UU Antiterorisme, Pancasila, dan Masa Depan Keberagaman

UU Antiterorisme, Pancasila, dan Masa Depan Keberagaman

- in Narasi
1549
0

Perjuangan memberantas terorisme mendapat mendapat kekuatan baru setelah Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme akhirnya disetujui DPR pada Jumat (25/5/2018). Setelah sebelumnya aparat penegak hukum baru bisa bertindak setelah aksi teror terjadi, kini kepolisian bisa bertindak melakukan pencegahan tindak terorisme lewat payung hukum undang-undang tersebut. Di samping itu, kini Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga dilibatkan membantu kepolisian guna semakin menguatkan kekuatan dan sinergi bersama dalam memberantas terorisme.

Seperti dijelaskan Ketua Panitua Khusus (Pansus) RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhammad Syafii, Undang-Undang yang baru disahkan ini mengatur secara lebih komprehensif hal-hal terkait penanggulangan terorisme, mulai pencegahan, penindakan, pemulihan terhadap korban, hingga kelembagaan dan pengawasan. Bahkan, UU tersebut memungkinkan penindakan terhadap terduga teroris sebelum terjadi aksi teror. Seperti dipaparkan Arsul Sani, anggota Pansus RUU, ada dua bukti permulaan yang bisa dipakai untuk penindakan sebelum aksi teror tersebut. Yakni laporan intelijen yang dimohonkan penetapannya ke pengadilan negeri sebagai alat bukti, serta bukti lain seperti berupa rekaman video, konten media sosial, atau saksi mata (Kompas, 26/5/2018).

Lahirnya UU Antiterorisme tersebut menjadi bentuk komitmen untuk benar-benar menangani kejahatan terorisme di negeri ini secara serius, terutama untuk memprioritaskan langkah-langkah antisipatif guna menghindari terjadinya aksi teror. Kita sebagai masyarakat tentu mendukung penegakan UU Antiterorisme tersebut, sebagai bagian dari komitmen kita bersama untuk menolak paham-paham kekerasan di negara kita. Pelbagai kasus teror bom bunuh diri yang terjadi belakangan sudah semestinya semakin memantapkan tekad kita bersama untuk memberantas paham radikalisme dan terorisme dengan merumuskan pelbagai cara dan strategi, termasuk yang paling mendasar lewat diterbitkannya Undang-Undang.

Di satu sisi, lahirnya UU Antiterorisme yang baru diharapkan mampu mencegah sejak dini perkembangan radikalisme dan aksi terorisme secara lebih komprehensif, sehingga masyarakat terhindar dari pelbagai bentuk teror dan tindakan-tindakan yang mencemaskan dan merusak. Di saat bersamaan, disahkannya UU Antiterorisme tersebut juga bisa menerbitkan harapan baru bagi masa depan keberagaman bangsa kita ke depan. Sebab, ketika UU tersebut benar-benar ditegakkan dan benar-benar mampu memberantas pelbagai bentuk paham radikalisme terorisme, tentu akan tercipta kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan harmonis.

Pancasila dan terorisme

Beberapa hari setelah disahkannya UU Antiterorisme, kita memasuki momentum Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Juni. Hari Lahir Pancasila mendorong kita untuk selalu meresapi dan mendalami spirit Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara. Momentum Hari Lahir Pancasila yang jatuh beberapa hari setelah penetapan UU Antiterorisme mestinya menciptakan makna tersendiri bagi kita semua, untuk semakin memantabkan tekad bangsa untuk menjunjung tinggi semangat keberagaman, toleransi, dan nilai-nilai penghargaan pada sesama, sebagaimana diamanatkan Pancasila.

Pemberantasan terorisme jelas menjadi bagian dari upaya merawat niai-nilai keberagaman, persatuan, juga musyawarah, sebagaimana terkandung dalam dasar negara Pancasila. Sebab, memberantas terorisme berarti memberantas paham-paham radikal yang anti keberagaman dan anti-dialog, sebagaimana diyakini oleh kebanyakan teroris. Kita tahu, teroris melakukan aksi bom bunuh diri, di antaranya sebagai bentuk ketidaksanggupan untuk hidup berdampingan dalam keberagaman, sehingga dengan putus asa menghilangkan nyawa sendiri dan menciptakan ketakutan di tingah masyarakat, sembari meyakini aksi tersebut sebagai bentuk jihad atau pilihan untuk syahid.

Pemahaman tersebut tentu berbahaya jika dibiarkan tumbuh dan berkembang di negara Pancasila, di mana masyarakatnya sudah bersepakat untuk hidup berdampingan dan bersatu dalam keragaman. Paham radikal-terorisme jelas bertolakbelakang dengan spirit Negara Pancasila. Pertama, Pancasila secara tegas menjamin kebebasan setiap warga negara dalam memeluk keyakinan agamanya masing-masing, dan menjunjung tinggi sikap saling menghargai antarumat beragama. Di sini, Pancasila tak memberikan ruang untuk paham terorisme yang memaksakan keyakinan mereka dan menolak hidup berdampingan dengan umat atau kelompok lain.

Kedua, Pancasila menjunjung tinggi prinsip persatuan, sebagaimana tercantum dalam sila ketiga. Aksi terorisme yang menciptakan kerusakan, kecemasan, rasa tak aman, bahkan hilangnya nyawa, jelas merupakan tindakan yang anti semangat persatuan. Terlebih, teroris kerap membawa-bawa nama agama, dan tak jarang menyerang umat atau kelompok tertentu, sehingga berpotensi besar meretakkan hubungan antarumat beragama. Bahkan, jika terus dibiarkan bukan tidak mungkin akan memicu perpecahan dalam tubuh bangsa. Jelas ini bertolakbelakang dengan semangat persatuan yang diamanatkan Pancasila.

Ketiga, Pancasila menekankan pentingnya kebijaksanaan dan semangat musyawarah mufakat, seperti dalam sila keempat. Kelompok teroris yang pemikirannya kaku, tak mampu mendengar pendapat yang lain atau anti terhadap dialog, jelas menjadi ancaman bagi tumbuhnya nilai-nilai masyawarah yang menjadi salah satu intisari Pancasila. Pada akhirnya, upaya pemberantasan terorisme jelas menjadi agenda penting dalam konteks menegakkan negara Pancasila. Kita berharap, UU Antiterorisme akan berjalan efektif memberantas terorisme sehingga masa depan keberagamaan kita menjadi lebih cerah, harmonis, dan damai.

Facebook Comments