Pemuda Pagan Penunjuk Jalan

Pemuda Pagan Penunjuk Jalan

- in Keagamaan
3090
0
photo by: letazzinediyoko.it

Selama tiga belas tahun menjalankan misi dakwah Islam yang damai di Makkah, Muhammad Saw dan para shahabatnya mendapatkan aneka halang-rintang dari kafir Quraisy. Ancaman pembunuhan terus-menerus menerpa mereka. Ketidaknyamanan tinggal di kampung sendiri pun dirasakan setiap saat.

Muhammad Saw akhirnya merencanakan hijrah (berpindah) dari Makkah ke Yatsrib (kelak bernama Madinah), yang terletak di sebelah utara Makkah. Daerah ini menjadi pilihan utama karena telah cukup ramai, diantaranya dihuni oleh komunitas Yahudi Aus dan Khazraj.

Muhammad Saw tidak banyak bicara perihal kapan persisnya perjalanan penting ini dilakukan, termasuk kepada karibnya, Abu Bakar al-Shiddiq, hingga ijin dari Allah Swt benar-benar turun. Rencana waktu ini dirahasiakan rapat-rapat. Jika terdengar pihak musuh, niscaya aneka rintangan akan segera menghadang termasuk pembunuhan padanya. Kepergian Muhammad dicurigai untuk menyusun kekuatan baru yang akan membayakan mereka.

Sambil menunggu ijin dari langit turun, Abu Bakar menyiapkan dua ekor unta. Pemeliharaannya diserahkan sepenuhnya pada ‘Abdullah bin Uraiqit al-Laitsi, seorang pemuda pagan (musyrik). Unta-unta ini akan digunakan sebagai kendaraan hijrah, ketika lampu hijau meninggal Makkah benar-benar telah menyala.

Tiba waktunya hijrah, pemuda-pemuda Quraisy yang hendak menghabisi nyawa Muhammad mengepung rumah beliau. Malam itu juga, beliau minta pemuda pemberani ‘Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya di tempat tidur, dengan resiko yang tidak ringan. Dan beliau minta Abu Bakar menemaninya sepanjang perjalanan Makkah-Yatsrib, lebih 400 kilo meter (untuk konteks sekarang menggunakan bus). Ikut serta juga budak Abu Bakar, Amr bin Fuhairah.

Yang tak kalah penting, proses hijrah ini melibatkan seorang pemuda pagan bernama ‘Abdullah bin Uraiqit dari Bani Du’il, yang dipercaya Abu Bakar mengurus unta untuk kendaraan hijrah itu. ‘Abdullah berberan sebagai penunjuk jalan, karena misi ini menempuh jalur tikus dan tidak biasa dilalui, guna menghindari halang rintang para musuh. Misi ini sungguh berat, karena musuh dengan pedang dan panahnya menghadang di mana-mana. Jalur tikus itu mesti dilalui dan pemuda pagan itulah yang tahu persis rutenya.

‘Abdullah, penunjuk jalan yang non-muslim, ini mengarahkan Muhammad, Abu Bakar dan Amr ke arah selatan, kemudian menuju Tihama dekat Laut Merah. Ketiganya terus melakukan perjalanan penuh resiko ini tanpa lelah. Terik matahari tak dirasakan. Debu-debu padang pasir juga diabaikan. Hanya untuk menyelamatkan ajaran langit yang dibawa Muhammad Saw.

Sesampai di Yatsrib, penduduknya yang sebagian telah memeluk Islam, sebagian masih beragama Yahudi dan sebagian lagi masih menganut paganisme, menyaksikan
kehidupan baru yang semarak di kampungnya. Muhammad Saw dinilai sebagai sosok pemersatu dua kabilah besar yang memiliki riwayat berseteru; yakni Aus dan Khazraj.

Kisah hijrah Muhammad Saw ini tentu saja sangat panjang diceritakan dan tidak akan habis-habisnya. Di antara yang menarik, kaitannya dengan keakraban dengan pihak-pihak yang belum memeluk Islam, adalah kesediaannya ditunjukkan jalan oleh seorang pagan. Dan Muhammad sama sekali tidak anti pati terhadapnya. Ini menjadi penanda, kebaikan bisa muncul dari siapapun dan latar belakang apapun.

Pertanyaannya: apa sebab Muhammad yang muslim rela dibimbing perjalan pentingnya oleh ‘Abdullah bin Uraiqit, seorang yang sama sekali bukan dari golongan mereka? Kenapa ketiganya tidak merasa canggung dan kuatir jika ‘Abdullah justru menjerusmuskan perjalanan penting ini menuju musuh-musuhnya?

Setidaknya ada tiga alasan penting. Pertama, ‘Abdullah dikenal sebagai pemuda yang jujur dan amanah. Tak heran karenanya, Abu Bakar mempercayainya untuk mengurus dua unta untuk kendaraan hijrah. Tanpa kepercayaan ini, sulit rasanya amanah besar ini dipikulkan di pundaknya.

Kedua, ‘Abdullah dinilai sebagai pemuda profesional dalam pekerjaannya. Perbedaan keyakinan tidak menjadikannya kehilangan profesionalitas. Ia mengutamakan kepercayaan pengupahnya ketimbang kepercayaannya. Ia pun akan memberikan yang terbaik untuk tuannya. Lebih pada profesionalitas hubungan kerja, bukan sentimen keyakinan.

Ketiga, Muhammad, Abu Bakr dan Amr, tidak memahami medan jalan Makkah- Yatsrib. Jika salah rute, mereka justru akan tertangkap musuh yang tengah beringas-beringasnya. Menggunakan jasa pemuda pagan itulah pilihan terbaik. Dan benar, karena jasanya, ketiganya berhasil menjejak tanah Yatsrib dengan selamat sentausa.

Dalam konteks inilah, peran ‘Abdullah bin Uraiqit dalam menyukseskan hijrah tidak bisa dipandang remeh. Tanpa bantuan sekaligus profesionalitas pemuda pagan ini, kisah hijrah Muhammad bisa berbeda. Itu sebabnya, kita umat Islam patut memberikan penghargaan yang tinggi atas profesionalitasnya.

Sebaliknya, kita juga tidak semestinya penuh praduga pada siapapun yang tidak sama aliran keyakinannya dengan kita. Kebaikan dan profesionalitas, nyatanya tidak mengenal latar belakang. Muhammad Saw memerintahkan, ambillah kebaikan dari manapun munculnya. Dan Muhammad memberi teladan yang nyata dengan mengambil kebaikan dari pemuda pagan, justru untuk menyelamatkan misi terpentingnya sepanjang sejarah Islam.

Facebook Comments