Refkleksi Hardiknas; Ormas Sebagai Katalisator Pendidikan Berbasis Civil Society

Refkleksi Hardiknas; Ormas Sebagai Katalisator Pendidikan Berbasis Civil Society

- in Narasi
20
0
Refkleksi Hardiknas; Ormas Sebagai Katalisator Pendidikan Berbasis Civil Society

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei adalah momentum tepat untuk melihat kembali kontribusi organisasi kemasyarakatan dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Belakangan ini, citra ormas tengah tercoreng akibat perilaku sebagian oknum. Di banyak berita, sejumlah ormas melakukan tindakan pemalakan, intimidasi, bahkan kekerasan terhadap aparat.

Pemberitaan itu lantas membuat citra ormas tercoreng. Seolah-oleh ormas identik dengan kekerasan. Jika mendengar kata ormas, masyarakat pun cenderung alergi. Padahal, di saat yang sama, masih banyak ormas yang tetap menjaga fitrahnya sebagai pelayan umat, pengayom masyarakat, dan mitra pemerintah.

Keberadaan ormas sejak dulu terasa manfaatnya bagi masyarakat. Termasuk dalam hal pendidikan. Ormas adalah salah satu mitra strategis pemerintah dalam memajukan pendidikan nasional. Keterbatasan pemerintah, baik dalam hal pendanaan maupun sumber daya dalam pendidikan ditambal oleh kontribusi ormas-ormas tersebut.

Ormas yang berperan dalam hal pendidikan tidak hanya ormas keislaman atau keagamaan, namun juga ormas-ormas non-keagamaan. Hari ini, banyak sekali ormas yang fokus utamanya adalah memajukan pendidikan di Indonesia. Ini tentu patut kita apresiasi. Artinya, masih banyak ormas yang menjalankan peran sosialnya, bukan justru menjadi alat untuk mengintimidasi masyarakat dan merongrong kinerja pemerintah.

Jika dibaca dari perspektif ilmu sosial modern, keberadaan ormas di Indonesia bisa digolongkan sebagai bagian dari gerakan civil society. Civil society adalah kelompok masyarakat non-negara (non state society) yang dicirikan dengan berbagai karakter. Antara lain, independen dalam artian tidak bersifat partisan alias bukan bagian dari partai politik atau gerakan politik praktis tertentu. Sukarela dalam artian keagggotaanya berdasar pada sikap voluntary alias tanpa paksaan.

Selain itu, civil society juga dicirikan dengan sifatnya yang kritis namun moderat. Kritis-moderat itu artinya, aktif dalam membangun komunikasi dengan pemerintah, mendukung program atau kebijakan pemerintah sambil tetap mengawasi secara proporsional. Kita melihat karakter civil society dalam ormas-ormas di Indonesia.

Dalam struktur negara demokrasi modern, keberadaan civil society itu penting. Kekuatan civil society bisa menambal keterbatasan negara dalam sejumlah urusan. Termasuk dalam agenda mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Sejumlah ormas menunjukkan komitmen dan kehadirannya secara nyata dalam isu pendidikan. Tidak sekadar wacana, melainkan ikut terjun langsung mencerdaskan anak bangsa.

Kehadiran ormas dalam dunia pendidikan dibuktikan dengan banyaknya lembaga pendidikan yang dikelola oleh ormas. Muhammadiyah misalnya mengelola ribuan sekolah modern. Sedangkan NU membawahi puluhan ribu pesantren dan ribuan sekolah. Kehadiran sekolah Muhammdiyah dan NU itu mampu menambal kekurangan negara dalam menyediakan akses pendidikan bagi warganya.

Ke depan, yang harus ditingkatkan adalah sinergi antara pemerintah dan ormas dalam memajukan dunia pendidikan. Ormas dan pemerintah harus bekerjasama dalam peningkatan kualitas pendidikan. Lantaran, pendidikan itulah kunci utama kemajuan bangsa. Apalagi kita akan menghadapi bonus demografi di masa depan yang bergantung pada kualitas sumber daya manusianya.

Peringatan Hardiknas adalah momen yang tepat untuk melihat kembali peran ormas dalam pendidikan. Sekaligus melihat kembali apa sebenarnya urgensi ormas dalam kehidupan kebangsaan kita. Kehadiran ormas sejak awal dilandasi oleh dua spirit, yakni kebangsaan dan kemanusiaan. Spirit kebangsaan artinya mendukung kinerja pemerintah dengan asumsi bahwa tugas membangun bangsa tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada negara.

Spirit kemanusiaan dimaknai bahwa kerja-kerja ormas tidak diorientasikan untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok. Melainkan untuk membawa maslahat bagi kemanusiaan. Ormas bukanlah perusahaan yang mengejar profit finansial. Ormas idealnya bekerja untuk pemberdayaan sosial. Seperti nasihat Kiai Haji Ahmad Dahlan, “hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.

Pesan itu punya makna mendalam. Yakni bahwa ormas bukanlah alat untuk meraih kekuasan, apalagi mencari keuntungan dengan menebar teror dan kekerasan di tengah ruang publik. Ormas harus menjadi penyokong kerja-kerja pemerintah dalam membangun bangsa. Tidak terkecuali dalam hal pendidikan. Maka, perilaku intimidasi, kekerasan, dan melawan hukum itu sejatinya tidak mencerminkan hakikat ormas yang sesungguhnya.

Maka, alih-alih menjadi trouble maker bagi tatanan sosial, ormas seharusnya tampil sebagai problem solver. Ormas harus menjadi pemecah kebuntuan bagi problem sosial masyarakat. Dalam konteks yang lebih spesifik, yakni dunia pendidikan, ormas harus bisa menjadi katalisator pendidikan berbasis civil society.

Facebook Comments