Peringatan Darurat Potensi Disinformasi dan Polarisasi dalam Ruang Demokrasi Digital

Peringatan Darurat Potensi Disinformasi dan Polarisasi dalam Ruang Demokrasi Digital

- in Narasi
37
0
Peringatan Darurat Potensi Disinformasi dan Polarisasi dalam Ruang Demokrasi Digital

Semarak peringatan hari kemerdekaan Indonesia tahun ini diikuti dengan Peringatan Darurat Indonesia Garuda Biru. Peringatan Darurat ini adalah sebuah panggilan kepada masyarakat di ruang digital untuk dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga demokrasi dan keadilan di Indonesia. Gerakan ini dilakukan sebagai respons terhadap keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Panitia Kerja (Panja) yang memilih menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) dan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 21 Agustus 2024 terkait batas usia calon untuk maju di Pilkada 2024. Dalam rapat tersebut Baleg sepakat bahwa UU Pilkada mengacu pada putusan Nomor 23/P/HUM/2024 yang diputuskan MA pada 29 Mei 2024. Momen krisis yang diciptakan dalam situasi ini perlu disikapi secara kritis dan diwaspadai secara serius karena dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan tepat.

Momen krisis yang dialami bangsa ini dapat berpotensi memberikan ruang terhadap kelompok-kelompok radikal yang berniat mengambil peluang dari masa kritis tersebut untuk membunuh ideologi yang ada dan menggantikan tatanan nilai yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Peringatan Darurat Garuda Biru sendiri sesungguhnya merupakan respons terhadap masa kritis yang dihadapi bangsa. Gerakan ini merupakan ajakan kepada masyarakat untuk mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan jalannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Namun upaya semacam ini justru rentan ditunggangi oleh pihak yang secara tidak bertanggungjawab menyebarkan disinformasi yang dapat bermuara pada perpecahan di masyarakat, terutama di media sosial sebagai ruang demokrasi digital.

Partisipasi Demokrasi dan Potensi Disinformasi di Ruang Digital

Pemanfaatan teknologi informasi dan media sosial telah mengubah lanskap partisipasi politik dengan membuka pintu bagi partisipasi yang lebih luas dan meningkatkan akses informasi serta ruang diskusi publik. Teknologi dan media sosial memfasilitasi warga negara untuk menyuarakan pendapat mereka dan memperluas jangkauan partisipasi politik. Partisipasi masyarakat merupakan aspek kunci dalam sistem demokrasi yang memungkinkan warga negara untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik dan mempengaruhi jalannya pemerintahan.

Dalam era digital saat ini, teknologi informasi dan media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cara masyarakat berpartisipasi dalam proses demokrasi. Di bawah demokrasi, rakyat memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan menentukan pemimpin mereka. Demokrasi juga memastikan kebebasan media sebagai sarana untuk menyampaikan informasi, mengawasi pemerintah, dan mempengaruhi opini publik. Dengan demikian, partisipasi masyarakat, tak terkecuali di ruang demokrasi digital, memainkan peran penting dalam menjaga keberlanjutan demokrasi di Indonesia.

Namun demikian, dalam momentum-momentum kritis semacam ini, terdapat tantangan dan dampak negatif yang muncul seiring dengan percepatan informasi melalui teknologi dan media sosial. Disinformasi, polarisasi, dan penyebaran ujaran kebencian menjadi isu yang perlu ditangani secara serius. Dalam situasi ini media sosial dapat menjadi wadah atau ruang dalam upaya radikalisme. Media sosial memungkinkan penyebaran informasi yang tidak benar atau hoaks dengan cepat. Hal ini dapat membingungkan masyarakat serta mempengaruhi persepsi publik.

Penggunaan teknologi dan media sosial juga dapat menyebabkan polarisasi politik, di mana media sosial hanya memaparkan pandangan dan opini yang sejalan dengan kepentingan kelompok tertentu. Pandangan radikal yang cenderung memecah belah bangsa bahkan terus diperkuat dengan adanya polarisasi dan politik pecah belah di media sosial. Media sosial juga dapat menjadi tempat penyebaran ujaran kebencian dan intoleransi dalam masyarakat. Diskusi yang tidak kondusif, serangan pribadi, serta ujaran kebencian terhadap ideologi negara dan sesama anak bangsa pun dapat terjadi dalam media sosial.

Keterlibatan Kolektif dalam Menjaga Persatuan

Bagaimana respons masyarakat dalam kondisi krisis semacam ini yang justru terjadi dalam upaya menghidupi demokrasi? Pertanyaan ini penting karena tujuan akhir terwujudnya masyarakat majemuk yang demokratis hanya bisa dicapai melalui kualitas keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan kolektif yang dilakukan oleh masyarakatnya. Masyarakat tentu saja memiliki tempat sentral dalam demokrasi. Untuk itu, keterlibatan bermakna dari seluruh elemen masyarakat menjadi penting untuk memastikan agar masa krisis ini tidak menjadi ruang gelap yang dimanfaatkan untuk agenda kelompok tertentu yang berujung pada perpecahan.

Dengan kesadaran akan peran signifikannya dalam demokrasi, setiap elemen masyarakat perlu bersikap kritis terhadap perkembangan informasi di ruang digital. Di samping bahwa media-media juga didorong untuk menjaga komitmen dan integritasnya, masyarakat sendiri perlu mewaspadai setiap bentuk disinformasi yang ada dan juga secara bertanggungjawab menjadi pelaku penyebar informasi yang mengutamakan persatuan dan kepentingan bersama.

Dalam hal ini, kepedulian bersama dalam menghadapi potensi disinformasi dan polarisasi menjadi faktor penting dalam upaya memfilter dan membersihkan jagat maya dari narasi-narasi pecah-belah. Jika setiap elemen bangsa turut melibatkan dirinya dalam upaya ini, maka ruang digital demokrasi Indonesia dapat dijaga bersama dalam semangat persatuan, sekalipun ada situasi darurat yang mengancamnya.

Facebook Comments