Menjaga Aktivisme Perempuan dari Jeratan Radikalisasi

Menjaga Aktivisme Perempuan dari Jeratan Radikalisasi

- in Narasi
44
0
Menjaga Aktivisme Perempuan dari Jeratan Radikalisasi

Peran perempuan dalam regenerasi sosial dan kebudayaan semakin terlihat penting di era kontemporer. Namun, kompleksitas perkembangan zaman membawa tantangan baru, termasuk infiltrasi radikalisme yang memanfaatkan aktivisme perempuan dengan isu-isu keagamaan. Dengan mengusung semangat “dakwah sebelum jihad” dan visi saatnya perempuan berperan aktif dalam penerapan “Islam Kaffah,” kelompok radikal secara halus menargetkan perempuan untuk menyusupkan ideologi mereka, menggunakan pendekatan yang tampaknya damai, tetapi menyembunyikan tujuan ekstrem di baliknya.

Sebagai motor penggerak perubahan sosial, perempuan memiliki sejarah panjang dalam perjuangan hak asasi manusia dan keadilan sosial. Namun, gelombang radikalisasi belakangan ini menunjukkan bahwa peran perempuan semakin disalahgunakan dalam aksi-aksi terorisme. Tercatat perubahan besar dalam keterlibatan perempuan di Indonesia yang bertransformasi dari posisi pendukung di balik layar menjadi aktor utama aksi teror seperti perakit bom dan pelaku bom bunuh diri​. Di Indonesia, fenomena ini semakin nyata dengan adanya sejumlah kasus bom bunuh diri yang melibatkan perempuan, termasuk tragedi di Gereja Katedral Makassar pada tahun 2021.

Kelompok radikal kerap mengeksploitasi perempuan sebagai alat perekrut dan pejuang karena perempuan dianggap memiliki akses yang lebih luas dalam masyarakat dan jarang dicurigai oleh aparat keamanan. Sebagai ibu dan pendidik, perempuan memiliki pengaruh besar dalam membentuk perspektif generasi muda. Kelembutan peran mereka justru sering dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyusupkan ideologi ekstrem kepada anak-anak dan lingkungan mereka.

Perlindungan aktivisme perempuan dari jerat radikalisme memerlukan kolaborasi antara negara, masyarakat sipil, dan lembaga pendidikan. Langkah-langkah seperti penyediaan pendidikan kritis dan program literasi digital dapat membantu perempuan meningkatkan ketahanan terhadap propaganda ideologi ekstrem. ABC Foundation Report 2023 menyoroti pentingnya pendekatan berbasis komunitas yang inklusif, yang tidak hanya efektif dalam memberikan perlindungan tetapi juga dapat meredam efek radikalisasi dengan cara yang tidak represif. Pendekatan represif yang berlebihan justru berpotensi memperburuk situasi, karena menciptakan rasa ketidakadilan yang dapat dieksploitasi oleh kelompok radikal.

Organisasi masyarakat, termasuk lembaga keagamaan, memiliki peran penting dalam menciptakan ruang aman bagi perempuan untuk beraktivitas dan berkontribusi dalam pembangunan sosial. Ruang dialog yang terbuka dan suportif memungkinkan perempuan untuk membangun kesadaran kritis terhadap bahaya radikalisasi, serta untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai agama dan spiritualitas.

Keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme seringkali didorong oleh faktor personal, termasuk perasaan terdiskriminasi dan rasa frustrasi akibat pengalaman hidup yang penuh tekanan. Beberapa perempuan bahkan menjadikan aksi teror sebagai sarana untuk mencapai “pertobatan” atau bentuk “balas dendam” atas trauma yang pernah mereka alami, seperti kekerasan seksual atau diskriminasi sosial. Ketika mereka merasa tidak memiliki pilihan lain, janji surga dan kenikmatan di akhirat menjadi motivasi yang memicu mereka untuk terlibat lebih jauh dalam jaringan teroris.

Selain itu, pernikahan sering menjadi pintu masuk bagi perempuan untuk terlibat dalam jaringan terorisme. Kasus-kasus seperti Dian Yulia Novi dan Putri Munawaroh menunjukkan bahwa beberapa perempuan secara sengaja direkrut melalui pernikahan, lalu diindoktrinasi oleh suami atau lingkaran terdekat mereka. Di sisi lain, jaringan teroris juga mengeksploitasi perempuan yang mengalami tekanan ekonomi atau merasa tidak memiliki identitas dan dukungan sosial yang memadai.

Mengingat kompleksitas faktor-faktor yang mendorong perempuan ke dalam gerakan radikal, diperlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif. Aktivisme perempuan dapat dilindungi dengan pendekatan yang mengedepankan kemanusiaan, inklusivitas, dan toleransi. Negara harus mengedepankan program-program pencegahan yang mencakup literasi digital, pendidikan kewarganegaraan, dan nilai-nilai kebangsaan yang kuat. Selain itu, peran lembaga pendidikan dan komunitas juga sangat penting dalam membangun kesadaran kritis yang dapat menolak propaganda ideologi ekstrem.

Perempuan memiliki potensi besar untuk menjadi agen perdamaian yang efektif. Dalam setiap gerakan sosial, mereka berperan sebagai perawat nilai-nilai kebajikan dan kedamaian dalam masyarakat. Dalam menghadapi tantangan radikalisme, perempuan perlu untuk didukung secara positif dan diberikan ruang untuk berkontribusi tanpa terpengaruh narasi ekstremis. Organisasi masyarakat dan pemimpin agama perlu bersama-sama menegakkan narasi bahwa perempuan dapat menjadi pilar kekuatan sosial tanpa harus terjerumus dalam jebakan ideologi radikal.

Aktivisme perempuan adalah aset penting dalam pembangunan sosial. Namun, keberhasilan dalam melindungi peran mereka dari jerat kelompok radikal akan tergantung pada sejauh mana negara dan masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang kondusif dan aman bagi perempuan untuk bergerak. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan komunitas perempuan, aktivisme perempuan diharapkan tetap menjadi kekuatan positif dalam perubahan sosial tanpa menjadi korban eksploitasi ideologi ekstrem.

Facebook Comments