Karakter merupakan hal yang sangat penting dilaksanakan dalam era digital. Semakin canggih teknologi, semakin kompleks potensi masalah yang dihadapi. Untuk mengatasinya, diperlukan benteng kokoh bernama karakter. Dan karakter akan terbentuk jika rutin dipupuk dan disiram melalui pendidikan. Kuatnya karakter berpengaruh signifikan bagi masa depan suatu bangsa. Negara yang dihuni oleh manusia-manusia berkarakter, niscaya akan menjadi bangsa yang kokoh dan berdaulat. Tidak mudah didikte dan memiliki kemampuan menentukan masa depannya sendiri. Bangsa yang akhirnya dapat melesat maju meninggalkan bangsa-bangsa lainnya. Mampu berdiri. Bangsa yang kuat dan berkarakter seperti inilah yang ingin dituju oleh Indonesia. Tentu, karakter bangsa ditopang oleh karakter warganya. Individu merupakan batu bata penyusun bangunan bernama bangsa. Maka, fokus untuk membangun karakter masyarakat merupakan agenda yang tidak boleh dilupakan. Abai terhadap hal ini justru akan menjerumuskan bangsa ini menjadi bangsa yang lemah.
Lunturnya karakter positif adalah hal yang perlu diwaspadi. Apalagi, semakin gencar pengaruh dari luar bangsa ini yang mengikir karakter asli manusia Indonesia. Bahkan, ada juga yang mengekor karakter negatif yang justru berbahaya bagi eksistensi negeri ini. Seperti individualistik (egois), arogan (sombong), intoleran, meremehkan, tidak sopan, dsb. Fenomena yang terjadi, semakin sering kita mendengar berbagai tindakan buruk akibat karakter negatif. Ada orang yang selalu ingin menang sendiri hingga melakukan apa saja untuk kepentingan pribadinya. Ada yang kerap mengejek pihak lain dan merasa dirinya yang paling benar hingga menciptakan situasi yang penuh ketegangan. Ada lagi yang suka menggunakan kekerasan untuk memaksakan keinginannya. Beberapa karakter negatif ini yang perlu dihadang agar tidak semakin menyebar dan menjadi karakter umum masyakarat kita.
Baca juga :Pentingnya Membangun Bangsa di Era Digital
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menanamkan karakter positif adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan, dilakukan perubahan dalam kesadaran seseorang. Ada proses transfer pengetahuan karakter positif terhadap peserta didiknya. Dengan pola pendidikan yang berkesinambungan, maka terbentuk perilaku keseharian yang sesuai dengan nilai-nilai kebajikan. Dia akan bisa membedakan mana hal yang baik, dan mana hal yang buruk. Perilaku apa yang perlu dilakukan, dan tindakan apa yang harus dijauhkan. Ketika mayoritas masyarakat telah mengetahui dan mengejawahtahkan karakter baik dalam keseharian, maka lingkungan pun akan mengikuti. Hingga akhirnya, akan tercipta bangsa yang berkarakter kuat.
Pendidikan karakter di era digital semakin mudah didapatkan. Contohnya dalam hal aplikasi yang bisa diinstal di smartphone. Tidak banyak aplikasi yang mengajarkan pendidikan karakter secara langsung dan bersifat kaku. Coba saja ketik “pendidikan karakter” atau “character education” di play store atau apple store, maka pilihannya sangat terbatas. Tetapi bukan berarti tidak ada sama sekali. Ada beberapa aplikasi yang dibuat untuk menanamkan pendidikan karakter anak. Misalnya aplikasi ‘Anak Detak’ yang menggunakan video sebagai sarananya. Ada juga beberapa aplikasi games yang mengajarkan anak-anak tentang urgensi pendidikan karakter dan cara mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Tetapi, pendidikan karakter tidak hanya bisa didapatkan melalui aplikasi belaka. Banyak cara lain yang bisa diitempuh. Pilihan untuk mengajarkan pendidikan karakter semakin tidak terbatas. Tinggal kemampuan kita untuk memanfaatkannya. Youtube, misalnya. Banyak video terkait pendidikan karakter yang bisa dilihat dan didownload. Untuk anak-anak, banyak tayangan kartun yang menanamkan karakter positif. Untuk remaja, banyak juga konten pendidikan karakter. Tontonan seperti ini yang perlu sering dikonsumsi untuk mengokohkan karakter. Bukan video yang banyak mengajarkan kekerasan, permusuhan, umpatan, dsb.
Meskipun telah banyak sarana pendidikan karakter yang bisa digunakan, kehadiran aplikasi yang secara langsung fokus pada pendidikan karakter merupakan hal yang ditunggu. Termasuk hadirnya aplikasi pembelajaran yang tidak hanya fokus pada pelajaran di sekolah, melainkan memuat nilai-nilai pendidikan karakter. Contohnya aplikasi E-Learning, baik yang berbayar maupun tidak, yang terintegrasi dengan penanaman karakter. Jadi ketika sedang mengakses layanan tersebut, ada pesan-pesan yang mengingatkan pentingnya menjaga karakter diri. Seperti tidak mencontek saat mengerjakan pekerjaan individu, menghormati guru di sekolah, bersikap sportif, dsb. Dengan model penggabungan seperti ini, maka akan hadir generasi yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, melainkan cerdas juga secara moral.