Gelombang protes publik akibat rencana DPR yang hendak menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat usia dan ambang batas meledak di mana-mana. DPR yang hendak menganulir putusan MK melalui revisi UU dinilai melakukan pembangkangan terhadap konstitusi. Tentu, dalam konteks negara demokrasi Indonesia, protes atas tindakan DPR ini boleh dilakukan. Namun, di tengah hiruk-pikuk yang menggema di tengah masyarakat, kita tidak boleh lupa akan potensi bahaya yang mengintai: keberadaan “penumpang gelap” yang dapat memanfaatkan situasi ini untuk tujuan mereka sendiri, merusak stabilitas negara.
Di tengah situasi politik yang sedang memanas, penting untuk diingat bahwa protes adalah bagian dari hak konstitusional setiap warga negara. Hak ini memungkinkan masyarakat untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan atau keputusan yang dianggap tidak adil. Namun, dengan hak ini juga datang tanggung jawab untuk memastikan bahwa protes dilakukan secara damai dan tertib. Ironisnya, dalam konteks protes publik yang sedang terjadi, ada kekhawatiran bahwa gerakan-gerakan ini bisa saja disusupi oleh kelompok-kelompok tertentu yang memiliki agenda tersembunyi. Penumpang gelap ini seringkali adalah aktor-aktor politik yang tidak dikenal atau bahkan kelompok yang ingin memancing di air keruh, memanfaatkan ketegangan yang ada untuk memicu kekacauan politik yang lebih besar.
Fenomena penumpang gelap dalam gerakan protes bukanlah hal baru. Dalam sejarah, kita sering melihat bagaimana protes yang dimulai dengan niat baik untuk memperjuangkan keadilan sosial atau politik, dapat berubah menjadi kekisruhan akibat infiltrasi kelompok-kelompok yang memiliki tujuan berbeda. Mereka ini bisa datang dari berbagai latar belakang—mulai dari politisi oportunis, aktivis radikal, hingga kelompok-kelompok dengan agenda subversif yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintah atau mengacaukan tatanan sosial. Kelompok-kelompok ini memahami bahwa di tengah kebingungan dan kemarahan publik, mereka dapat menyusup dengan lebih mudah, menyebarkan disinformasi, atau bahkan mendorong tindakan-tindakan kekerasan yang dapat merusak legitimasi gerakan itu sendiri.
Menghadapi situasi seperti ini, sangat penting bagi kita sebagai masyarakat untuk tetap waspada dan kritis. Dukungan terhadap putusan MK harus disertai dengan kesadaran bahwa suara kita bisa saja dipelintir oleh mereka yang tidak memiliki niat baik. Setiap kali kita mengangkat suara kita, kita harus bertanya: apakah tindakan kita ini benar-benar untuk kebaikan bersama, atau ada pihak-pihak yang sedang berusaha menunggangi momentum ini untuk tujuan mereka sendiri? Apakah kita benar-benar mengetahui siapa yang berada di balik protes ini, atau ada agenda tersembunyi apa yang sedang dimainkan oleh kelompok tertentu?
Salah satu langkah yang dapat diambil untuk menyikapi ancaman penumpang gelap ini adalah dengan memperkuat kesatuan dan koordinasi di antara kelompok-kelompok yang terlibat dalam protes. Jangan biarkan adanya perpecahan di dalam tubuh gerakan, karena perpecahan ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melemahkan atau bahkan menghancurkan gerakan tersebut. Dalam hal ini, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci. Setiap keputusan yang diambil harus didiskusikan secara terbuka dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan, sehingga tidak ada celah bagi infiltrasi atau manipulasi dari luar.
Lebih lanjut, adanya provokasi yang disebarkan melalui media sosial atau kanal-kanal komunikasi lainnya juga harus diwaspadai. Di era digital ini, penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan dapat terjadi dengan sangat cepat, dan dapat mengubah arah sebuah gerakan dalam hitungan jam. Kita perlu lebih selektif dalam menerima dan menyebarkan informasi, memastikan bahwa setiap informasi yang kita terima telah diverifikasi kebenarannya. Sikap skeptis ini bukan berarti kita tidak boleh percaya pada apa pun, tetapi kita harus lebih berhati-hati agar tidak terjebak dalam narasi yang dibuat oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Menjaga putusan MK dan mengawal proses demokrasi yang sedang berlangsung adalah tugas kita bersama. Namun, tugas ini harus dilakukan dengan bijak dan penuh kewaspadaan. Jangan biarkan semangat kritis dan upaya kita untuk menegakkan keadilan dimanfaatkan oleh mereka yang tidak memiliki niat baik. Jangan sampai protes yang dimulai dengan niat untuk memperjuangkan hak-hak konstitusional kita justru berakhir dalam kekisruhan yang merugikan kita semua. Dengan tetap bersatu, waspada, dan kritis, kita dapat memastikan bahwa suara kita tetap murni, tidak digunakan untuk kepentingan pihak tak bertanggungjawab.
Proses demokrasi di Indonesia telah melalui perjalanan panjang, penuh dengan tantangan dan ujian. Di tengah semua itu, kita harus selalu ingat bahwa tujuan akhir kita adalah menjaga persatuan dan keutuhan negara. Dalam menghadapi setiap tantangan, termasuk ancaman dari penumpang gelap di tengah gelombang protes publik, kita harus selalu mengedepankan kepentingan nasional di atas segalanya. Hanya dengan begitu, kita dapat melanjutkan perjalanan kita menuju demokrasi yang lebih matang, adil, dan berkelanjutan.