Berpuasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan dari segala tindakan yang dapat merugikan orang lain. Misal; melakukan bom bunuh diri, menyebarkan kebohongan di dunia maya, menyebarkan ujaran kebencian, berita hoax dan lain. Karena dengan berpuasa selain derajatnya ditinggikan oleh Allah juga mendapatkan predikat mutaaqin (orang-orang yang taqwa) sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surah Al-Baqrah ayat 183. Predikat Muttaqin ini diberikan kepada orang-orang yang puasa karena telah menahan lapar, haus dan hal-hal yang membatalkan puasa serta menahan nafsu untuk bertindak-tanduk yang merugikan orang lain, menahan hasrat untuk menghakimi orang lain dengan jalan radikal, menahan hasrat untuk tidak taat kepada kepemerintahan yang sah, menahan hasrat untuk menyebarkan ujaran kebencian, menahan hasrta untuk mendirikan khilafah di negeri pancasila, dan menahan diri dari hal-hal yang merugikan orang lain dengan meng-share konten-konten negative di dunia maya.
Tentu saja puasa tidak hanya dimiliki oleh orang islam, tetapi juga dimiliki oleh seluruh ciptaan tuhan di muka bumi ini. Sebuah gambaran bagi umat manusia tentang bagaimana ayam tidak makan dan menum ketika mengerami telurnya, tumbuh-tumbuhan juga tidak selalu berbuah dan ada waktu dimana harus berpusa (tidak berbuah) tujuanya adalah untuk menghasilkan buah yang terbaik. Begitu juga dengan umat manusia, idealnya seorang yang mengaku muslim dan melaksanakan puasa, tidak mudah menjustifikasi seseorang kafir, sesat, thoghut dan lain. Pun juga tidak mudah terprovokasi dengan berita-berita hoax yang dapat menghancurkan saudara seiman, seagama dan se-negara. itulah kontektualisasi buah berpuasa.
Era digital, acap kali digunakan untuk mengadu domba orang lain dengan menyerbarkan berita bohong. Apa yang diberitakan tidak sesuai dengan realitas dan apa yang tidak sesuai dengan realitas diberitakan sebagus mungkin untuk menarik simpatik dan empatik orang lain. Parahnya adalah apa yang diberikan membuat orang lain membenci sesama saudara. Hal ini dapat merusak tatanan sosial hanya karena ketidak jeli dalam meng-share berita bohong.
Adanya bulan ramadan sebagai bentuk uji coba manusia, ujian diri untuk bisa menahan hawa nafwu. Tidak hanya untuk hal-hal lahir, tetapi juga untuk hal-hal batin harus ditahan. Bulan ramadan adalah bulan penuh rahmah bagi seluruh umat manusia. Di bulan ramadan terkandung sejarah cemerlang dengan diturunkannya kitab suci orang islam dan menjadi pendoman bagi umat manusia sebagai penunjuk jalan yang lurus. Bulan ramadan adalah bulan penuh pengampunan dari dosa-dosa yang dilakukan oleh umat manusia. fathu Mekkah terjadi pada tangga 10 Ramadah, Nabi Muhammad bersama 10.000 pasukan menaklukkan Mekkah tanpa ada pertumpahan darah. Di bulan ramadan pula, negeri kita tercinta, Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan bulan ramadan tahun 1364 H. Walaupun tanggalnya masih diperdebatkan. Realitas sejarah inilah menandakan bahwa bulan ramadan merupakan bulan rahmatan lil alamin. Jika bulan ramadan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia, maka idealnya manusia yang berpuasa juga menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia pula. Jika demikian seorang yang berpuasa dengan iman dan taqwa, selain dosa-dosanya terampuni (Al-hadis) juga dalam dirinya terpatri rasa kasih sayang, toleran, saling menghormati antar sesama, saling mengayomi , dan saling membantu dalam kebaikan. Karena tidak dibenarkan oleh agama apapun untuk saling membenci, menuduh kafir, saling curing. Apalagi sampai membunuh orang lain tanpa sebab musabbanya.
Untuk itu, menjadikan bulan puasa sebagai muhasabah diri atas tindakan yang telah dilakukan merupakan hal yang sangat tepat untuk merefleksikan bulan puasa sebagai bulan rahmat bagi seluruh umat manusia. Hanya dengan menahan diri dari segala hal yang dapat merugikan orang lain, perdamaian dan kedamaian umat manusia dapat tercapai. Semoga!.