Refleksi Idul Kurban untuk Memupuk Solidaritas Kebangsaan di Masa Pandemi

Refleksi Idul Kurban untuk Memupuk Solidaritas Kebangsaan di Masa Pandemi

- in Narasi
1130
0
Refleksi Idul Kurban untuk Memupuk Solidaritas Kebangsaan di Masa Pandemi

Kalau kita kuliti lembaran sejarah bahwa Hari Raya Idul Adha bermula dari sejarah perjalanan spiritualitas Nabi Ibrahim alaihissalam tentang mencari dan memahami esensi ketauhidan universal. Ketauhitan yang dijiwai oleh Nabi Ibrahim alaihissalam demikian progresif. Mengingat ketauhidan tersebut, mampu merubah sikap serta mendorong umat Islam di seluruh penjuru dunia untuk merubah dimensi sosialnya menuju kehidupan yang lebih berkeadaban.

Sebagaimana sejarah mengisahkan bahwa derajat dari ketauhidan Nabi Ibrahim alaihissalam pernah diuji ketika diperintahkan untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail alaihissalam. Kemudian dengan penuh kepatuhan, ketundukan, dan ketulusan kepada sang Khaliq, Nabi Ibrahim alaihissalam rela mengikhlaskan anaknya, sebelum akhirnya Allah SWT menggantinya dengan domba besar.

Perintiwa spiritual Nabi Ibrahim alaihissalam dengan putranya tersebut, kemudian dijadikan sebagai salah satu ibadah yang dianjurkan setiap Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijah) dan hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah), yakni perintah berkurban. Bahkan hadist nabi yang diriwayatkan oleh At-Thabarani, mengancam, “Siapa yang memiliki kelapangan rezeki, tetapi tidak berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati masjid Kami”.

Sebagaimana telah kita rasakan, bagi sebagian besar umat Islam dunia, termasuk Indonesia bahwa perayaan Idul Kurban kali ini adalah masih diiringi dengan perjuangan keras menghadapi pandemi virus Covid-19 yang semakin mengganas. Karenanya, Idul Kurban di masa pandemi ini yang kita sembelih tidak hanya hewan kurban saja, melainkan juga sikap egoisme yang bersemayam dalam diri. Kita harus turut andil membantu pemerintah dalam menghadapi wabah Covid-19. Selalu mengikuti anjuran pemerintah dalam melaksanakan seluruh rangkaian ibadah Idul Adha, seperti dengan tatap social distancing dan memakai masker. Janganlah egois hanya mementingkan kepentingan sendiri, tanpa mempedulikan keselamatan dan kemaslahatan orang lain.

Perlu dipahami bahwa sikap egoisme diri merupakan penyakit yang akan menjebak kita dalam “lingkaran setan”. Dan sikap egoisme ini bisa jadi akan berdampak pada renggangnya hubungan persaudaraan.

Bahkan, sikap egoisme ini bisa mencapai derajat kulminasi dengan memunculkan kelompok-kelompok yang tidak punya komitmen terhadap bangsa. Kondisi seperti ini, merupakan ladang subur tumbuh dan berkembangnya perilaku buruk seperti permusuhan, pertikaian, dan juga kekerasan diantara bangsanya serta saudaranya sendiri.

Mengingat dampak buruk yang demikian dahsyat dari mencuatnya sikap egoisme, melalui spirit Idul Kurban ini, kita umat Islam di seluruh penjuru dunia selain menyembelih hewan qurban, juga ‘menyembelih’ egoism diri. Apalagi, di masa pandemi Covid-19 ini, sikap egosme rentan dijangkiti oleh manusia. Wabah Covid-19 tak hanya menghantam aspek kesehatan saja, akan tetapi juga ekonomi, pendidikan, dan aspek lainnya yang terkadang memicu sikap meningginya egoisme dari individu atau kelompok tertentu.

Selain itu, sikap yang patut kita pupuk dan juga tingkatkan adalah sensitivitas sosial, diantaranya pertama ta’aruf yang artinya saling mengenal. Tidak membeda-bedakan atau pilih-pilih dalam mengenal seseorang. Selain itu juga bijak dalam menyikapi perbedaan. Hal yang terpenting sesama manusia harus senantiasa menebar kasih sayang.

Kedua, tafahum yang berarti saling memahami baik persamaan dan perbedaan. Tidak egois, mau menang sendiri atau merasa pendapatnya paling benar. Ketiga, ta’awun yang artinya saling tolong menolong. Pun demikian dalam tolong menolong jangan membeda-bedakan atau pilih-pilih. Dan semua kita perlakukan sama. Keempat, takaful atau rasa senasib dan sepenanggungan. Berbagai sikap itulah akan memupuk sensitivitas, membangun kebersamaan, dan merajut persaudaraan.

Artinya, peringatan Idul Adha sudah sepatutnya tak hanya dimaknai sekadar ritual dalam sorak ramai gema kumandang takbir secara lisan, kemeriahan solat Ied, ataupun hiruk pikuk penyembelihan hewan kurban semata, melainkan juga harus bisa dijadikan sebagai spirit untuk terus menebar persaudaraan kebangsaan.

Merayakan Idul Qurban di tengah pandemi juga direfleksikan dalam bentuk sikap mengasihi sesama. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah bersabda, “Sayangilah sesamamu yang ada di muka bumi ini (manusia), niscaya yang di langit (Allah SWT) juga akan menyayangimu” (H.R. Muslim). Dalam hadist ini, tersirat pesan moral yang luhur untuk saling mengasihi antar sesama manusia.

Hari Raya Idul Adha kali ini tepat jatuh di hari Jum’at, di mana merupakan hari yang istimewa (sayyidul ayyam). Semoga kita bisa merefleksikan spirit kurban kali ini untuk memupuk sensitivitas sosial, melebur segala egoisme kita, mengokohkan persaudaraan, menguatkan kesalehan sosial, serta tebar kepedulian. Harapannya Indonesia segera lepas dari belenggu pandemi Covid-19 dan berbagai bentuk masalah bangsa, kemudian bangkit sehingga akan menjadi negara yang berkemajuan, adil dan makmur negaranya, serta aman dan damai bangsanya, aamiin.

Facebook Comments