan keterampilan intelektual terkait kepiawaian dalam mengambarkan, menginterpretasikan dan menilai fenomena politik. Kepiawaian ini untuk membatasi terjadinya fanatisme yang berlebihan dari satu kesatuan politik. Ketiga, sarana untuk membangun partisipasi politik berbasis nilai-nilai Pancasila. Partisipasi ini dapat menjadi bekal rakyat untuk memaksimalkan interaksi dengan orang lain dan kelompok sosial lainnya, dalam menyusun keputusan politik. Keempat, sebagai sarana untuk mempengaruhi sikap politik publik, sehingga menjadi ruh yang berlandaskan nilai Pancasila dalam segala jenis tindakan guna membangun patriotisme dan nasionalisme.
Selain itu, gaya hidup Pancasila dalam politik bisa dicerminkan dengan berbagai aksi sosial, seperti gotong royong Pancasila dengan membersihkan lingkungan sekitar disaat masa kampanye berlangsung. Dengan begitu akan tercipta kombinasi yang baik antara gaya hidup Pancasila dalam berkampanye baik di tataran online maupun offline.
Singkat kata, gaya hidup Pancasila dalam politik, tentulah tidak melulu hanya sebatas perilaku hidup sehari-hari saja. Tetapi ikut menyebarluaskan berita positif dan melakukan aksi sosial dengan menawarkan kandidat politik tanpa hoax juga merupakan bagian dari upaya membumikan gaya hidup Pancasila dalam politik. Jadi, inilah waktunya nasionalisme kita diuji, mampukah kita bisa berkomitmen bersama-sama untuk membumikan gaya hidup Pancasila dalam politik tanpa hoax sedikitpun?