Transformasi Dari Laku Benci Menjadi Cinta Damai

Transformasi Dari Laku Benci Menjadi Cinta Damai

- in Narasi
2224
0
Transformasi Dari Laku Benci Menjadi Cinta Damai

Setiap manusis memiliki perasaan kodrati yaitu cinta dan benci. Menurut KBBI, Cinta merupakan rasa suka suka sekali, sayang benar,kasih sekali, atau terpikat. Sedangkan, benci adalah rasa sangat tidak suka. Keduanya adalah sunnatullah, namun mesti ditempatkan secara proporsional agar tidak kontra produktif.

Cinta dan benci adalah laku sensitif karena menyangkut orang lain. Agama menuntunkan bahwa kebencian adalah untuk karakter atau tindakan bukan semata kepada orang atau pelakunya. Kebencian juga menjadi keniscayaan dan bahkan tuntutan. Porsi kebencian yang tepat adalah kepada bentuk tindakan kedzaliman, kejahatan, kemunkaran, dan sejenisnya. Kebencian ini pun diarahkan agar dapat mengubahnya melalui cara-cara yang baik dan beorientasi damai.

Kebencian tidak boleh sporadis kepada setiap orang yang berbeda pendapat, berbeda latar belakang, berbeda SARA, dan lainnya. Laku benci yang hantam krama semacam ini berpotensi menjadi bibit konflik hingga pertumpahan darah. Laku ini mesti segera diupayakn untuk ditransformasi menjadi laku cinta damai.

Norma Benci

Tidak ada yang luput dari teropong agama Islam. Termasuk menyangkut norma teologi dari kebencian. Banyak hadits bahkan ayat Al-quran secara gambling menuntun umat manusia menempatkan kebencian secara proporsional dan produktif.

Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 19 yang artinya ” (maka bersabarlah kalian) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. Sejalan dengan firman tersebut, Nabi Muhammad SAW juga bersabda ““Cintailah kekasihmu (secara) sedang-sedang saja, siapa tahu disuatu hari nanti dia akan menjadi musuhmu; dan bencilah orang yang engkau benci (secara) biasa-biasa saja, siapa tahu pada suatu hari nanti dia akan menjadi kecintaanmu” (Riwayat Turmidzi).

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda bahwa paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena Allah dan benci karena Allah (HR. Ath-Thabrani). Maksudnya adalah kita harus memberikan kecintaan dan kesetiaan hanya kepada Allah semata. Kita harus mencintai terhadap sesuatu yang dicintai Allah, membenci terhadap segala yang dibenci Allah, ridla kepada apa yang diridlai Allah, tidak ridla kepada yang tidak diridlai Allah, memerintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah, mencegah segala yang dicegah Allah, memberi kepada orang yang Allah cintai untuk memberikan dan tidak memberikan kepada orang yang Allah tidak suka jika ia diberi.

Norma hukum positif di Indonesia juga telah mengatur terkait ujaran kebencian. Beberapa aturan yang ada antara lain dalam KUHP, UU tentang Kemerdekaan menyatakan Pendapat di Muka Umum, UU Penanganan Konflik Sosial, UU ITE, dan terakhir Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 ten­tang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech). Pro dan kontra memang masih muncul di permukaan terkait dilema adanya kesan membungkam kebebasan berekspresi.

Transformasi Damai

Islam sejatinya adalah agama cinta damai. Islam membawa manusia sebagai rahmatan lil ‘alamin. Demikian juga tentunya semua agama mengajarkan kedamaian. Beberapa hadits menjelaskan terkait laku berbasis cinta.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa ingin dicintai Allah dan rasulNya hendaklah dia berbicara benar (jujur), menepati amanat dan tidak mengganggu tetangganya. “ (HR. Al-Baihaqi). Selanjutnya, “Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia.” (HR. Ad-Dailami).

Kedamaian adalah obsesi semua manusia sepanjang sejarah peradaban. Cinta akan menjadi pondasi agar kedamaian dapat hakiki dan abadi. Menjadi tugas bersama seluruh umat manusia guna membumikan laku cinta damai. Merebaknya ujaran hingga laku berbalut kebencian menjadi tantangan untuk ditransformasikan menjadi laku cinta damai.

Saling menasihati dapat menjadi senjata pencegahan yang efektif. Nasihat diharapkan dapat menyadarkan pelaku agar berhenti mengumbar benci hinga tidak berbuah fitnah, hasad, dan lainnya. Dengan demikian friksi hingga konflik dapat diredam sejak dini dalam suasana damai.

Laku kebencian yang massif mesti dilawan secara seimbang dengan gerakan cinta damai yang massif pula. Kampanye berbahan kebencian harus dijawab dengan pendekatan sosial berkedamaian. Alih-alih menghalau laku benci jangan sampai justru menimbulkan jenis kebencian baru. Untuk itu strategi kekerasan harus dihindari. Sebaliknya keteladanan yang berkedamaian mesti ditonjolkan.

Kebencian yang sudah terlanjur menyebar dan membahayakan penting didekati dengan upaya penegakan hukum. Tanpa bermaksud membungkam kebebasan berpendapat, penerapan hukum dapat dilakukan guna mendapatkan efek jera atau taubat yang sesungguhnya. Publik dapat melakukan pengawasan bersama guna menemukan bukti adanya laku benci. Prinsip keadilan mesti ditegakkan dalam upaya melakukan transformasi dari laku benci menjadi laku cinta damai.

Facebook Comments