Sumpah Pemuda di Medan Juang Metaverse: Menjaga Kedaulatan Digital Menuju Indonesia Emas 2045

Sumpah Pemuda di Medan Juang Metaverse: Menjaga Kedaulatan Digital Menuju Indonesia Emas 2045

- in Narasi
17
0

Dunia metaverse yang imersif, kecerdasan buatan (AI) yang kian intuitif, dan komunikasi interaktif real-time telah melahirkan sebuah tatanan sosial baru. Mereka, Gen Z dan Gen Alpha adalah tunas-tunas penerus bangsa yang akan memegang kemudi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Mereka bukan hanya sekadar generasi yang dikenal piawai digital, tapi mereka juga adalah adalah episentrum dari bonus demografi yang didambakan.

Tentunya, Visi Indonesia Emas 2045 bergantung pada kemampuan mereka untuk beradaptasi dan bertransformasi di Revolusi Industi 4.0 dan Masyarakat 5.0 ini. Tantangan mereka tak mudah, tapi berat dan terjal. Bayangkan, jika dahulu para pemuda berjuang melawan penjajarah, kini para pemuda Gen Z, Gen Alpha harus berjuang di medan laga yang tak kasat.

Di era algoritma dan metaverse ini, mereka bukan hanya sekadar perang wacana di kolom komentar media sosial, tapi medan perang yang kompleks, medan perang yang tergamifikasi. Sebuah arena penerapan prinsip desain permainan yang dimodifikasi ke dalam konteks permainan.

Platform yang didesain untuk kreativitas anak-anak dan remaja ini, dibajak fungsinya. Kelompok ekstremis menggunakannya untuk menyebarkan propaganda kekerasan, melakukan simulasi serangan teroris, menggalang dana dan merekrut anggota baru. Mereka menciptakan “ruang aman” virtual di mana ideologi transnasional yang intoleran dapat ditanamkan jauh dari pengawasan orang tua atau aparat.

Ini adalah wujud baru ancaman di dunia virtual. Jika dulu radikalisasi terjadi di ruang-ruang tertutup atau forum dark web, kini ia hadir dalam bentuk avatar yang ramah, dalam game yang mengasyikkan. Kelompok ekstremis secara cerdas mengeksploitasi kebutuhan dasar Gen Z, Gen Alpha akan validasi, komunitas, dan identitas. Mereka memetakan dan menyasar individu yang rentan secara psikologis, menyeret mereka ke dalam echo chamber (ruang gema) ekstremisme.

Ini bukanlah sekadar kehaluan belaka, namun ini adalah tantangan yang ada di depan mata. Bahkan belakangan ini, lanskap digital Asia Tenggara, termasuk Singapura dan Indonesia, dikejutkan oleh temuan infiltrasi propaganda ekstremis di dalam platform game online yang tampak polos: Roblox.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Eddy Hartono pada awal bulan September menyampaikan diberbagai media, bahwa pola propaganda ekstremisme dan terorisme melalui permainan daring telah masuk ke Indonesia.

Sedikitnya 13 anak dari berbagai daerah di Indonesia yang diindoktrinasi terorisme melalui daring Roblox,” ucap Eddy saat Rapat Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga Dalam Rangka Membahas Upaya Pencegahan Radikalisasi di Dunia Maya, di Jakarta, Rabu (30/9/2025), yang dilansir dari Rakyat Merdeka.

Hal ini sejalan dengan peringatan yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang melaporkan bahwa ancaman terorisme global kini semakin adaptif, salah satunya melalui permainan daring.

Tentunya ini adalah peringatan sekaligus tantangan bagi para generasi muda, para tunas Indonesia Emas 2045. Tanpa firewall ideologis yang kuat, kemajuan teknologi justru mempercepat erosi nasionalisme. Perpecahan, politik identitas, dan narasi kebencian kini berjalan dengan bahan bakar algoritma. Ruang digital yang seharusnya menjadi akselerator kemakmuran, kini menjadi vektor utama penyebaran ideologi transnasional yang anti-Pancasila. Dengan kata lain, demokrasi kita terancam oleh polarisasi yang didesain secara artifisial.

Oleh karena itu, momentum Hari Sumpah Pemuda ini, menjadi rekleksi untuk memitigasi ancaman di masa depan. Dibutuhkan kesadaran kolektif para pemuda untuk menjaga kedaulatan data dan kedaulatan ruang siber kita. Pemuda Indonesia harus menjadi penjaga gerbang digital, memastikan bahwa setiap piksel dan byte di ruang siber Indonesia diisi dengan nilai-nilai persatuan, bukan perpecahan.

Facebook Comments