Terorisme : Memperalat Nama Tuhan untuk Tindakan Kekerasan dan Kejahatan

Terorisme : Memperalat Nama Tuhan untuk Tindakan Kekerasan dan Kejahatan

- in Narasi
760
0
Kekerasan telah menjadi budaya sebagian masyarakat dalam menyelesaikan persoalan. Tidak jarang, kekerasan juga dijustifikasi dengan mengeksploitasi ajaran agama. Panggung kekerasan terorisme acapkali membajak agama sebagai pembenarannya. Agama memang tidak mengajarkan kekerasan. Namun, pada akhirnya agama menjadi korban fitnah atas perilaku oknum umat beragama yang menjadikan agama sebagai alat pembenaran. Kenapa agama kerap dijadikan alat untuk kekerasan? Agama merupakan puncak keyakinan tertinggi yang dipegang secara teguh dan militan para penganutnya. Memperalat agama sebagai pembenaran menjadi efektif untuk mendorong seseorang secara emosional untuk bertindak. Kejahatan terbesar kelompok teroris adalah bukan hanya menimbulkan korban melalui panggung kekerasannya, tetapi juga karena memperalat agama sebagai alat pembenaran. Mereka membelah masyarakat pada lawan dan kawan atas dasar pembenaran agama. Bagi mereka lawan dalam term agama harus dimusnahkan dan halal darahnya. Membawa agama dalam ranah kejahatan merupakan puncak kejahatan tertinggi. Mereka memperalat ayat Tuhan untuk perilaku yang melebihi tindakan setan. Mereka berdiri seolah membela Tuhan, padahal sejatinya sedang memperalat nama Tuhan untuk sebuah tindakan kejahatan. Bagaimana mungkin bisa dikatakan umat beragama hanya karena berteriak nama Tuhan lalu melakukan tindakan kekerasan. Mereka seolah bangga dengan membela agama padahal sejatinya telah melakukan kerusakan di muka bumi. Mereka seolah paling dekat dengan Tuhan tetapi sejatinya adalah musuh Tuhan. Terorisme lahir dari sebuah cara pandang mempolitisasi agama untuk tujuan politik. Karakteristik inilah yang paling dominan kita jumpai dalam sebuah atraksi kekerasan teror. Sejarah telah mencatat bagaimana tragedi kemanusiaan terbesar pernah terjadi karena agama dijadikan alat untuk membenarkan tindakan kekerasan. Mengembalikan Fungsi Agama Agama apapun lahir sebagai panduan kolektif manusia agar lebih beradab dalam membangun kebudayaannya. Agama termasuk Islam dengan seperangkat keyakinan dan ritual sakral yang dilakukan bertujuan menumbuhkan moral kolektif sebagai alat kontrol manusia. Agama ingin memanusiakan manusia agar tidak jatuh dalam sifat hewan buas yang memangsa antar satu dengan lainnya. Di sinilah agama sejatinya bukan tujuan, tetapi sarana untuk mencapai hakikat manusia yang berTuhan. Karena itulah, dalam agama apapun terdapat pedoman agar manusia hidup damai dalam berdampingan. Agama mengajarkan tentang kedamaian, kebahagiaan dan cinta kasih. Agama tidak mentolerir praktek permusuhan, kekerasan, intimidasi, apalagi pemusnahan melalui teror. Jika yang terjadi adalah kekerasan atas nama agama tentu ada kesalahan besar umat beragama dalam mempraktekkan agamanya. Bukan kesalahan agama, tetapi kesalahan mereka dalam mengekspresikan keagaman. Karena itulah, memoderasi cara beragama menjadi penting agar tidak mudah jatuh dalam praktek ekstrem dalam beragama. Sejatinya, karakter agama adalah moderat, hanya saja ada oknum umat beragama yang melakukan radikalisasi terhadap ajaran agama. Kekerasan atas nama agama merupakan hasil dari kelompok yang meradikalisasi ajaran agama. Akibatnya, tindakan kekekerasan seolah menjadi benar dalam pandangan mereka. Mengembalikan agama pada karakter yang moderat menjadi keniscayaan agar agama menjadi sumber perdamaian, bukan sumber permusuhan.

