Tabayyun Keluarga Menghindari Radikalisasi Anak di Media Sosial

Tabayyun Keluarga Menghindari Radikalisasi Anak di Media Sosial

- in Narasi
570
0
Tabayyun Keluarga Menghindari Radikalisasi Anak di Media Sosial

Media sosial terkadang “hanya” dianggap (dunia maya) yang tidak akan memengaruhi kehidupan nyata. Argumen ini tentu dipatahkan dengan kasus pembunuhan yang dilakukan dua remaja atas bocah usia 11 tahun karena media sosial. Bahkan, banyak kasus seperti bom bunuh diri, hijrah ke negara ISIS dan anarkisme karena media sosial.

Fakta-fakta di atas menunjukkan satu kesadaran penting sebuah (tabayyun keluarga) dalam berselancar di media sosial. Untuk membangun kesadaran sejak dalam keluarga akan bahayanya radikalisasi di media sosial yang kini menyasar generasi muda kita dan tentu siapa-pun bisa terkontaminasi.

Kegandrungan berselancar di media sosial pada dasarnya diminati oleh banyak kalangan. Dari tua hingga muda semua memiliki kebiasaan bermalas-malasan bermain sosial media. Ini adalah fakta bahwa semua keluarga memiliki potensi besar termakan oleh radikalsiasi yang ada di media sosial.

Maka, sangat penting kiranya budaya Tabayyun itu perlu dibangun. Untuk mengamati secara mendalam atas segala yang tersebar di media sosial. Baik dari segi keasliannya, ketepatannya serta kebenarannya. Juga ada pola pendeteksian, dampak baik dan buruknya segala yang tersebar di media sosial itu sendiri.

Misalnya ada sebuah posting-an di media sosial yang memperlihatkan sebuah narasi agar kita benci atas pemerintah. Dalam kasus ini, jika kita tidak segera membangun pola Tabayyun atau meneliti kebenaran fakta itu, niscaya kita akan terjebak ke dalam informasi yang berkaitan dengan kebencian atas pemerintah itu.

Sasaran utamanya tentu menginginkan seseorang menjadi radikal atau membangkang atas pemerintah. Hal inilah yang menjadi satu kelemahan di balik kelalaian seseorang untuk memverifikasi fakta kebenaran di balik segala informasi itu. Karena media sosial tidak selamanya membawa ke dalam kejujuran namun mengantarkan kita ke dalam banyak kebohongan yang harus kita ungkap.

Kasus pembunuhan atas bocah usia 11 tahun yang dilakukan oleh dua remaja karena terobsesi dengan uang yang fantastis yang ditawarkan oleh sebuah website jual-beli organ tubuh manusia. Kejadian ini tentu di luar pengawasan/kontrol dan sepengetahuan orang tua hingga anak-anak terbentuk mental psikopat-nya melalui media sosial.

Ini merupakan satu problem penting kelalaian dalam sebuah keluarga dalam membangun Tabayyun. Sebab, ketika keluarga peduli atas segala aktivitas yang dilakukan anak-anak di media sosial. Maka, tentu sebagai orang tua akan mengetahui apa yang sedang terjadi dan dialami oleh seorang anak.

Media sosial tidak sekadar (dunia maya) yang kebanyakan orang menyepelekan hal itu. Banyak orang hanya memahami sosial media sebagai “dunia tipu-tipu” yang tak benar-benar nyata untuk dijalani. Sehingga, kelonggaran diri dalam membentuk kehati-hatian di media sosial membuat jurang kejahatan semakin mudah tersebar.

Padahal, banyak beragam fakta dari praktik penipuan, kebencian, jual-beli terlarang, kejahatan dan yang menjadi titik pembahasan kita hari ini adalah (radikalisasi anak) di media sosial itu nyata, bukan maya. Inilah yang harus dipertimbangkan oleh keluarga di dalam menjaga orang-orang terdekat agar bebas dari virus radikal di media sosial.

Radikalisasi anak di media sosial itu fakta. Jadi, ini sangat memengaruhi dunia nyata kita dan segala perhelatan sosial kita. Sebab, media sosial dipenuhi dengan orang-orang yang tidak sekadar memiliki niatan baik. Melainkan dipenuhi juga dengan orang-orang yang memiliki niatan jahat seperti ingin meradikalkan anak-anak kita.

Oleh sebab itulah, sangat penting untuk membangun budaya Tabayyun di media sosial. Agar, semua keluarga bisa diselamatkan dari radikalisasi di media sosial. Utamanya menyelamatkan generasi bangsa kita hari ini.

Facebook Comments