Mengedepankan Cinta
Agama diturunkan untuk mengajarkan cinta. “Cintailah Tuhan melebihi engkau mencintai dirimu sendiri”. Apa artinya? Cinta kepada Tuhan mengajarkan kecintaan bukan pada benda, tetapi kepada kesucian-Nya. Cinta yang mengajarkan manusia untuk tidak menghamba pada materi, tetapi melihat jernih di balik materi yang tak terlihat, yakni keagungan Tuhan.
Cinta kepada Tuhan adalah sebuah revolusi pembebasan manusia dari keterikatan dirinya kepada kesenangan berlebihan terhadap duniawi. Cinta kepada Tuhan mengubah cara pandang manusia yang selalu tersandera pada kesenangan serba fisik-materialistik kepada cinta yang transendental, cinta suci.
Manusia beragama, dengan demikian, adalah manusia yang sedang belajar mencintai Tuhannya. Seluruh aktifitas relijius umat beragama merupakan sebuah alunan simfoni yang melantunkan irama kecintaan terhadap Sang Pencipta. Umat beragama adalah mereka yang sedang menyusuri jalan cinta untuk menggapai nikmatnya balasan cinta dari Tuhan.
Pertanyaannya, jika kita merasa cinta terhadap Tuhan, lalu bagaimana kita mengetahui bahwa Tuhan juga mencintai kita? Banyak sekali orang yang merasa sangat dekat dengan Tuhan atau bahkan ia rela berkorban nyawa demi Tuhan tetapi justru ia melakukan tindakan kekerasan dan kerusakan. Ia menebar kebencian atas nama Tuhan seolah-olah tindakannya akan mendapatkan balasan kasih sayang dari Tuhan.
Bagaimana seseorang yang mengucapkan cinta kepada Tuhannya, tetapi ia seringkali berlaku kasar, menebar kebencian bahkan menabur kekerasan di tengah kehidupannya? Jangan-jangan kita sangat merasa mencintai Tuhan, tetapi nyata Tuhan tidak pernah mencintai kita. Bagaimana mengetahui Tuhan pun mencintai kita?
Dalam sebuah hadist Nabi bersabda: “Barangsiapa yang tiada mengasihi manusia maka Allah pun tiada mengasihinya!” . Dalam sebuah hadist lain yang sudah sangat populer dinyatakan “Orang-orang yang menebar kasih sayang, kelak Yang Maha Pengasih akan merahmati mereka, kasihilah mereka yang ada di bumi, niscaya akan menyayangimu Yang ada di langit.”
Itulah, kata kunci dalam Islam untuk mencintai dan dicintai Tuhan.
Cinta itu Ekspresi Iman
Cinta dalam Islam merupakan sebuah eskpresi keimanan seorang hamba kepada Tuhannya yang diwujudkan dalam tindakan kasih sayang terhadap sesama. Orang beriman akan selalu mengedepankan cinta dalam setiap tindakannya sehar-hari.
Manusia yang beriman adalah manusia yang mencintai Tuhannya dan mengekspresikan keimanan tersebut melalui cinta kepada sesamanya.
Istilah iman dalam Islam selalu bersanding dengan kewajiban menebarkan cinta dan kasih sayang. Dalam etika Islam banyak ditemukan suatu rangkaian yang tidak memisahkan keimanan dengan tindakan cinta dan kasih sayang, misalnya dalam sebuah hadist Nabi:
“…,kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sebelum kalian saling mencintai. Tidakkah aku tunjukkan kepada kalian mengenai sesuatu yang ketika kalian melakukannya, maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!”. (HR. Muslim).
Iman selalu disandingkan dengan suatu sikap dan tindakan yang mengharuskan seseorang untuk menebar cinta dan kasih sayang. Dalam hal ini, iman tidak bisa dipisahkan dengan tindakan sosial. Karena itulah dalam Islam, iman adalah pernyataan yang secara inheren mengandung tanggungjawab sosial untuk mengasihi sesama.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”. [ HR Bukhari dan Muslim]
Cinta dan kasih sayang merupakan parameter kesempurnaan keimanan seorang hamba. Atau dengan kata lain, tidak mungkin ada orang yang beriman sementara tindakannya justru membuat kerusakan dan kekerasan bagi sesama. Semakin tebal iman seorang semakin tebal rasa cinta dan kasihnya terhadap sesama. Dan tidak sempurna iman seseorang apabila ia tidak menyayangi sesama manusia.
Wal-hasil, cinta adalah ekspresi iman. Cinta sebagai ekspresi iman dalam kehidupan sehari-hari berbanding lurus dengan misi Islam dan misi kerasulan. “Tiadalah Kami mengutusmu (Wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat (kasih sayang) atas Alam Semesta” (QS Al-Anbiya’ [21] ayat 107).
Oleh Abdul Malik