Di atas keluasan teritorial dan kebinekaan sosio-kultural, sebuah negeri “untaian zamrud katulistiwa”, yang mengikat lebih dari lima ratus suku bangsa, ragam agama dan budaya di sepanjang rangkaian tanah air yang membentang dari 6°08’ LU hingga 11°15’LS dan dari 94°45 BT hingga 141°05 BT, tentu diperlukan pengerahan kemauan dan kemampuan yang luar biasa untuk bisa menyatukannya.
Pancasila lahir sesuai dengan karakteristik lingkungan alamnya, sebagai negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau. Jenius nusantara merefleksikan sifat lautan. Sifat lautan adalah meyerap dan membersihkan, meyerap tanpa mengotori lingkungannya. Sifat lautan juga dalam keluasannya, mampu menampung segala keragaman jenis dan ukuran. Sebagai “negara kepulauan terbesar di dunia, yang membujur di titik strategis persilangan antarbenua dan antarsamudra, dengan daya tarik kekayaan sumber daya yang berlimpah, Indonesia sejak lama menjadi titik-temu penjelajahan bahari yang membawa pelbagai arus peradaban. Maka, jadilah Nusantara sebagai tamansari peradaban dunia. (Yudi Latif: 2011).
Nilai Luhur Pancasila
Pancasila sebagai bentuk refleksi nilai-nilai luhur bangsa meletakkan kesemua nilai itu pada kedudukan yang sangat diagungkan sebagai prinsip pengarah yang telah membawa bangsa pada kejayaan kemerdekaan. Prinsip-prinsip itu mengambil bentuk “sikap bijaksana” seperti “keserasian tanpa menghilangkan kreativitas perorangan”, kesediaan berkorban untuk mengorbankan kepentingan sendiri untuk kepentingan orang lain, melakukan banyak hal untuk orang lain tanpa mengharap imbalan (sepi ing pamrih, rame ing gawe), kesabaran di hadapan kesulitan dan penderitaan, dan seterusnya. Karena adanya sikap yang demikian bijaksana dalam dirinya, bangsa Indonesia menjadi bangsa pencinta perdamaian, sopan kepada orang lain tanpa sedikit pun menyerahkan diri kepada akibat-akibat koruptif dari modernisasi, giat berkarya, tetapi memiliki akar yang dalam pada kehidupan yang kaya dengan refleksi dan meditasi, serta sabar tetapi tekun dalam membangun masyarakat yang adil bagi masa depan. (KH. Abdurrahman Wahid: 2000)
Bung Karno menegaskan bahwa internaisonalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Aktualisasi nilai-nilai kesetaraan dan persaudaraan kemanusiaan dalam konteks kebangsaan bisa menjadi semen perekat dari kemajemukan keindonesiaan, sebagai tamansari kemajemukan dunia. (Yudi Latif: 2011)
Dalam menangani konfilik atau hal-hal yang yang dapat melahirkan kesenjangan memang ada banyak cara, dari cara yang paling halus sampai cara yang paling kasar. Namun sebagai bangsa yang besar Indonesia telah memiliki cara tersendiri dalam menangani setiap masalah rumah tangga bangsanya, seperti yang telah diajarkan para pendiri bangsa ini.
Selalu Berupaya untuk Persatuan
Para pendiri bangsa. Mereka yang sibuk dengan upaya mendudukkan “nilai-nilai luhur bangsa” pada tempat yang agung menjawab serangan di atas dengan jalan menunjukkan kemampuan bangsa untuk mengatasi tantangan paling dasar terhadap kehidupannya, dalam bentuk pemberontakan-pemberontakan sparatis dan bahkan pertentangan intern yang tajam dilingkungan kelompok yang memerintah, tanpa kehilangan sedikitpun kerukunannya dan solidaritas sosial yang menjadi landasan kehidupannya.
Manusia Indonesia tetap berhasil mempertahannkan cara hidup mereka, apapun tantangan yang mereka hadapi dan penderitaan yang mereka alami dalam kehidupan. Adakah bukti lebih konkret akan kesatriaan mereka dari kenyataan adanya “nilai paling Indonesia” di antara semua “nilai-nilai luhur bangsa”, mereka mampu bangkit dari kegagalan dan kehancuran tanpa kegentiran dan kepahitan sikap terhadap kehidupan itu sendiri ? kalau sikap seperti itu dianggap manusi Indonesia sebagai bangsa melempem, apa boleh buat! Catatan sejarah telah menunjukkan manusia Indonesia mampu menjadi orang-orang revolusioner dalam sekejap mata, kalau mereka ingin. Tetapi, menusia Indonesia sebagaii bangsa cukup bersabar untuk menumbuhkan pendekatan gradual mereka sendiri untuk mengangkat derajat dari belenggu politik pecah belah. (KH. Abdurrahman Wahid: 2000)
Dengan mengamalkan ajaran “sikap bijaksana dan meneladani nilai luhur yang dicontohkan para pendiri bangsa , akan menumbuhkan kepedulian pada generasi penerus bangsa ini untuk melestarikan nilai-nilai luhur bangsa tanpa menutup diri dari kemungkinan adanya nilai-nilai baru yang akan mengiringi langkah Indonesia yang maju dengan nafas perdamaiannya dan upaya persatuan yang selalu sehat dan bermartabat.