Judul : Strategi Literasi Politik
Penulis : Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, dkk.
Penerbit : IRCiSoD
Cetakan : November, 2021
Teba : 316 halaman
Zaman telah berubah. Pun tidak semuanya, namun nyaris semua lini kehidupan kita telah tersentuh proses virtualisasi, dan dunia politik kia secara tak terkecuali. Kegiatan dan aktivitas-aktivitas politik yang dulunya banyak dilakukan dengan mengandalkan pertemuan fisik, semenjak proses virtualisasi dimulai semuanya berubah: proses-proses politik yang mengandalkan pertemuan fisik mengurang, sementara yang mengandalkan proses virtual semakin menjamur.
Munculnya abad virtual ini di satu sisi harus kita akui telah memberikan banyak kemudahan bagi kita, lebih-lebih di era pandemi. Dalam bidang politik praktis, kemudahan itu misalnya dapat dilihat dari proses para politisi mempengaruhi dan memperkenalkan dirinya kepada konstituen sehingga tidak perlu datang secara langsung ke hadapan massa. Dan hal ini terbilang cukup efektif, khususnya sebagai proses pengenalan diri kepada konstituen politik.
Namun, di sisi lain harus pula kita akui bahwa munculnya abad yang virtual ini juga telah membawa dampak buruk pada kehidupan politik kita. Bukan hanya sekadar mengakibatkan matinya ‘yang real’ sebagaimana disinggung Jean Baudrillard dalam The Vital Illusion, tetapi juga telah menjadi lahan subur tempat bertumbuhkembangnya konflik politik tak berkesudahan.
Sebagai contoh, marilah kita ingat kembali kontestasi politik pemilu 2019: hoaks dan provokasi politik yang disalurkan melalui media sosial bertebaran di mana-mana, sehingga pada saat yang bersamaan keterpecahan politik pun menjadi tak terhindarkan. Seketika beranda virtual kita sesak dengan caci maki, sumpah serapah, dan istilah cebong kampret yang menjijikkan.
Bahkan, setelah beberapa tahun berselang konflik politik yang terjadi pada 2019 itu masih membekas kuat. Tatkala Prabowo Subianto memutuskan untuk bergabung dan masuk ke dalam kabinet pemerintahan yang di pimpin Presiden Jokowi, (rival Prabowo dalam pilpres 2019) hal itu juga belum menyelesaikan semuanya. Konflik tidak berakhir begitu saja, caci maki di media sosial tetap berlanjut, dan tidak memunculkan tanda-tanda bahwa akan berhenti.
Konflik berkepanjangan dan perseteruan masyarakat akibat perbedaan pilihan politik seperti yang terjadi di atas itu menunjukkan bahwa literasi politik media masyarakat kita masih rendah. Berbagai informasi yang bertebaran di media sosial dilahap mentah-mentah tanpa melalui proses pemahaman dan kritik yang mapan. Sehingga pada akhirnya mudah termakan oleh provokasi dan sentimen-sentimen politik media yang tidak bertanggung jawab.
Di masa-masa yang akan datang, barang tentu ha-hal yang semacam ini tidak terjadi lagi di masa-masa yang akan datang. Sebab, praktik politik yang demikian penuh dengan huru hara dan konflik berkepanjangan tidak akan membawa dampak yang positif terhadap keberlanjutan kehidupan politik kita. Lalu, apa yang harus dan bisa kita lakukan? Jawabannya adalah menguatkan kembali kampanye literasi politik kepada masyarakat secara massif.
Everets M Rogers dan Douglas Storey mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu (Larson, 1992). Sedangkan kampanye literasi politik, menurut Gun Gun Heryanto, juga adalah serangkaian tindakan komunikasi terencana agar masyarakat mengetahui, gerakannya terorganisir dan bisa menyentuh persoalan-persoalan yang memang dihadapi (hal, 43).
Tujuan dari kampanye literasi politik ini meliputi tiga hal: Pertama, menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan kognitif masyarakat. Yang hal itu diharapkan mampu memunculkan kesadaran kritis dan pengetahuan publik dalam menanggapi isu-isu politik yang terus berkembang. Kedua, Menghasilkan perubahan sikap. Tujuannya adalah memunculkan rasa suka, simpati, dan kepedulian masyarakat terhadap perkembangan politik mutakhir. Ketiga, dapat merubah perilaku masyarakat secara terukur.
Jika sebuah kampanye literasi politik dapat terlaksana secara maksimal, maka tegaknya pelaksanaan demokrasi politik yang konstitusional, yang tidak penuh dengan caci maki akan terwujud dengan sendirinya. Karena itu, dalam konteks kekinian, di mana dunia politik kita telah mengalami disrupsi yang akut, maksimalisasi kampanye literasi politik ini menjadi sangat penting. Terlebih, pada 2024 nanti akan kembali dilaksanakan konstelasi politik akbar, yang besar kemungkinan hal itu akan membuka peluang masalah yang sama.
Strategi Literasi Politik: Sebuah Pendekatan Teoretis dan Praktis yang ditulis oleh Dr. Gun Gun Heryanto M.Si., dkk. menawarkan hal baru tentang bagaimana kampanye literasi politik yang sangat krusial itu dilakukan dalam konteks yang berbeda-beda. Di dalamnya dibahas Strategi Literasi Politik pada Kelompok Disabilitas (Yopi Kusmiati dan Mohammad Sefti Fajri); Strategi Literasi Politik di Media Massa dan Media Sosial (Dedi Fahrudin dan Laras Sekar Seruni); Strategi Literasi Politik di Komunitas Keagamaan (Rubiyanah dan Cinta Rahmi) dan serta yang lainnya.