Pancasila, Islam, Dan Gerakan Antiradikalisme

Pancasila, Islam, Dan Gerakan Antiradikalisme

- in Narasi
1647
0

Benturan Pancasila dan Islam tidaklah ada. Kalaupun ada yang berupaya membenturkannya itu adalah proyek klasik yang selalu diulang-ulang. Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Jendral AH. Nasution yang saat itu menjabat Ketua MPRS ketika diwawancarai KOMPAS. Dikatakan bahwa membenturkan Pancasila dan Islam telah dilakukan PKI kala itu.

Peradaban global dewasa ini dihadapkan pada permasalahan kompleks dalam berbagai lini. Salah satunya adalah ancaman terorisme dan radikalisme. Terorisme dan radikalisme tidak mengenal agama, etnis, dan identitas lainnya. Semua berpotensi menjadi korban sekaligus pelakunya. Demikian pula kaitannya dengan Islam. Nilai Pancasila dan ajaran Islam sama-sama mengutuk terorisme dan radikalisme.

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Pertumbuhan demografis umat Islam tergolong pesat di dunia. Muslim juga masih mayoritas di negeri ini. Menjadi konsekuensi dan kewajiban untuk mengaktualisasikan prinsip rahmatan lil ‘alamin sekaligus menggerakkan upaya-upaya menciptakan perdamaian dunia. Islam mesti dan diyakini mampu memberikan keteladanan di garda terdepan. Umat Islam penting diajak mendalami kembali ajaran yang penuh perdamaian dan secara pro aktif terlibat dalam gerakan anti radikalisme dan terorisme.

Spirit Hijrah

Umat Islam sejagad pada 21 September 2017 baru saja memperingati Tahun Baru 1 Muharram 1439 Hijriyah. Beragam tradisi dan refleksi dilakukan di setiap pergantian tahun ini. Esensinya adalah mengevaluasi perjalanan kehidupan yang lalu dan menatap perbaikan ke depan.

Kalender Islam menempatkan Muharram sebagai bulan perdana. Muharram juga digolongkan dalam empat bulan suci yang ada di setiap tahunnya. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS at-Taubah : 36.

Empat bulan haram tersebut diantaranya adalah bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Kata “Muharram” sendiri memiliki arti “terlarang” dan berasal dari kata haram, yang artinya “berdosa”.

Hidayat (2016) mengemukakan adanya beberapa hikman yang dapat dipetik dari Hijrahnya Nabi dan para shabat dari Mekkah ke Madinah. Pertama, peristiwa hijrah Rasulullah SAW, dan para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah merupakan tonggak sejarah monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap Muslim. Hijrah merupakan tonngak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekkah, menuju suasanan yang prospektif di Madinah.

Kedua, hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah dari hal-hal baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah SAW dan para sahabat telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda mereka.

Ketiga, hijrah mengandung semangat persaudaraan seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajrin dengan kaum Anshar, bahkan beliau membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

Kontribusi Gerakan

Gerakan antiterorisme dan radikalisme mesti dibumikan. Penyebaran dan penguatannya harus mampu menandingi penyebaran keduanya. Landasan fundamental umat Islam mesti diperkokoh dan terus diberikan penyegaran.

Teologi damai mesti benar-benar ditancapkan sebagai ideologi mendasar dari umat Islam. Ini menjadi modal dasar sekaligus benteng terkuat. Spiritualisme menjadi strategi fundamental dalam membentengi umat dari godaan tindak terorisme dan radikalisme. Pendekatan ini juga menjadi senjata ampuh guna melawan hingga melumpuhkan berkembangnya pemahaman terorisme dan radikalisme.

Distorsi pemaknaan jihad menjadi tantangan umat Islam yang dapat menyeret ke tindakan terorisme dan radikalisme. Mestinya diubah 180 derajad, dimana salah satu medan jihad adalah melawan penyebaran dan tindak terorisme dan radikalisme.

Pendidikan anak Islam sejak dini mesti dikuatkan tentang ajaran cinta kasih dan deradikalisasi. Teknisnya dapat masuk dan mengoptimalkan pendidikan formal, pendidikan keagamaan, TPA, dan lainnya. Pendekatan kontemporer penting ditempuh, seperti penciptaan permainan yang mengajarjan kedamaian, toleransi, kemanusiaan, dan lainnya.

Keluarga sebagai pilar negara juga mesti diperkuat kontribusinya. Ayah dan Ibu memegang peran sentral. Pendidikan anti-terorisme dan radikalisme di keluarga mesti ditumbuhkan dan dimulai dari hal-hal sederhana dalam kehidupan keseharian.

Selanjutnya kehidupan sosial kemasyarakat juga mesti ramah dan penuh kedamaian. Kehidupan sosial mesti tanggap terhadap terorisme dan radikalisme. Peraturan sosial hingga budaya lokal dapat dioptimalkan guna mempersempit gerak-gerik pelaku terorisme dan radikalisme. Masyarakat mesti digerakkan untuk sensitif dan kontributif dalam dinamikan sosial. Iklim gotong royong dan interaksi sosial mesti diperkuat.

Islam mesti terdepan dalam deradikalisasi. Lembaga, ormas, atau ulama penting mengajak sinergi dengan entitas umat agama lain. Pemerintah berperan dalam fasilitasi dan regulasi. Spirit hijrah dan nilai Pancasila dapat diinternalisasikan dan diaktualisasikan guna menguatkan kekuatan umat menghadapai terorisme dan radikalisme.

Facebook Comments