Spirit Nilai-Nilai Kesetiakawanan Nasional Untuk Kerukunan Bangsa Dan Negara

Spirit Nilai-Nilai Kesetiakawanan Nasional Untuk Kerukunan Bangsa Dan Negara

- in Narasi
1500
0

Setiap tanggal 20 Desember kita memperingati Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN). Tentu saja momen HKSN ini tidak hanya kita rayakan secara seremonial belaka, namun perlu dijadikan refleksi bersama atas keberhasilan bangsa ini dalam manjaga persatuan, kesatuan, gotong royong dan rasa kekeluargaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Apabila kita menengok kembali sejarah, HKSN tentu saja tidak serta merta hadir. Ada proses panjang yang dilewati bangsa ini dalam memperjuangkan semangat persatuan yang saat itu sedang menghadapi para penjajah. Misal, perjuangan Jenderal Sudirman yang kala itu mendapatkan apresiasi rakyat Indonesia dengan memberikan perlindungan, baik perbekalan logistik selama bergerilya maupun perlindungan dari rumah satu ke rumah lainnya sebagai tempat persembunyian. Setelah sekutu menyerah pada 19 Desember, dideklarasikanlah HKSN pada 20 Desember. Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita sangat memperhatikan sesama saudara yang sedang dalam keadaan membutuhkan pertolongan.

HKSN ketika itu dimaknai sebagai upaya untuk tetap mempertahankan kemerdekaan dan menyuarakan masalah sosial-budaya untuk selalu peduli terhadap sesama dalam kebaikan mengisi kemerdekaan.

Namun akhir-akhir ini bangsa kita diguncang oleh politik perpecahan. Terlebih pasca Pilkada DKI Jakarta, masyarakat kita mengalami polarisasi yang luar biasa panas. Isu SARA menjadi penyulut api pemecah-belah bangsa. Kerukunan beragama menjadi terganggu bahkan kesetiakawanan antar anak bangsa seolah tidak dihiraukan dan lebih membela kelompok identitas sendiri entah itu benar ataupun salah.

Sadar atau tidak, kesetiakawanan bangsa kita kian rapuh. Nilai gotong royong yang menjadikan ciri khas bangsa kita sudah mulai luntur digantikan dengan politik identitas yang makin menguat. Rasa kebersamaan kita dalam persatuan Indonesia dikalahkan oleh rasa kecintaan terhadap kelompok pribadi, sehingga yang terjadi adalah kesenjangan kepedulian dan solidaritas sesama.

Dwi Ariady Kusuma (2016) menjelaskan bahwa perjalanan dunia dan globalisasi merupakan keniscayaan. Bangsa Indonesia dalam kancah globalisasi ditantang untuk tetap memegang teguh nilai-nilai kegotong-royongan, kesetiakawanan, karena nilai-nilai individualisme semakin hari semakin kuat pula. Maka itu, HKSN saat ini harus diteguhkan kembali sesuai tantangan zamannya yang juga terus berubah. Jangan sampai nilai kegotong-royongan dan kesetiakawanan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia tergerus dengan nilai-nilai individualisme.

Eratkan Kerukunan

Indonesia mengakui enam agama, yaitu: Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Kerukunan antar umat beragama harus dieratkan. Harus disadari bahwa kemerdekaan bangsa kita bukan hanya berkat perjuangan dari satu agama saja, akan tetapi juga berkat agama-agama lain yang ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Untuk itu, setidaknya ada tiga indikator untuk meningkatkan kerukunan antar umat berama. Pertama, toleransi. Saling menghargai dan menerima adalah pengejawantahan daripada toleransi. Toleransi adalah pilar awal untuk membangun kerukunan antar umat beragama. Bangsa Indonesia sangat dikenal dengan budaya toleransinya. Jangan sampai rasa toleransi menghilang dari budaya kita karena ini adalah warisan berharga yang mungkin tidak dimiliki oleh bangsa lain. Kedua, kesetaraan. Antar satu pemeluk agama dengan yang lainnya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara, serta adanya keinginan untuk saling melindungi dan menjaga. Bukan mayoritas semena-mena terhadap minoritas. Begitupun sebaliknya. Toleransi saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan sikap kesetaraan. Ketiga, kerja sama. Poin ketiga ini mencerminkan keaktifan satu umat bergama untuk bergabung dengan pihak yang lainnya tanpa harus mempermasalahkan perbedaan agama yang ada diantara mereka. Sikap kesetaraan harus disempurnakan dengan sikap saling kerjasama, tolong menolong, dan gotong royong. Kerjasama yang tulus akan mampu melahirkan kesadaran diri bahwa manusia memang diciptakan oleh Tuhan dengan beraneka ragam dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. (NU Online: 2017)

“Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.” (Gus Dur: 2009)

Gus Dur menyampaikan bahwa tempat asal kita bukanlah sebuah masalah. Bahkan, bukan sebuah masalah pula siapa orang tua atau leluhur kita. Beliau berkata bahwa hanya dengan menjadi orang baik yang akan membawamu pada kebaikan pula.

Spirit HKSN seharusnya kita jadikan platform dalam mempererat persaudaraan sesama bangsa. Kita jaga bersama bangsa ini jangan sampai terpecah belah. Semangat manjaga persatuan, kesatuan (unity), gotong royong dan rasa kekeluargaan harus kita kedepankan sehingga bangsa kita menjadi bangsa yang rukun dan damai.

Facebook Comments