Moderasi Sebagai Vaksin Virus Radikalisme

Moderasi Sebagai Vaksin Virus Radikalisme

- in Narasi
1292
0
Moderasi Sebagai Vaksin Virus Radikalisme

Di saat bangsa ini sedang sibuk melawan virus covid-19, ada saja pihak tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan ideologi kelompok dengan menyebarkan virus radikalisme. Segala cara dilakukan agar masyarakat terdoktrin dan mau ikut dengan kelompok mereka.

Mendramatisir suatu kejadian; memelintir suatu kasus, menyebar hoax demi keuntungan kelompok; dan sengaja mengaduk-aduk emosi umat dengan menyeret suatu peristiwa sebagai penistaan terhadap agama, adalah sebagian cara-cara kotor yang mereka lakukan.

Segala macama kebijakan, peraturan, dan strategi pemerintah sekuat tenaga disangkal, dicari-cari kekurangannya, bahkan dianggap sebagai anti-Islam.

Bila ada kasus yang layak dijadikan untuk menarik anti-pati terhadap pemerintah, sengaja diseret dengan bumbu-bumbu bahwa itu adalah bukti pemerintah tidak pro-terhadap umat Islam.

PPKM darurut dianggap sebagai anti rumah ibadah. Vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah dituding tidak halal. Peniadaan salat berajamaah dan Salat Idul Adha didramatisir sebagai anti Islam.

Narasi kotor mereka dengan mudah kita temui di media sosial lewat meme, video pendek, provokasi, penggiringan opini, dan lain sebagainya. Strategi yang dimainkan tidak jauh dari menggiring opini, pemelintiran dan dramatisisasi, dan play victim.

Pertama, membangun, menggiring opini serta memperkuat sentimen negatif terhadap pemerintah. Kaum radikal dan para pengusung khilafah menjadikan kefokusan pemerintah terhadap Corona sebagai momen yang tepat untuk menjatuhkan sistem pemerintahan saat ini sangat buruk dan tidak memberikan keamanan.

Kedua, membangun ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Curva korban Covid-19 yang terus meningkat dijadikan sebagai bahan untuk menjelek-jelekkan pemerintah. Tidak jarang “strategi membanding-bangdingkan” menjadi andalan. Mengapa itu bisa, ini tidak; mengapa mereka boleh, kami tidak; dan seterusnya.

Ketiga, mendramatisir suatu kebijakan sebagai anti-Islam. Mengapa hanya mesjid yang ditutup. Mengapa hanya salat Jumat yang dilarang. Mengapa salat idul fitri tidak boleh. Mengapa pelaksanaan haji 2020 dibatalkan. Itu adalah sederet pertanyaan yang dilempar ke publik lewat media sosial, kemudian didramatisir seolah-olah Islam terzalimi.

Keempat, menyebar hoax. Media sosial pernah dihiasi dengan hoax bahwa khilafah adalah satu-satunya solusi mengatasi pandemi ini. Katanya, mengapa Covid-19 sangat sedikit korbannya di negara-negara Islam, sementara di negara-negara barat yang notabenenya kristen malah membludak, itu karena faktor Islamnya.

Anti Bodi Moderasi

Di tengah situasi pandemi, kita selayaknya meneguhkan semangat moderasi. Moderasi adalah sikap jalan tengah antara ekstrim kanan dan ekstrim kiri. Pengertian ekstrim kanan dan kiri tentu banyak sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.

Akan tetapi, saat wabah ini, pengertian ekstrim kiri adalah sikap antipati terhadap segala kebijakan pemerintah dan tim medis. Protokol kesehatan dilanggar, peraturan terkait covid-19 tidak dipatuhi, fatwa ulama diolok-olok. Sikap ini tentu sangat ektrim, karena akan membahayakan setiap individu.

Sementara ektrim kanan adalah sikap dan pemikiran yang berusaha mencari sistem pemerintah di luar sistem pemerintahan negara yang sah. Segala peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dituduh kurang islami bahkan tak jarang dianggap sebagai anti-Islam.

Moderasi adalah mengikuti segala peraturan dan kebijakan pemerintah dan tim medis dengan tetap menjaga sikap kritis. Sikap kritis yang dimaksud tentu bersifat konstruktif, membanguan dengan asas kemaslahatan bersama. Bukan sikap destruktif, anti-pasti, atau sikap selalu menyangkal dan menegasikan.

Moderasi beragama perlu dipraktikkan oleh segenap anak bangsa. Jika ektrim kirim bersifat selalu menyangkal (tahrim) atas kebijakan negara, ekstrim kanan bersifat akomodatif (tahmil) terhadap sistem dan ideologi dari luar sebagai solusi alternatif, maka moderasi beragama adalah sikap selektif-akomodatif-kritis atas kebijakan pemerintah yang sah.

Dengan sikap akomodati-selektif-dan kritis akan terwujud solidaritas kebangsaan yang kokoh. Solidaritas kebangsaan adalah kunci sukses tidaknya suatu kebijakan dan peraturan yang digulirkan untuk melawan pandemi.

Moderasi Sebagi Vaksin

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Pancasila adalah jalan moderasi. Pancasilalah yang bisa melahirkan sikap akomodatif-selektif-kritis. Ketiga kata kunci modarasi ini termaktub dalam sila-sila Pancasila.

Akomodatif terejewantahkan dalam semua sila-sila Pancasila. Dari ketuhanan, persatuan, sampai keadialan adalah akomodasi dari pengalaman bawah sadar kolektif manusia Nusantara. Pancasila bukan sesuatu yang asing. Ia sudah membumi selama berabad-abad lamanya, yang kemudian diperas oleh para pendiri bangsa ini sebagai falsafah dan dasar negara.

Kritastalisasi dari seluruh pengamalaman bawah sadar ini diseleksi mana yang maslahah, mana yang madharat. Para pendiri bangsa ini dengan waktu yanga agak lama berhasil menyeleksi sila-sila yang pas untuk dijadikan sebagai pegangan bersama.

Sila-sila inilah yang wajib dijadikan sebagai standar bersama, tolak ukur nasional. Pendek katanya sebagai alat untuk mengkritisi dalam segala aspek dan lini kebangsaan.

Jika ada kebijakan yang dinilai kurang tepat, maka Pancasila adalah preferensi kita bersama. Atau jika ada paham dan ideologi luar yang mau diinfiltrasikan, maka Pancasila adalah alat saringnya.

Semangat moderasi sama dengan semangat Pancasila. Pancasila adalah jalan tengah kita bersama. Di jalan itu kita semua –dengan segala perbedaan agama, ras, warna kuli, kebudaya, dan bahasa –berjalan bergandengan tangan melawan pandemi berbahaya ini.

Facebook Comments