Patroli Digital; Gerakan Hijrah Milenial Meninggalkan Hate Speech

Patroli Digital; Gerakan Hijrah Milenial Meninggalkan Hate Speech

- in Narasi
1650
1
Patroli Digital; Gerakan Hijrah Milenial Meninggalkan Hate Speech

Adalah sebuah keniscayaan bila dikatakan bahwa generasi milenial adalah generasi gedget/smartphorne. Hampir seluruh interaksi mereka sehari-hari dilakukan di dunia maya yang sering disebut sebagai dunia tanpa batas dalam bahasa adagium lebih dikenal dengan “dunia dalam genggaman”. Survei terbaru menunjukkan, bahwa generasi milenial, rata-rata memakai gedget kurang lebih 3 sampai 4 jam satu hari. Artinya setengah dari sepertiga dari pengalaman hidupnya nimbrung di dunia maya, dengan berbagai macam fitur dan aplikasi yang ditawarkan oleh produsen yang bergerak dibidang hiburan dan informasi berbasis teknologi.

Arus gelombang media sosial yang kian meninggi hingga menerobos sampai ke desa-desa bahkan menembus segala macam usia menyisakan setumpuk kehkawatiran. Di satu sisi, lalu lintas media sosial yang begitu padat dan tanpa batas, banyak mengekspos berbagai macam konten yang kurang mendidik, mulai dari ujaran kebencian dan tontonan yang dapat diduga bisa berdampak kepada degradasi moral. Di sisi lain, media sosial begitu penting, dikarenakan seluruh informasi saat ini berbasis media, dapat diprediksi, seseorang yang anti media akan ketinggalan informasi.

Ironisnya, media sosial yang pada mulanya ajang berbagi dan bersilaturahmi kini berubah menjadi kontestasi memperebutkan rating agar web dan akun-akun yang dibuat bisa mendapatkan banyak follower. Dengan begitu, ia bisa dikenal dan tak jarang juga dengan media yang ia bangun sendiri di alam maya menghasilkan pundi-pundi rupiah. Sayangnya, Cuma gara-gara rating dan like banyak akun maupun web tertentu yang tidak lagi memperhatikan dampak dari informasi yang ia sebarkan. Akibatnya, tak jarang, berita yang berbau ujaran kebencian yang biasanya hoaks membuat konflik atau menyulut permusuhan sesama kita anak bangsa. Padahal, sejak nenek moyang bangsa ini sudah dikenal dengan bangsa yang ramah, bangsa yang santun dan beradab.

Baca juga :Yang Muda Yang Ronda Digital

Persoalannya kemudian, menyebarnya ujaran kebencian saat ini yang di lemparkan sembarangan di media sosial oleh orang-orang yang mencari keuntungan menjadi ancaman bagi kebhinekaan kita. Lalu bagaimana kita mempertahankan kedamaian yang sejak dulu sudah menyatu dan aman di bawah payung kebhinekaan?. Pertanyaan ini tentu menyentil kita yang sudah kian jenuh melihat prahara dari dampak negatif medsos tersebut. Tapi kesalnya, masalah ini tidak menyentuh jiwa kebhinekaan kita malah menyentuh sentimen kita masing-masing sehingga terpanggil untuk ikut-ikutan menyebarkannya. Bukan malah membuat masalah tambah ringan justru makin runyam akibat rasa kebhinekaan yang kian hilang dari benak kita. Kadang aneh juga, kita membanggakan Indonesia sebagai bangsa yang berbhineka tapi kita justru menyulut api perpecahan dengan narasi-narasi kebencian.

Artinya, kebanyakan masyarakat Indonesia hanya suka baca berita tanpa meneliti kebenarannya. Ironisnya, ada yang hanya membaca judulnya saja kemudian mengambil kesimpulan dengan klaim-klaim menyudutkan bahkan menempelinya dengan ujaran kebencian. Melihat fenomena ini dipandang perlu kesadaran pengguna media sosial untuk berhati-hati, peka terhadap berita yang bernada menhasut dan tidak cepat-cepat membagikannya.

Unfollow dan Hapus Postingan Hate Speech Adalah Gerakan Hijrah

Informasi dengan narasi-narasi kebencian saat ini sering dimuat oleh sumber-sumber yang tidak bertanggungjawab. Di medsos sering ditemukan akun-akun palsu yang menamakan diri sebagai lembaga negara dan organisasi tertentu. Kronologisnya, akun-akun palsu ini hadir dengan himbauan-himbauan yang tidak resmi, tidak menggunakan logo dan menggunakan narasi yang tidak menggambarkan bahasa yang sering dikeluarkan oleh nama-nama lembaga yang ia palsukan. Banyak lagi yang menggunakan akun tanpa nama, ada juga yang memakai nama tokoh. Oleh karenanya rasa skeptis dan melacaknya sampai keakar adalah tugas setiap kita bagi yang ingin mencari kebenarannya. Dikarenakan meneliti sumber informasi adalah awal untuk melihat validitas sebuah berita apakah ia memiliki otoritas dalam memberitakan informasi tersebut atau bisa jadi hanya informasi yang dibuat-buat oleh individu atau sekelompok orang tertentu untuk memberitakan sesuatu yang tidak benar.

Kehati-hatian generasi milenial dengan tidak mudah percaya dan membagikan sebuah informasi di media sosial adalah tindakan dini untuk menyelamatkan kaum milenial yang lain. Genarasi milenial yang pada umumnya belum memiliki pengetahuan yang matang terkait isu-isu yang booming saat ini, sebut saja misalnya, isu politik yang penuh intrik, akan merusak harapan dan pandangan mereka terhadap negaranya, karena sudah dipenuhi dengan kabar-kabar yang begitu kabur dan cendrung bernada sinis dan kebencian. Oleh karenanya, bagi kaum milenial, ketika membaca berita bernada provokasi dan ujaran kebencian lebih baik untuk meninggalkannya. Karena di dalamnya, meskipun adan berita benarnya, akan tetapi narasinya yang provokatif bisa mengalihkan pembaca dari esensi berita yang seharusnya harus dipahami

Dengan semangat persatuan dan ingin menyelamatkan anak bangsa, maka kontribusi kaum milenial untuk memantau pergerakan media sosial masing-masing adalah upaya mulia. Menghapus dan unfollow akun atau media yang selalu memposting narasi-narasi kebencian dan menyudutkan pihak-pihak tertentu merupakan jalan hijrah yang harus kita tempuh jika ingin melawan dan membungkam fitnah dan ghibah di media sosial. Bukan hanya itu, perlawanan yang kita lakukan jika menemukan narasi-narasi bengkok tersebut, sedikit demi sedikit dapat mengurangi tersebarnya informasi yang tidak benar itu.

Facebook Comments