Proxy War Dunia Maya : Bahaya Infiltrasi Dakwah Digital Wahabi

Proxy War Dunia Maya : Bahaya Infiltrasi Dakwah Digital Wahabi

- in Narasi
1514
0
Proxy War Dunia Maya : Bahaya Infiltrasi Dakwah Digital Wahabi

Seiring dengan perkembangan jaman serta teknologi, sifat dan karekteristik perang mengalami perubahan. Perang yang kini sering terjadi lebih dikenal dengan istilah Proxy war. Dalam proxy war tidak lagi menggunakan kekuatan militer, tetapi melalui aspek kehidupan berbangsa dan bernegara baik melalui politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan agama. Lantas, apakah bisa Proxy War dilakukan di dunia maya? Bagaimana hukumnya jika Proxy War dilakukan dengan maksud difensif ?

Dalam satu dekade terakhir Indonesia dihebohkan dengan isu agama yang tak jarang dibenturkan dengan negara dan budaya. Isu agama tersebut mengakibatkan munculnya politik identitas tidak hanya di kalangan elit politisi akan tetapi juga masyarakat terkena dampaknya. Penyebaran isu agama yang dibungkus dengan ceramah di dunia maya tersebut tak lain dan tidak bukan kebanyakan dilakukan oleh aktor-aktor Wahabi.

Maya digunakan sebagai media dakwah kelompok Wahabi karena mereka di Indonesia kurang diterima oleh masyarakat lokal yang kental dengan tradisi. Wahabi yang mengikuti ajaran Muhammad bin Abdul Wahab membawa pemahaman purifikasi atau pemurnian agama Islam. Wahabi menggunakan ideologi takfiri sebagai konsekuensi logis untuk kembali ke Al-Qur’an dan Al Sunnah. Wahabi menyasar masyarakat urban yang penuh dengan kesibukan dan kurang memiliki basis keilmuan agama yang kuat. Masyarakat urban lebih suka belajar agama melalui media sosial sebagai alternatif.

Tawaran Ideologi hitam-putih yang hanya membahas halal-haram, syirik-bid’ah bersifat fiqhiyah dirasa sangat simple dan mudah untuk dipahami. Tak mengagetkan jika kemudian media Indonesia dihiasi oleh ustadz Wahabi dan media Wahabi menjadi urutan teratas dalam pencarian di Google. Startegi dakwah digital digunakan Wahabi untuk menguasai media di Indonesia. Tak terkecuali juga untuk memerangi bangsa Indonesia dengan menolak sistem negara serta ingin menggantinya dengan sistem khilafah.

Ustdaz Wahabi memiliki ciri dakwah menyerang, cenderung menyalahkan. Membawa ideologi takfiri, tabdi’i, tasyriki, tasqiqi (propaganda negatif) dengan cara menyerang Ahlul Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA). Dalam ajarannya Wahabi menolak tasawuf. Mereka menerima tafsir, akan tetapi sangat tekstual. Dengan pemurnian tauhid Wahabi sampai menyerang umat islam lainnya (Nahdlatul Ulama) hingga menyebabkan skeptisisme. Dakwah ala Wahabi menjadikan wajah Islam kerdil hanya pada aspek akidah dan syariat saja. Menganggap sunnah Nabi sebatas aspek penampilan. Bahkan kesepakatan ulama Ahlul Sunnah sedunia sepakat bahwa Wahabi bukan salaf dan bukan aswaja.

Menyadari hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama K.H. Said Aqil Siradj dalam pidatonya pada Hari Lahir NU ke 98 tahun hijriah meminta kepada Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk menutup akun dan media dakwah Wahabi. Hal ini tentu dirasa sangat penting dilakukan mengingat dakwah yang dilakukan Wahabi di Dunia Maya sangat tidak mencerminkan Islam yang Washatiyah dan rahmatan lil alamin.

Dalam sejarahanya Wahabi lebih kejam dari Adolf Hitler. Hitler sebagai pemimpin partai Nazi Jerman pada Perang Dunia II melarang memerangi makam, rumah sakit, situs sejarah, gedung parlemen, dan rumah ibadah. Sedangkan Wahabi makam saja diperangi, hingga pada akhirnya perwakilan NU mengadakan Komite Hijaz untuk menyelamatkan makam-makam di Arab Saudi. Anehnya Wahabi merenovasi makam Muhammad bin Abdul Wahab. Bahaya laten dakwah Wahabi lainnya di dunia maya adalah propoganda menolak Barat, padahal faktanya mereka mendapat suplai pendanaan dan pro Barat.

Terlepas pidato K.H Said Aqil Siradj tentang permintaan beliau kepada KOMINFO untuk menutup akun dakwah Wahabi, sebenarnya jika kita mampu berfikir kritis ada makna tersirat yang harus disadari dan dipahami oleh warga Nahdliyin. Kalau memang Wahabi sengaja di import ke Indonesia untuk melukan propoganda, pemecah belah bangsa, sudah saatnya warga Nahdliyin melalukan jihad berupa Proxy War di dunia maya melawan dakwah Wahabi.

Tidak harus menyerahkan dan membebankan semuanya ke negara. Sebagai pengabdian terhadap agama dan negara, menjadi pihak ketiga untuk memerangi islam ala Wahabi sangat penting dilakukan di media sosial. Kampanye islam Ahlul Sunnah Wal Jama’ah an Nahdliyah sebagai pelurusan akidah atas apa yang di dakwahkan oleh ustadz Wahabi. Di sisi lain penjelasan tentang penerimaan budaya dan tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan agama sebagai bagian menjalankan ibadah keagamaan islam harus dikuatkan.

Sekalipun sudah banyak media islam moderat di Indonesia, akan tetapi sangat bahaya apabila generasi penerus bangsa salah memilih kanal media yang membawa pemahaman Islam neo-khawarij ala Wahabi. Proxy war yang bersifat difensif bertujuan untuk memberikan pemahaman religius literasi yang wasathiyah melalui media televisi, youtube, dan lainnya harus dilakukan oleh kaula muda Nahdliyin termasuk ustadz milenial NU untuk mengimbangi pasar media yang rata-rata diakses oleh generasi Z.

Santri dari pondok pesantren NU sebagai garda terdepan proxy war wajib hukumnya memberikan sumbangsih pemikiran Islam Washatiyah untuk mengkontra narasi Islam radikal di dunia Maya. Dakwah digital harus masif dilakukan warga Nahdliyin sebagai upaya merembut dan menguasai kembali dunia maya dari Wahabi.

Facebook Comments