Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali mewacankan akan adanya sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para penceramah. Ini dilakukan mengingat menjamurnya para penceramah agama yang provokatif, jauh dari nilai-nilai kebangsaan, bahkan tak jarang ada yang secara terbuka menentang konsensus kebangsaan.
Gus Yaqut, sapaan akrabnya, sudah memastikan akan melakukan sertifikasi itu. Sertifikasi dilakukan dengan memberikan bimbingan soal moderasi beragama bagi para dai. “ Fasilitas pembinaan ini untuk meningkatkan kompetensi para dalam menjawab dan merespons isu-isu aktual dengan menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau sejalan dengan dengan slogan hubbul wathan minal iman (cinta tanah air itu sebagian dari iman),” ungkapnya.
Wacana sertifikasi dai ini kemudian menjadi kontroversi. Pro-kontra muncul. Banyak yang setuju, tetapi tidak sedikit yang menolak. Bagi yang menolak, sertifikasi ini dikhawatirkan menjadi alat untuk menyeleksi untuk kemudian menyingkirkan pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah.
Belum lagi cerita Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK menjadi isu hangat di masyarakat dan mendapat penolakan dari berbagai pihak. Sebagian pihak menilai, sertifikasi dai bakal mengalami hal yang sama dengan tes kebangsaan bagi para pegawai KPK.
Kementerian Agama sudah menjelaskan bahwa sertfikasi ini bukan dalam bentuk ujian, melainkan dalam bentuk bimbingan teksnis (bimtek) atau pelatihan yang dilakukan Kemenag dengan menggandeng berbagai ormas Islam moderat.
Kondisi Peceramah Kita
Memang harus diakuai kondisi para penceramah agama kita saat ini sangat memprihatinkan. Penetrasi media sosial, membuat siapa pun itu bisa menjadi penceramah. Media sosial membuat menjadi ustad itu jadi mudah. Hanya bermodalkan serban, kata-kata bijak, kutipan quote, video pendek yang berisi satu dua ayat, seseorang sudah sering dinobatkan sebagai ustad. Padahala, komepetensi ilmu, adab, mental, dan wawasan kebangsaannya belum memadai.