Bulan Mei bukan hanya menjadi momentum untuk merayakan kebangkitan nasionalisme Indonesia, tetapi juga untuk merayakan ajaran kedamaian dalam perayaan Hari Waisak. Dua peringatan ini, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, memiliki pesan yang sama pentingnya tentang persatuan dan kedamaian.
Namun, di tengah-tengah perayaan ini, kita tidak bisa mengabaikan ancaman radikalisme dan intoleransi yang masih mengintai. Bagaimana kita bisa merayakan persatuan dan kedamaian sambil tetap menghadapi tantangan radikalisme dan intoleransi?
Hari Kebangkitan Nasional, diperingati pada tanggal 20 Mei, adalah pengingat akan berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908. Organisasi ini, yang dipimpin oleh para intelektual muda Indonesia pada masa itu, menandai awal dari perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan.
Kebangkitan Nasional melalui gerakan Boedi Oetomo ini menandai perjuangan yang tidak sektoral yang bernuansa suku, ras, etnis dan agama. Gerakan membawa perjuangan kemederkaan membuat suatu imaji persatuan nasional. Semangat persatuan dan kesatuan yang diperjuangkan oleh Boedi Oetomo menjadi tonggak dalam sejarah perjuangan bangsa ini.
Namun, semangat ini masih relevan hingga saat ini, terutama di tengah ancaman radikalisme dan intoleransi yang semakin memprihatinkan. Radikalisme, baik yang berbasis agama maupun ideologi, seringkali memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk menimbulkan konflik dan memecah belah persatuan bangsa.
Persatuan merupakan musuh besar radikalisme karena ia selalu bermain di wilayah konflik dan perbedaan. Oleh karena itu, peringatan Hari Kebangkitan Nasional menjadi panggilan bagi kita semua untuk memperkokoh solidaritas dan kerja sama antarwarga negara dalam menjaga keutuhan dan kedamaian negara.
Sementara itu, Hari Waisak, yang juga jatuh di bulan Mei, merayakan tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha: kelahiran, pencerahan, dan wafatnya. Perayaan ini bukan hanya menjadi momen bagi umat Buddha untuk merayakan ajaran-ajaran Sang Buddha, tetapi juga sebagai ajang refleksi tentang kedamaian dan keharmonisan. Ajaran Buddha tentang cinta kasih, toleransi, dan kedamaian menjadi inspirasi bagi banyak orang, termasuk dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk.
Dalam kerangka perayaan Hari Waisak, kita dipanggil untuk merenungkan tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai dalam keberagaman. Kedamaian dan keharmonisan bukanlah sesuatu yang bisa dicapai dengan mudah, tetapi memerlukan komitmen bersama untuk menghargai perbedaan dan membangun kerjasama yang saling menguntungkan.
Meskipun Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Waisak merupakan perayaan yang mengajarkan tentang persatuan, kedamaian, dan toleransi, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa radikalisme dan intoleransi masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Radikalisme, baik dalam bentuk agama maupun ideologi, seringkali muncul karena ketidakpahaman, ketidakadilan, dan ketidakpuasan dalam masyarakat.
Radikalisme dapat mengarah pada tindakan kekerasan dan terorisme, yang merusak kedamaian dan stabilitas dalam masyarakat. Selain itu, intoleransi terhadap perbedaan agama, suku, dan budaya juga dapat memicu konflik yang merugikan bagi semua pihak. Oleh karena itu, kita perlu menjadikan peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Waisak sebagai panggilan untuk melawan radikalisme dan intoleransi dalam segala bentuknya.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Waisak adalah kesempatan bagi kita semua untuk merenungkan tentang pentingnya persatuan, kedamaian, dan toleransi dalam masyarakat Indonesia. Meskipun kita dihadapkan pada tantangan radikalisme dan intoleransi, kita memiliki sumber daya dan teknologi yang dapat kita manfaatkan untuk mengatasi tantangan tersebut.