“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda)
Jelas bahwa misi kenabian yang dibawa oleh para nabi adalah membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan dan ketimpangan dengan konsep tauhid yang dibawanya. Agar, manusia bisa hidup dengan selamat dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karenanya, ulama sebagai seorang pewaris para nabi sebenarnya mewarisi misi tersebut. Ulama memiliki tanggung jawab membawa lingkungan masyarakatnya menuju keselamatan intergalistik.
Tak heran, dalam sejarah perjuangan kemerdekaan NKRI, ulama menduduki peranan penting dalam membebaskan manusia dari belenggu penindasan penjajah. Bahkan, tidak hanya itu saja. Ahmad Baso mencatat dalam Pesantren Studies-nya bahwa ulama dan pesantren tidak hanya bergerak di bidang perjuangan semata, semisal untuk membebaskan Indonesia dari cengkraman tangan penjajah yang begitu geram mencekam, namun juga bergerak di bidang pendidikan, budaya, etika, ekonomi, dan politik. Bahkan para kiai dan santri terlibat aktif dalam mempertahankan NKRI dari ancaman PKI yang ingin mengubah Indonesia menjadi negara Komunis dan DI/TII yang ingin merubah Indonesia menjadi negara Islam. Bagi mereka, mempertahankan NKRI bukan hanya berkaitan dengan nasionalisme semata, tetapi juga merupakan bagian dari melaksanakan ajaran agama Islam (Lihat Benturan NU-PKI: 1948-1965, 2013).
Bagaimana pun, mempertahankan keutuhan NKRI memang harus menjadi prioritas utama yang harus dilakukan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia (terutama ulama), karena hal ini menentukan nasib bangsa Indonesia kedepannya. Tidak mungkin pembangunan untuk memajukan Indonesia berjalan dengan lancar apabila virus-virus radikalisme mengobok-obok bangsa ini. Pengalaman di beberapa negara Muslim seperti di Timur Tengah dan Afrika kiranya cukup menjadi contoh betapa mengerikan dampak yang ditimbulkan oleh paham radikal dan betapa berartinya keutuhan sebuah negara. Dalam kacamata maqâṣidî, keutuhan NKRI menjadi syarat utama dalam menegakkan tujuan-tujuan primer syariat Islam (maqâṣid asy-syarî’ah) seperti menjaga agama (ḥifḍ ad-dîn), menjaga jiwa (ḥifḍ an-nafs), menjaga akal (ḥifḍ al-‘aql), menjaga keturunan (ḥifḍ an-nasl), menjaga harta (ḥifḍ al-mâl), dan menjaga kehormatan (ḥifḍ al-‘irḍ).
Peran Ulama
Ulama sebagaimana makna terminologis Bahasa Arab, adalah orang-orang yang memiliki wawasan keilmuan. Tidak peduli apakah itu ilmu agama, ataupun ilmu umum. Selagi dia memiliki wawasan mendalam, maka kita bisa sebut dia sebagai seorang ulama. Hanya saja, di Indonesia, sosok ulama sering kali dikultuskan dengan orang yang memiliki wawasan keagamaan Islam yang tinggi. Hal ini karena hadits Nabi Muhammad yang mengatakan, “ulama adalah pewaris para nabi” (HR. Tirmidzi), maka hanya orang yang memiliki wawasan keagamaan yang tinggilah yang dapat disebut ulama.
Terlepas dari itu semua, ulama tentulah seorang intelektual yang memiliki kesadaran, wawasan tinggi, dan pengaruh di lingkungan masyarakat. Dalam hal ini, ulama memiliki peran strategis dalam perlawanan terhadap terorisme dan radikalisme yang kini sedang berkembang dan mengancam keutuhan NKRI. Tanpa ulama, bagaimanapun upaya perlawanan terhadap radikalisme bisa jadi akan gagal di tengah jalan. Hal ini karena sampai saat ini, doktrin yang paling mudah diterima adalah doktrin ulama keagamaan.
Karenanya, setidaknya ulama perlu memberikan wawasan tiga hal kepada masyarakat dalam menjaga kedamaian dan keutuhan NKRI. Pertama, memberikan pemahaman bahwa manusia adalah makhluk yang harus berperilaku harmonis. Dalam bahasa Arab, manusia disebut sebagai “insan” yang berasal dari kata Anas, Anis, Anisa. Yang artinya, harmoni, intim, akrab, bersahabat, saling menyukai, dan mencintai. Jadi, di pundak manusia ada amanah yang harus diimplementasikan, yakni “insaniyah”, kemanusian yang harus hidup harmonis, ramah, saling menghormati, menghargai, dan mencintai. Oleh karena itu kekerasan, radikal, tindakan ekstrimis, dan teror adalah jelas merupakan musuh insaniyah.
Kedua, memberi pemahaman bahwa agama harus “rahmatan lil ‘alamin” (rahmat bagi sekalian alam). Artinya, agama bukan hanya persoalan teologi dan ritual ibadah. Agama juga berkaitan dengan ilmu pengetahuan, peradaban, budaya dan kemanusiaan. Sehingga, ulama jangan sampai salah dalam memberi pemahaman tentang jihad dalam agama. Ketiga, NKRI dan Pancasila merupakan keputusan final yang wajib dipertahankan. Karena, ini adalah satu-satunya solusi yang paling ideal saat ini dalam menjaga kedamaian dan keutuhan NKRI yang kompleks dengan keberagaman.
Dari itu, jelas bahwa ulama sejak dahulu memang memerankan peranan penting sebagai benteng NKRI. Tanpa peran ulama, gempuran arus pejajahan ideologi asing akan merajalela merenggut setiap kebebasan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Maka itu, ulama harus senantiasa turun ke basis masyarakat menyampaikan betapa pentingnya persatuan NKRI dan betapa bahayanya terorisme, radikalisme, dan perpecahan NKRI. Itulah bagian dari misi kenabian yang relevan dilakukan oleh ulama di Indonesia dan perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Sebab, ketika tidak, kebebasan manusia yang sejatinya telah diperjuangkan oleh para nabi dan kini diwariskan kepada ulama tidak akan benar-benar terwujud. Wallahu a’lam bish-shawaab.