Rumor Penembakan Bahar Smith; Antara Konspirasi dan Politisasi

Rumor Penembakan Bahar Smith; Antara Konspirasi dan Politisasi

- in Narasi
4119
0
Rumor Penembakan Bahar Smith; Antara Konspirasi dan Politisasi

Penceramah yang dikenal karena kontroversinya, Bahar Smith mengaku ditembak orang tidak dikenal pada Jumat 12 Mei 2023 di kawasan Kemang, Bogor. Bahar Smith mengakui terkena tembakan tigakali di bagian perut dan harus mendapat perawatan intensif. Kejadian ini pun sudah dilaporkan ke pihak Kepolisian Resort Bogor.

Aparat kepolisian pun segera menerjunkan tim untuk mengusut kasus tersebut dan memburu pelakunya. Namun, aparat justru menemukan banyak kejanggalan dalam kasus tersebut. Mulai dari tidak adanya saksi di lapangan yang melihat atau mendegar penembakan tersebut. Sampai tidak ditemukannya proyektil peluru di lokasi yang diklaim sebagai tempat kejadian penembakan tersebut. Selain itu, polisi juga gagal menemukan ceceran atau bercak darah di lokasi kejadian.

Padahal, ketika lapor ke polisi, pihak Bahar Smith menyerahkan kaos dan surban yang terdapat bercak darah. Sampai hari ini, belum ada kejelasan apakah penembakan itu benar-benar terjadi. Hasil visum yang ditunggu pun belum juga keluar. Namun, narasi-narasi liar mulai berkembang.

Di satu sisi, ada sejumlah pihak yang menyebut kasus penembakan ini hanyalah konspirasi Bahar Smith untuk mengalihkan isu “nasab” habaib yang belakangan ini tengah mencuat ke publik. Ada pula yang yang mengatakan bahwa penembakan ini direkayasa untuk membangun narasi playing victim bahwa seolah-oleh para tokoh agama tengah diteror atau diancam.

Rekam Jejak Kontroversi Bahar Smith

Asumsi ini barangkali tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya secara faktual. Hanya saja, bisa dikatakan munculnya persepsi yang demikian itu wajar belaka. Tersebab, jika kita melihat rekam jejak Bahar Smith yang sarat akan kontroversi. Berulang kali masuk penjara karena kasus kekerasan dan ujaran kebencian, tampaknya tidak mengubah perilakunya.

Sederet kontroversi dan rekam jejaknya yang problematik itu membuat publik berspekulasi atas kejadian penembakan yang diklaimnya. Di titik ini, mau tidak mau kita akan membandingkannya dengan dongeng klasik tentang penggembala dan petani. Suatu hari, penggembala dan petani tengah ada di ladang. Iseng, penggembala berteriak, kambingnya diterkam serigala. Sigap, petani pun berlari dengan maksud menolong.

Nyatanya, penggembala itu hanya mengerjai sang petani. Petani yang kena prank pun kecewa. Tapi, dasar penggembala kurang ajar, keesokan harinya ia melakukan hal serupa. Petani pun kembali kesal karena dua kali dibohongi penggembala. Sampai suatu hari, ternaknya benar-benar diserang serigala, penggembala pun berteriak minta tolong. Namun, petani yang kadung malabeli penggembala sebagai tukang bohong dan tukang prank pun bergeming.

Dongeng itu menggambarkan betapa orang yang kerap berbohong dan membikin kontroversi rawan tidak lagi dipercaya publik. Masyarakat kadung mengalami krisis kepercayaan bahkan tidak percaya sama sekali. Reputasi buruk adalah cap seumur hidup yang susah untuk dihapus begitu saja. Meski demikian, dugaan konspirasi di balik klaim penembakan Bahar Smith ini tentu harus dibuktikan dengan data dan fakta di lapangan.

Waspada Politisasi Rumor Penembakan Bahar Smith

Di sisi yang berseberangan, pada simpatisan dan pendukung Bahar Smith mulai membangun narasi bahwa kejadian itu adalah bentuk intimidasi dan teror terhadap ulama bahkan umat Islam. Narasi yang demikian ini sebenarnya bukan barang baru lagi. Setiap kali ada tokoh publik yang dikenal anti-pemerintah yang kesandung masalah, para pendukungnya pasti beramai-ramai mendeskreditkan pemerintah dengan beragam narasi, mulai dari kriminalisasi sampai intimidasi.

Dalam kasus Bahar Smith ini tampak jelas ada upaya mempolitisasi klaim penembakan itu untuk menyudutkan pemerintah. Seolah-olah pemerintah menjadi dalang aksi penembakan yang sebenarnya juga belum dapat dipastikan tersebut. Di tahun politik yang panas ini, upaya mempolitisasi sebuah isu atau kejadian tentu patut diwaspadai. Jangan sampai, masyarakat terprovokasi oleh isu atau kejadian yang belum jelas kebenarannya.

Kita patut menunggu hasil investigasi aparat keamanan atas polemik ini. Sembari menunggu, mari kita tetap menjaga rasionalitas dan kritisisme kita agar tidak mudah digiring opininya oleh kelompok-kelompok tertentu. Memasuki tahun politik, kita akan dihadapkan pada peristiwa-peristiwa yang menguji kewarasan berpikir kita.

Di masa lalu, bangsa ini pernah kena prank oleh seorang Ratna Sarumpaet. Ia tampil ke media dengan muka lebam-lebam mengaku dianiaya orang tidak dikenal. Kala itu, para politisi, tokoh publik, dan sebagian masyarakat ramai-ramai menyatakan simpati sembari menudingkan jari ke arah pemerintah sebagai tertuduh.

Namun cerita berakhir anti-klimaks. Seperti kita tahu, Ratna tidak pernah mengalami kekerasan. Muka lebamnya bukan hasil bogem mentah, alih-alih efek perawatan wajah. Satu Indonesia menjadi korban prank yang sama sekali tidak lucu. Namun, para sekondannya yang awalnya mendukung Ratna dan menyerang pemerintah habis-habisan seolah cuci-tangan dengan berdalih mereka juga dibohongi. Itulah gambaran jahatnya hoaks yang dibungkus narasi kebencian dan politisasi.

Facebook Comments