Rekonsiliasi dan Konsolidasi Pasca Demo; Mengeliminasi Penumpang Gelap Demokrasi

Rekonsiliasi dan Konsolidasi Pasca Demo; Mengeliminasi Penumpang Gelap Demokrasi

- in Narasi
6
0
Rekonsiliasi dan Konsolidasi Pasca Demo; Mengeliminasi Penumpang Gelap Demokrasi

Apa yang tersisa pasca demonstrasi berujung kerusuhan di penghujung Agustus lalu? Tidak lain adalah kerugian material dan psikologis. Gedung pemerintah dan fasilitas umum yang dirusak massa adalah harga yang harus dibayar mahal.

Pemerintah menganggarkan lebih dari 1 triliun rupiah untuk merenovasi dan membangun ulang infrastuktur tersebut. Jumlah yang sangat cukup untuk membiayai puluhan anak bangsa hingga sarjana.

Benar kata ungkapan dalam revolusi Perancis bahwa revolusi itu kerap memakan anak-anaknya sendiri. Pernyataan yang juga disampaikan ulang oleh Bung Karno. Revolusi memakan anaknya sendiri artinya, gerakan sosial politik kerap menelan korban yang tidak lain adalah pelaku-pelakunya sendiri.

Demonstrasi tempo hari memang bukan gerakan revolusi, namun demikian banyak anak bangsa yang menjadi korban. Tidak kurang dari 10 nyawa melayang di tengah kecamuk gerakan massa tempo hari. Mereka adalah anak-anak bangsa kita sendiri.

Peristiwa demonstrasi tempo hari layak dijadikan pelajaran. Bagaimana amarah kolektif itu rentan dimanipulasi dan dimobilisasi menjadi aksi kekerasan. Demonstrasi tempo hari memberikan gambaran pada kita bahwa demokrasi kita nyatanya penuh oleh penumpang gelap.

Mulai dari para pesohor media sosial yang numpang tenar dengan menunggangi aksi demo, kelompok subversif anti pemerintahan, sampai kaum demagog radikal yang memiliki agenda mengubah ideologi negara. Para penumpang gelap itulah yang menuang bahan bakar provokasi di tengah api kemarahan massa yang tengah meletup. Akibatnya, amuk massa menjadi tidak terbendung.

Demonstrasi telah usai. Namun, efek psikologisnya masih tetap terasa sampai sekarang. Secara vertikal, aroma kebencian pada elit politik dan aparat keamanan masih terasa kencang. Di level horisontal, kecurigaan sesama masyarakat tidak bisa ditutupi. Fenomena ini tentu tidak sehat bagi kehidupan demokrasi kita.

Maka, kita patut melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi pasca demo rusuh tempo hari. Rekonsiliasi kebangsaan diperlukan untuk menghapus kebencian dan dendam. Di level vertikal, rekonsiliasi antara elite dan masyarakat harus diwujudkan secepat mungkin.

Kepercayaan masyarakat pada pemerintah dan pemimpin serta wakil-wakilnya harus dipulihkan. Jangan sampai, konflik vertikal antara masyarakat dan elite politik ini berujung pada hilangnya legitimasi pemerintahan apalagi negara.

Di level horisontal, rekonsilasi perlu dilakukan antar kelompok masyarakat. Hal ini penting untuk meluruhkan segala kecurigaan yang mengganggu relasi sosial kita. Selain rekonsiliasi vertikal dan horisontal, kita juga perlu melakukan konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi diperlukan untuk menata ulang arah demokratisasi kita.

Demokrasi Indonesia memang masih tergolong muda, yakni baru menginjak dua dekade. Bisa dikatakan, bangsa kita hari ini tengah ada di masa transisi dari era otoritarianisme (Orde Baru) menuju era demokrasi. Sebagaimana lazimnya era transisi tentu banyak tantangan dan turbulensi.

Konsolidasi demokrasi diperlukan lantaran belakangan ini muncul gejala-gejala yang mengkhawatirkan. Sebagian kelompok masyarakat menganggap demokrasi sebagai kondisi bebas sebebas-bebasnya alias tanpa batasan.

Demokrasi masih kerap disalahartikan ke dalam tindakan anarkis dan vandalis. Tafsir demokrasi yang cenderung liberal itu lantas membuka celah bagi masuknya para penumpang gelap.

Para penumpang gelap ini adalah para impostor yang lihai mengkamuflasekan diri dan menutupi kedoknya, demi keuntungan pribadi. Ketika muncul aksi massa, mereka pura-pura bersimpati. Mereka lantang berteriak darurat demokrasi. Di saat yang sama, mereka menghasut publik dengan narasi pemerintah zalim, demokrasi gagal, dan sebagainya.

Konsolidasi demokrasi diperlukan untuk mengeliminasi para penumpang gelap, para impostor, dan demagog. Arah demokratisasi harus steril dari anasir yang manipulatif. Konsolidasi demokrasi ini wajib dilakukan oleh seluruh elemen bangsa. Mulai dari institusi pemerintah, elite politik, sampai masuatajay sipil itu sendiri.

Instansi pemerintah perlu mengintensifkan reformasi birokrasi untuk memberangus praktik korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan wewenang lainnya. Para elite politik juga wajib mengembangkan pola komunikasi yang empatik dan tidak menyakiti hati rakyat.

Terkahir, masyarakat sipil perlu merancang ulang strategi dan arah gerakan. Model demonstrasi dengan pengerahan massa rawan disusupi kaum provokator yang menyulut api konflik dan kekerasan.

Peristiwa di penghujung Agustus lalu adalah pelajaran penting bagi arah demokratisasi kita ke depan. Pola komunikasi para elite harus diperbaiki. Lembaga pemerintah wajib berkomitmen melayani rakyat. Di saat yang sama, masyarakat sipil wajib mengkonsolidasikan gerakannya agar independen, rasional, dan nirkekerasan.

Facebook Comments