Kekerasan telah menjadi budaya sebagian masyarakat dalam menyelesaikan persoalan. Tidak jarang, kekerasan juga dijustifikasi dengan mengeksploitasi ajaran agama. Panggung kekerasan terorisme acapkali membajak agama sebagai pembenarannya.

Agama memang tidak mengajarkan kekerasan. Namun, pada akhirnya agama menjadi korban fitnah atas perilaku oknum umat beragama yang menjadikan agama sebagai alat pembenaran. Kenapa agama kerap dijadikan alat untuk kekerasan?

Agama merupakan puncak keyakinan tertinggi yang dipegang secara teguh dan militan para penganutnya. Memperalat agama sebagai pembenaran menjadi efektif untuk mendorong seseorang secara emosional untuk bertindak.

Kejahatan terbesar kelompok teroris adalah bukan hanya menimbulkan korban melalui panggung kekerasannya, tetapi juga karena memperalat agama sebagai alat pembenaran. Mereka membelah masyarakat pada lawan dan kawan atas dasar pembenaran agama. Bagi mereka lawan dalam term agama harus dimusnahkan dan halal darahnya.

Membawa agama dalam ranah kejahatan merupakan puncak kejahatan tertinggi. Mereka memperalat ayat Tuhan untuk perilaku yang melebihi tindakan setan. Mereka berdiri seolah membela Tuhan, padahal sejatinya sedang memperalat nama Tuhan untuk sebuah tindakan kejahatan.

Bagaimana mungkin bisa dikatakan umat beragama hanya karena berteriak nama Tuhan lalu melakukan tindakan kekerasan. Mereka seolah bangga dengan membela agama padahal sejatinya telah melakukan kerusakan di muka bumi. Mereka seolah paling dekat dengan Tuhan tetapi sejatinya adalah musuh Tuhan.

Terorisme lahir dari sebuah cara pandang mempolitisasi agama untuk tujuan politik. Karakteristik inilah yang paling dominan kita jumpai dalam sebuah atraksi kekerasan teror. Sejarah telah mencatat bagaimana tragedi kemanusiaan terbesar pernah terjadi karena agama dijadikan alat untuk membenarkan tindakan kekerasan.

Mengembalikan Fungsi Agama

Agama apapun lahir sebagai panduan kolektif manusia agar lebih beradab dalam membangun kebudayaannya. Agama termasuk Islam dengan seperangkat keyakinan dan ritual sakral yang dilakukan bertujuan menumbuhkan moral kolektif sebagai alat kontrol manusia.

Agama ingin memanusiakan manusia agar tidak jatuh dalam sifat hewan buas yang memangsa antar satu dengan lainnya. Di sinilah agama sejatinya bukan tujuan, tetapi sarana untuk mencapai hakikat manusia yang berTuhan.

Karena itulah, dalam agama apapun terdapat pedoman agar manusia hidup damai dalam berdampingan. Agama mengajarkan tentang kedamaian, kebahagiaan dan cinta kasih. Agama tidak mentolerir praktek permusuhan, kekerasan, intimidasi, apalagi pemusnahan melalui teror.

Jika yang terjadi adalah kekerasan atas nama agama tentu ada kesalahan besar umat beragama dalam mempraktekkan agamanya. Bukan kesalahan agama, tetapi kesalahan mereka dalam mengekspresikan keagaman.

Karena itulah, memoderasi cara beragama menjadi penting agar tidak mudah jatuh dalam praktek ekstrem dalam beragama. Sejatinya, karakter agama adalah moderat, hanya saja ada oknum umat beragama yang melakukan radikalisasi terhadap ajaran agama.

Kekerasan atas nama agama merupakan hasil dari kelompok yang meradikalisasi ajaran agama. Akibatnya, tindakan kekekerasan seolah menjadi benar dalam pandangan mereka. Mengembalikan agama pada karakter yang moderat menjadi keniscayaan agar agama menjadi sumber perdamaian, bukan sumber permusuhan.

Facebook Comments