Pandemi Covid 19 yang tak kunjung reda semakin menimbulkan dampak sosial yang luar biasa kepada masyarakat. Tidak hanya persoalan kesehatan, rasa bosan, frustasi, dan kepanikan sosial berpotensi memprovokasi masyarakat. Termasuk proovokasi yang gencar dilakukan kelompok radikal di tengah pandemi.
Bahaya propaganda radikalisasi di tengah pandemi sangat nyata karena masyarakat banyak menyibukkan diri di dunia maya. Narasi radikal mampu meradikalisai masyarakat dengan mudahnya. Mereka semakin lama semakin menggodok informasi yang berisikan tentang ujaran kebencian dan rasa kecewa kepada pemerintahan yang dinilai tidak becus dalam menangani pandemi ini.
Propaganda mereka akan mengarahkan pada pembangunan ketidakpercayaan publik (publc distrust) yang menimbulkan kepanikan dan kericuhan sosial. Ketika hal ini terjadi, teori lama akan muncul bahwa suasana konflik merupakan ladang yang subur bagi penyebaran narasi radikal terorisme.
Sama halnya dengan virus Covid 19, virus radikal terorisme juga tidak mengenal ruang dan waktu dan strata sosial. Infiltrasi virus radikalisme bisa menyasar siapapun dengan usia dan latar belakang apapun. Masyarakat rentan yang tidak banyak memiliki wawasan kebangsaan yang kuat dan pemahaman agama yang kokoh sangat mudah termakan narasi radikalisme.
Radikalisme merupakan pemikiran yang menyimpang dari pemahaman yang sebenarnya. Pemikiran yang memanipulasi agama demi kepentingan politik. Karenanya mereka sangat senang dengan obyek individu yang memahami sesuatu persoalan hanya setengah-setengah atau tidak secara mendalam.
Di masa pandemi, kelompok radikal acapkali memanfaatkan situasi yang bisa memojokkan pemerintah dengan berbagai narasi. Banyaknya narasi-narasi yang menyebutkan bahwa pemerintah telah gagal dalam menghadapi virus Covid 19 dan hanya ada satu solusi adalah bagian dari cara mereka memanfaatkan situasi. Banyak disinformasi dan narasi yang dimanipulasi demi untuk menjatuhkan wibawa pemerintah yang seolah gagal melindungi rakyatnya.
Masyarakat Indonesia mustinya lebih selektif dalam memilih informasi untuk menghindari berita-berita yang berisi provokasi yang tentunya bisa merugikan bangsa ini di tengah pandemi Covid-19. Adanya berita hoak dan provokasi lebih masuk kepada masyarakat dalam situasi ketidakpastian ekonomi dengan banyaknya kehilangan mata pencaharian karena pandemi ini.
Karena itulah, pentingnya vaksin sebagai langkah pemerintah dalam menghambat penyebaran virus yang ada di Indonesia tidak sekedar menjaga imunitas fisik semata. Selain vaksin yang dirasa mampu untuk mengurangi angka penyebaran covid 19, kita sebagai warga Indonesia juga perlu menyuntikkan vaksin yang dapat merekatkan persatuan di tengah pandemi ini.
Pancasila Vaksin Imunitas Kebangsaan
Rasanya kita tidak perlu mengimpor vaksin dari luar sebagai perekat persatuan. Vaksin Pancasila sangat ampuh untuk menjaga imunitas sosial dan kultural supaya kita menjadi individu yang tak mudah terprovokasi terlebih di masa pandemi.
Karena itulah, perlu disadari bahwa Indonesia harusnya mampu menjadikan Pancasila sebagai vaksin karena isi dari kandungan pancasila tersendiri yang mampu mempertebal atau menguatkan imunitas kebangsaan.
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yang berarti keyakinan kepada Tuhan dan masyarakat Indonesia adalah masyarakat relijius. Dan tidak ada agama yang mengajarkan tentang radikalisme dan terorisme. Jika sila pertama ini mampu meresap ke dalam jiwa masyarakat Indonesia, maka pastinya Indonesia akan jauh dari sikap radikal terorisme.
Sila Kedua, Sila kemanusiaan yang Adil dan Beradab mampu mendidik masyarakat kita untuk memiliki rasa solidaritas yang tinggi dan mampu membantu yang kesusahan satu sama lainnya. Pandemi juga musibah kemanusiaan yang merenggut banyak korban. Di tengah situasi ini rasa kemanusiaan kita digugah untuk saling membantu dan meringankan beban kemanusiaan.
Sila ketiga, persatuan Indonesia mendidik kita bersama untuk bersama-sama melawan pergerakan radikal dan terorisme. Sila ini mengajarkan kita di tengah pandemi untuk tidak saling terpecah belah oleh narasi yang membenturkan antar masyarakat dengan pemerintah dan antar masyarakat.
Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Khidmat dan Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan mendidik masyarakat Indonesia untuk selalu bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah bukan dengan saling provokasi. Musyawarah dan gotong royong adalah falsafah bangsa
Sila kelima, Keadilan sosial mendidik kita untuk saling mengasihi antar satu sama lain. Keadilan diwujudkan untuk tidak memandang sesuatu berdasarkan latar belakang dan strata sosialnya.
Dengan menyelami dan mengamalkan kelima sila yang terkandung dalam Pancasila pastinya tidak akan lagi ada ruang bagi para pelaku radikal terorisme untuk menyebarkan virus kebencian mereka. Pancasila adalah vaksin terbaik bagi masyarakat nusantara dalam menghadapi narasi radikalisme di tengah situasi pandemi ini.
Pandemi adalah masalah kita bersama, sehingga sudah sepantasnya kita ikut terlibat dalam melawan virus covid-19 ini. Dan terlebih virus yang tidak akan pernah hilang adalah virus radikalisma yang memprovokasi dan menghambat upaya yang sedang digalakkan oleh pemerintah. Kini program vaksinasi telah digalakkan sebagai upaya pemerintah mengakhiri pandemi Covid-19 dan melengkapi upaya itu pemerintah harus menggalakkan vaksin Pancasila untuk masyarakat Indonesia di tengah Pandemi.