Oktober punya sejarah khas dalam perjalanan Republik Indonesia. Bulan ini bagi saya adalah bulannya ideologi dan tentara. Keduanya milik bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila yang menjadi dasar negara adalah prinsip utama kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Pancasila itu intisari ‘amaliah’ dan konsep bangsa sejak zaman nenek moyang dahulu, jauh sebelum terbayang dalam bentuk Republik.
Tak salah jika banyak orang menyebut bahwa sesungguhnya sejak berabad-abad lalu bangsa ini telah melaksanakan ajaran Pancasila tanpa nama. Para founding fathers hanyalah penggali ideologi dari praktek tanpa nama itu, bukan penemu apalagi pencipta. Karena itulah, Pancasila berada di alam bawah sadar bangsa Indonesia. Misalnya pun negara tak pernah mensosialisasikan ideologi ini kepada warganya, praktek Pancasila pasti tetap akan berjalan.
Bagaimanapun sebagai sebuah ideologi dan perangkat kebangsaan, Pancasila harus tetap dijaga dari para pengganggu ideologi. Merusak Pancasila sama dengan menghancurkan sendi kehidupan masyarakat Indonesia, mengganggu Pancasila sama dengan mengguncang tatanan sosial rakyat. Kalau sudah sendi dan tatanan sosial kacau balau, maka tentu korban akan mulai berjatuhan. Persoalan bangsa akan merembet kemana-mana, termasuk urusan ekonomi.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) lah yang bertugas menjaga ideologi Pancasila itu. TNI yang pada hari ini (5/10) berulang tahun ke-70 berkewajiban menjaga segala hal yang berhubungan dengan republik, mulai dari persoalan ideologi hingga rakyat. Hal ini sesuai dengan Sapta Marga yang menjadi komitmen sumpah setia setia prajurit kepada negara.
Di bulan inilah ideologi Pancasila yang menjadi platform bersama bangsa pernah diuji ‘kesaktiannya’. Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertugas mengawal bangsa ini juga pernah merasakan ‘repotnya’ menjaga ideologi negara dari gempuran ideologi impor. Lima puluh tahun silam, ideologi komunis sempat ‘menjajal’ kehebatan Pancasila dan TNI. Hasilnya, Republik sempat sedikit limbung namun segera bangkit mengalahkan musuh (PKI).
Berdasarkan pengalaman itu, terungkap jelas tentara pun tak bisa sendirian menjaga Republik. Bersama masyarakat sistem ideologi bangsa ini harus tetap dipertahankan. Karena ideologi inilah kunci keberadaan Indonesia sebagai negara bangsa. Jika ideologi ini runtuh, maka negara bangsa itu pun runtuh.
Sebenarnya sistem pertahanan lewat identitas ideologi nasional seperti halnya Pancasila bukan barang baru. Setiap negara tentu punya identitas ideologi yang berfungsi sebagai perekat sosial kebangsaan. Sebagai bangsa yang majemuk, terdiri dari ribuan bahasa yang dinaungi ratusan etnik dengan sistem keyakinan religi yang berbeda, bangsa Indonesia butuh perekat sosial yang kuat.
Sistem ideologi bangsa harus dibangun berdasarkan prinsip mengayomi dan melindungi semua entitas yang berbeda itu. Tidak ada lagi prinsip mayoritas dan minoritas dalam bernegara. Karena yang eksis hanyalah kesamaan visi dan prinsip dalam kehidupan bernegara. Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, Sunda Wiwitan, Aliran Kepercayaan, dipandang sama dan satu. Identitas mereka dikenal hanya sebagai Indonesia.
Partai Komunis Indonesia (PKI) diperangi lantaran ingin merubah landasan fundamental berbangsa dengan ideologi baru yang disebut komunisme. Komunis bukan barang yang disepakati secara ijma’ oleh bangsa ini. Menjadikan Indonesia sebagai komunis berarti pasti akan mengorbankan salah satu prinsip yang dalam Pancasila, semisal ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
Pun dengan gerakan radikal terorisme belakangan yang mencoba merongrong sistem ideologi bangsa dengan apa yang mereka sebut Negara Agama. Padahal jelaslah sudah –dalam sistem ideologi yang ada saat ini- negara agama tidak diakui lantaran prinsip dasar bernegara di Republik ini memandang agama secara sama tak ada yang diistimewakan secara dominan.
Dalam kondisi demikian dan jika dianggap sudah sangat mengkhawatirkan, tentara berkewajiban menjaga ideologi negara dengan segala cara, seperti pembasmian unsur komunisme pada 1965 lalu. Tentu saja, cara-cara bersenjata di era sekarang bukan jadi prioritas. Pertahanan semesta dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat yang harus ditingkatkan. Dengan begitu, masyarakatlah yang akan memegang tanggung jawab keamanan dan pertahanan nasional.