Tafsir Waisak dan Harkitnas; Reinkarnasi dan Rehumanisasi Menuju Indonesia Damai

Tafsir Waisak dan Harkitnas; Reinkarnasi dan Rehumanisasi Menuju Indonesia Damai

- in Narasi
39
0
Tafsir Waisak dan Harkitnas; Reinkarnasi dan Rehumanisasi Menuju Indonesia Damai

Dua momen keagamaan dan kebangsaan terjadi dalam waktu sepekan. Yaitu perayaan Trisuci Waisak yang puncaknya jatuh pada tanggal 23 Mei 2024. Dan sebelumnya, ada peringatan Hari Kebangkitan Nasional, tanggal 20 Mei 2024.

Perayaan Trisuci Waisak merujuk pada hari lahir Sang Buddha Gautama. Waisak menyimbolkan perjalanan Buddha menuju Nirwana. Dalam keyakinan agama Buddha, siklus hidup manusia itu meliputi kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali yang berkelanjutan.

Dalam konsep teologi Budhha, manusia yang belum mencapai titik Arahat (kesucian) akan terus mengalami siklus kelahiran kembali atau disebut Punabbhava. Siklus kehidupan ini disebut sebagai samsara, yakni proses ketika manusia menghadapi berbagai ujian dunia untuk mencapai nirwana. Dalam bahasa populer siklus kelahiran kembali ini disebut juga dengan istilah reinkarnasi.

Konsep reinkarnasi tentu sulit dipahami dalam perspektif biologis. Namun, jika dimaknai dari perspektif filosofis, konsep reinkarnasi sebagaimana diimani oleh umat buddhis ini memiliki makna mendalam. Konsep reinkarnasi mengajarkan pada manusia bahwa setiap perbuatan baik atau buruk itu ada pertanggung jawabannya. Dengan begitu, manusia akan lebih bertanggung jawab terhadap segala ucapan dan perilakunya semasa hidup.

Jika Waisak identik dengan momentum penyucian menuju nirwana, maka Harkitnas identik dengan spirit kebangkitan bangsa dalam membangun peradaban. Harkitnas adalah peringatan atas bangkitnya nasionalisme awal yang menjadi fondasi revolusi kemerdekaan Indonesia. Fondasi itu ditandai dengan terbentuknya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908.

Nasionalisme Sebagai Imajinasi Kebangsaan

Nasionalisme, jika merujuk pada pandangan Ben Anderson adalah semacam imajinasi kolektif dari manusia yang tinggal dalam satu wilayah tertentu. Imajinasi itu terbentuk bukan hanya karena adanya persamaan identitas; suku, warna kulit, bahasa dan sebagainya. Namun, lebih karena ada kesamaan latar belakang, sejarah, dan cita-cita di masa depan.

Dalam konteks Indonesia, kesamaan latarbelakang sejarah dan cita-cita masa depan adalah unsur pokok pembangun nasionalisme. Terbukti, lahirnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 itu diprakarsasi oleh gerakan kepemudaan lintas-suku, bahasa, warna kulit, bahkan agama.

Perayaan Waisak dan Harkitnas tentu berbeda secara simbolik. Namun, secara esensi keduanya mengandung spirit yang kurang lebih sama. Waisak sebagai simbol perjalanan Budhha menuju nirwana menyimpan makna penting terkait reinkarnasi manusia, yakni perjalanan manusia dari satu jasad ke jasad yang lain sebelum akhirnya mencapai taraf kesucian diri dan layak menuju nirwana.

Sedangkan Harkitas mengandung pesan penting terkait proses rehumanisasi bangsa. Yakni proses memanusiakan kembali individu atau masyarakat menuju kondisi yang lebih baik. Dalam konteks sosial-keagamaan, rehumaniasi merujuk pada suatu upaya meremajakan kembali perspektif masyarakat tentang toleransi, inklusivisme dan moderasi dalam kehidupan beragama dan berbangsa.

Reinkarnasi dan rehumanisasi adalah konsep yang relevan dengan perjalanan bangsa dari dulu, sekarang, dan di masa depan. Bahwa imajinasi kolektif tentang masa depan bangsa itu tidak boleh mati, namun terus-menerus mengalami kelahiran kembali. Di era kolonial, imajinasi kebangsaan adalah agenda memerdekaan diri dari penjajah.

Di era awal kemerdekaan, imajinasi kebangsaan adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Sedangkan di masa sekarang, imajinasi kebangsaan idealnya diarahkan pada agenda menjaga Indonesia tetap dama dan harmonis. Mengapa agenda itu menjadi penting?

Spirit Waisak dan Harkitnas Untuk Menjaga Indonesia

Salah satu tantangan terbesar bangsa saat ini sebenarnya adalah mengeliminasi segala potensi konflik yang mungkin timbul di masyarakat. Di era digital dengan perkembangan sosial media yang nyaris tidak terbendung seperti sekarang, narasi provokasi dan adu domba itu menjadi satu hal yang tidak terelakkan.

Hari ini, nyaris semua isu berpotensi dieksploitasi untuk memecah belah masyarakat. Mulai dari isu ekonomi, politik, sosial, apalagi isu keagamaan. Nyaris saban hari, lini masa media sosial kita diributkan oleh debat kusir yang nyaris tiada ujung. Energi bangsa nyaris habis untuk mengurusi polemik remeh-temeh.

Alhasil, kita kerap lupa pada imajinasi kolektif kita sebagai sebuah bangsa. Maka, pesan penting Waisak dan Harkitnas terkiat reinkarnasi dan rehumanisasi sangatlah relevan dengan agenda kebangsaan kita. Waisak kiranya mengajarkan pada kita bahwa ruh kebangsaan tidak akan pernah mati. Presiden, menteri, kepala daerah, atau pemerintahan boleh berganti-ganti.

Namun, imajinasi kebangsaan itu tidak akan pernah padam atau mati. Demikian juga, Harkitnas kiranya juga mengajarkan pada kita bahwa spirit kebangsaaan idealnya harus terus diremajakan dan direvitalisasi agar tetap relevan dengan tantangan zaman. Dengan begitu, perayaan Waisak dan Harkitnas tidak akan dimaknai sebagai seremonial belaka, namun memberikan kontribusi nyata bagi bangsa.

Facebook Comments